Hugo tinggal di Stasiun Montparnasse, Paris. Ayahnya meninggal dalam sebuah kebakaran, dan meninggalkan robot rusak yang konon akan menuliskan sebuah pesan.
The Artist
The Artist menceritakan puncak dan jatuhnya film bisu, saat Hollywood gandung dengan talkies, film bersuara. Uniknya, film ini disajikan tanpa suara, alias bisu.
Midnight In Paris
Gil Pender terpesona Paris, sementara tunangannya bosan dengan kota itu. Novelis muda itu terinspirasi Paris. Tunangannya, lebih suka menonton film Hollywood di bioskop Perancis.
The Iron Lady
Biopic Margaret Thathcher, mantan PM Inggris ini seperti candu. Di saat Indonesia rindukan pemimpin kuat, Iron Lady mengiming-imingi apa yg tidak kita miliki.
Wicked Musical
Musikal “Wicked” menceritakan kejadian sebelum Dorothy datang dari Kansas dan kejadian di baliknya. Elphaba ternyata lebih kompleks daripada nenek sihir yang berkarakter satu dimensi.
Sherlock Holmes: A Game of Shadows
Berbeda dengan tata krama alur cerita Hollywood yang fokus pada protagonis mencegah kejahatan sang villain, dalam Sherlock Holmes penonton bahkan tidak tahu kasus apa yang harus diselesaikan.
Twilight: Breaking Dawn
Twillight: Breaking Dawn memenuhi impian gadis belia untuk menemukan lelakinya, menjalani bahagia dan gusarnya asmara, serta pesta pernikahan yang indah dan sempurna
The Adventures of Tintin: Secrets of the Unicorn
Ada sensasi menyenangkan ketika panel komik Tintin menjadi hidup di layar bioskop. Bersama Kapten Haddock dan Snowy, rahasia Unicorn menjadi hidup lagi.
Captain America: The First Avenger
Lepas dari semua kekonyolan Captain America The First Avenger, kesalahan film ini ada pada alur cerita yang terlalu padat tapi tanpa kedalaman.
Transformers 3: Dark of The Moon
Jika dua film Transformers terjebak pada alur simplistis, Transformers 3 digiring dengan mengigit. Walaupun memang masih terlalu “kalengan” dan terlalu Amerika.