Menebak perilaku Mahkamah Konstitusi Indonesia itu memang seperti menebak angin, karena kadang-kadang putusan MK sangat konservatif dan kaku, dan di saat lain putusannya progresif. Yang hangat mungkin pembatalan ayat KUHP tentang penghinaan terhadap Presiden. Putusan ini, walaupun juga menuai kritik, dianggap sebagai putusan yang tepat.

Akan tetapi putusan MK juga sering dikecam, seperti pembatalan UU KKR (yang mementahkan upaya pengadilan pelanggar HAM di masa lalu), serta ‘pembatalan’ Pengadilan Tipikor tiga tahun lagi (baca tabel di bawah).

Banyaknya UU yang dibatalkan oleh MK membuat kita perlu bertanya-tanya, apakah MK terlalu ekstrim atau undang-undang buatan DPR kita memang asal-asalan? Ditambah dengan jerih payah DPR dan uang rakyat yang terbuang untuk membuat undang-undang, masalah MK ini menjadi serius.

Beberapa undang-undang yang diuji MK dan nasibnya
UU Ketenagalistrikan
Dibatalkan, karena pemisahan usaha penyediaan tenaga listrik mereduksi makna “cabang-cabang produksi yang penting yang menguasai hajat hidup dikuasai oleh negara.” >>>
UU KUHP Tentang Penghinaan Presiden
Dibatalkan, karena dapat mengekang kebebasan, membungkam kekritisan, dan menghambat demokrasi. >>>
UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Dibatalkan, karena tidak memberi kepastian hukum dan keadilan bagi pelanggar HAM di masa lalu. >>>
UU Komisi Pemberantasan Korupsi
Posisi hukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak tepat, dan pemerintah diberi waktu 3 tahun untuk membenahi pengadilan Tipikor. Jika tidak, maka Pengadilan Tipikor dibatalkan dan diganti dengan pengadilan umum. >>>

Melihat betapa final dan garangnya putusan-putusan MK, DPR-pun merasa perlu untuk sedikit membatasi kewenangan MK dengan merevisi UU yang mengatur Mahkamah Konstitusi. Menurut Al Muzammil Yusuf, anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, dalam hal-hal tertentu MK tidak dapat begitu saja membatalkan undang-undang.

Lebih lanjut Al Muzammil menjelaskan bahwa, ada dua perubahan yang dapat dilakukan. Pertama dengan merevisi undang-undang sehingga MK tidak dapat membatalkan undang-undang yang disetujui 2/3 anggota DPR. Kedua, menyaratkan bahwa untuk membatalkan sebuah undang-undang haruslah didukung suara mayoritas MK, yaitu 8 dari 9 anggota.

Sebagai rakyat yang kritis kita perlu mempertanyakan itikad anggota DPR dari PKS ini demi kepentingan negara, atau kepentingan sepihak DPR dan Pemerintah? Apakah kalau sebuah UU didukung suara mayoritas berarti undang-undang tersebut pasti sesuai dengan konstitusi kita? Tidak selalu bukan?

Syarat kedua jauh lebih tidak masuk akal. Kenapa pembatalan UU harus didukung mayoritas suara anggota MK (8 dari 9). Andai kata hal yang sama diterapkan di DPR: sebuah UU baru baru dapat berlaku jika didukung 489 orang dari 550 anggota DPR, bukankah akan terasa kalau aturan tersebut lebih untuk mengurangi kekuatan DPR?

Upaya memandulkan MK ini, kalau tidak hati-hati justru akan merusak sistem check and balance dan membuat DPR dan Pemerintah terlalu berkuasa, sehingga membuat Indonesia rentan kembali ke pemerintahan yang tirani.

Sebenarnya wajar sekali kalau DPR sesekali membuat salah dalam perancangan UU, karena berapa tahun sih kita belajar sistem demokrasi betulan? Keberadaan MK jelas bukan sebagai musuh yang ditakuti, tetapi sebuah rekan untuk membuat UU yang lebih baik, sesuai konstitusi negara, dan yang paling penting: menguntungkan para pemilih , pembayar pajak, dan pemilik sumber daya alam Indonesia.

Menjinakkan Mahkamah Konstitusi
Tagged on:

10 thoughts on “Menjinakkan Mahkamah Konstitusi

  • December 23, 2006 at 2:02 am
    Permalink

    kayaknya MK hanya nyari kerjaan aja. Kan biar bisa terus eksis.. :-D, dari pada nantinya ditutup seperti beberapa departemen yang sudah ada sebelumnya.

    Reply
  • December 23, 2006 at 3:28 am
    Permalink

    apa ada teori konspirasi untuk mengembalikan pemerintahan yang tirani? hmmmm…. bisa jadi ya.

    btw, aku kangen ama tema entry “top ten pertanyaan” nih… kapan mo bikin lagi?

    Reply
  • December 23, 2006 at 5:28 am
    Permalink

    waaah asyik tuh pasal penghinaan terhadap president dibatalkan hehe wink wink

    Reply
  • December 23, 2006 at 6:50 am
    Permalink

    Microkelana: MK nyari kerjaan atau melaksanakan tugasnya?

    Top Ten-nya belum ada rencana mas :D

    Dian: yah begitulah, sekarang bisa menghina presiden sepuasnya :P Kalau menghina ketua MPR dan ketua DPR boleh ndak ya :D Heheheheh.

    Reply
  • December 23, 2006 at 2:41 pm
    Permalink

    oooo… aku baru tau kalo MK itu udah ada hasil kerjanya… :D
    udah ga ada sosialisasi… ga kedengeran gaungnya… ternyata masih bisa kerja tho… ;P

    Reply
  • December 23, 2006 at 9:02 pm
    Permalink

    ketua MK aja melantik dirinya sendiri.. wah untoucheble position nih :P

    Reply
  • December 24, 2006 at 2:34 pm
    Permalink

    Iya, agak konyol sih menurut saya. Tetapi ini sebenarnya juga merupakan kesalahan legislasi dari DPR sendiri, apakah DPR tidak menyusun tata cara pelantikan ketua MK?

    Mungkin, in mungkin juga (karena saya bukan sarjana hukum), karena MK itu bertugas untuk menfsirkan konstitusi, dan karena konstitusi itu dirancang oleh MPR, maka seharusnya yang melantik itu adalah MPR. H

    Tapi gak penting ah, siapa melantik siapa :)

    Reply
  • January 15, 2007 at 1:07 pm
    Permalink

    sebenarnya kesalahan tidak bisa juga ditimpakan kepada MK. banyak hal yang baik telah dibuatnya, sebaliknya hal-hal yang tidak baik menurut kita mungkin karena ketidaktahuan kita (khususnya DPR) pada logika hukum yang digunakan MK. sudahkah dibaca putusan-putusan MK?lebih baik pertanyaan ini diajukan sebelum mengkritik MK. Saya yakin DPR maupun sebagian besar masyarakat yang mengumbar kesalahan MK belum melakukan kajian ilmiah pada putusan-putusan MK. Bila ternyata ada logika yang tidak tepat dalam putusan, secara intelektual bisa disampaikan kepada hakim-hakim konstitusi, sehingga menjadi sumber hukum hakim dalam memutuskan perkara-perkara selanjutnya.

    menurut saya MK masih lebih baik dari pengadilan yang lain. Dari segi akuntabilitas dan kualitas putusan, MK masih mencitrakan good governance. labih baik mendukung dengan kritik yang membangun, dari pada sekedar menghapuskan sebuah lembaga tanpa merespon kepentingan masyarakat yang paling utama, yaitu kepercayaan publik atas penghargaan pada hakhak konstitusionalnya.

    Reply
  • February 2, 2007 at 2:03 pm
    Permalink

    Salam hormat dan salam kenal,
    kebetulan ketika surfing tentang “Konstitusi Indonesia” di Google, saya turut membaca blog anda. singkat dan cukup bagus substansinya, meski kurang lengkap datanya terutama tentang kewenangan dan kewajiban MK.
    Saudara Hormon, maaf saya sebut itu karena saya lebih ingat nama blog-nya…:D, sering mengakses website MK kan? http://www.mahkamahkonstitusi.go.id
    karena, di situ cukup banyak informasi yang tentunya akan membantu Saudara memperkaya substansi tulisan, terutama yang terkait dengan eksistensi UUD 1945 yang kini sering dipermasalahkan oleh mereka yang pro dan kontra.

    Sedikit tambahan dari saya, kehadiran MK merupakan syarat bagi dilaksanakannya demokrasi konstitusional yang kini kita tegakkan dan termaktub di dalam UUD 1945 yang telah diamendemen. Selain itu, keberadaan MK adalah menjadi tools untuk mengontrol demokrasi, karena kehendak mayoritas tak mencerminkan kebenaran. Disinilah peran MK, untuk mengoreksi ketidakbenaran (kalau ada) yang diamini oleh mayoritas legislator dan pemerintah yang bertugas merancang dan mensahkan undang-undang.

    Untuk Saudara Micokelana, MK tidak sedang mencari-cari pekerjaan, karena MK tidak diperkenankan menjadi lembaga yang aktif, melainkan pasif. MK ada pekerjaan manakala ada permohonan uji materi undang-undang atau uji persoalan lainnya yang sesuai dengan kewenangan dan kewajiban MK.

    demikian dan terima kasih.

    Salam,

    Wix Boed

    Reply
  • June 11, 2007 at 4:08 pm
    Permalink

    Sekedar kalau boleh memberikan contoh memberikan komentar yang bener ya kayak komentar yang diberikan m’Wix Boed ini loh, gak asbun, dengan dasar pemikiran yang jelas.
    Masyarakat kita sekarang terlalu gampang utk memberikan comment yang terpengaruh emosional opini publik tanpa memahami isi, tanpa data. So, jangan ikut2an gitu dong…

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.