Tadi siang di radio, diberitakan kalau dalam rangka hari ibu, ratusan ibu muslim di Sulawesi, Medan dan Jakarta berdemo menolak keadilan dan kesetaraan gender. Menurut para perempuan tersebut, kesetaraan gender adalah sebuah misi liberalisasi keluarga dari barat.

Baru sekali ini saya dengar orang menolak diberi keadilan dan kesetaraan. Lagipula, liberal itu kan sebuah semangat untuk memberikan kemerdekaan pribadi. Kenapa harus menjadi momok yang sedemikian menakutkan? Atau itu cuma jargon demi terbentuknya musuh bersama? Jujur, waktu itu saya bingung dengan esensi demo ini.

Dalam segmen berikutnya para ibu pendemo itu memaparkan kekhawatirkan mereka bahwa wanita yang haknya setara akan bekerja, sibuk di kantor, dan tidak sempat mengurusi anak dan suaminya. Imbasnya suami selingkuh, anak tergila-gila pornografi atau terluka di-smackdown.

Ooo, ternyata inti masalahnya itu. Masuk akal. Apakah saya dapat menyimpulkan bahwa menurut pendemo semua celah yang memungkinkan wanita untuk sibuk di luar rumah, haruslah ditutup rapat-rapat?

Bagi ibu-ibu pendemo yang telah berdemo susah payah, saya ingin kembali mengingatkan bahwa negara kita juga menghormati kebebasan individu. Tidak semua wanita ingin menjadi seperti ibu pendemo, seperti juga ibu-ibu pendemo tidak ingin menjadi wanita yang sibuk di luar rumah. Suka, tidak suka kita perlu menghormati perbedaan itu.

Perlu diingat kalau keran kebebasan ini adalah sebuah hak. Jika ibu pendemo tidak suka, silahkan haknya tidak usah diambil, dan fokuskan menjadi ibu yang terbaik 24 sehari. Tapi biarkan mereka yang tidak seperti ibu, tetap menjadi mereka, apa adanya.

Jika ibu-ibu pendemo ingin semua wanita indonesia tidak sibuk di luar rumah, mohon lakukan dengan cara yang benar, misalnya dengan membuat kampanye “Ibu Yang Baik” atau desak pemerintah untuk memberikan insentif bagi ibu yang tidak bekerja. Jangan dengan merampas hak wanita yang lain.

Protes Pornografi dan Kekerasan
Dalam demo yang sama, ibu-ibu tersebut juga meminta pemerintah untuk memberantas pornografi dan kekerasan di media massa, termasuk juga memberantas smackdown. Hehehe, serasa komunis ya? Apa-apa mau disensor.

Saya terpaksa mengasumsikan bahwa protes ini adalah indikator bahwa mayoritas orang tua yang protes tidak mampu mendidik dan mengarahkan anaknya. Orang tua yang baik tidaklah orang tua yang memblokir pengetahuan, tapi orang tua yang mengarahkan mana yang baik dan mana yang jelek. Jika anak menonton smackdown, seharusnya anaknya dikasih wejangan kalau itu cuma akting dan jangan dicontoh karena mereka yang smackdown itu memang sudah ahli smackdown.

Lalu kenapa ada orang tua yang tidak mampu mendidik? Mungkin karena memang tidak bakat jadi orang tua, mungkin juga karena kawin muda akibat takut berzinah.

Saya terkekeh, boro-boro mau poligami, mendidik anak aja nggak bisa.

Perempuan Menolak Kesetaraan Gender? Serius?
Tagged on:     

50 thoughts on “Perempuan Menolak Kesetaraan Gender? Serius?

  • December 21, 2006 at 5:20 pm
    Permalink

    kedua! lho.. ini bukan seleb blog ding :p

    btw, i totally agree. ya begitulah secuil gambaran umum orang indonesia. masih shock dengan kebebasan berpendapat dan banjirnya informasi… kali’.. heheh

    Reply
  • December 21, 2006 at 5:45 pm
    Permalink

    Ya repot kalo kesetaraan gender digambarkan hanya untuk bekerja. Kesetaraan gender kan luas banget realisasinya hehehe

    Reply
  • December 21, 2006 at 7:43 pm
    Permalink

    Yang aneh lagi, apakah ibu-ibu ini tidak melihat bahwa aksi mereka berdemo sebetulnya adalah bagian dari kampanye kesetaraan gender? Kalau ga dianggap setara, ga ada gunanya teriak2 di jalan dong, hehe…

    Reply
  • December 21, 2006 at 8:19 pm
    Permalink

    kesetaraan kan membuat si ibu jadi bebas memilih, mau di kerja di rumah atau kerja di luar rumah.

    ibu2 yang aneh :D

    Reply
  • December 21, 2006 at 8:19 pm
    Permalink

    ha??

    haa???

    *binun*

    ah, mereka partai-partai politik ini..
    cari sensasi aja..

    Reply
  • December 22, 2006 at 2:32 am
    Permalink

    speechless. tapi pada rajin2x juga yak itu ibuk2x. udah minta izin suami, buk..?

    Reply
  • December 22, 2006 at 2:35 am
    Permalink

    itu ibu2 pasti ibu2 yang berkacamata kuda deh… ngga tau apa yang menurut mereka benar bukanlah kebenaran buat yang lainnya. am i right?

    Reply
  • December 22, 2006 at 7:58 am
    Permalink

    Ya bagitulah, memang bikin speechless. Waktu dengar berita ini di radio saya jadi garuk-garuk kepala lama banget.

    Reply
  • December 22, 2006 at 8:19 am
    Permalink

    secara saya bukan ibu-ibu dan tidak berencana mendekati ibu-ibu dalam waktu dekat, jadi saya ndak ngerti

    Reply
  • December 22, 2006 at 9:52 am
    Permalink

    Wakakakakakakakakakakakakakakakak !!!

    >Can’t stop laughing< you always successfully make my day …

    Reply
  • December 22, 2006 at 10:18 am
    Permalink

    Lah, kok ironis banget?
    Kalo demo, ngga takut waktunya ilang buat demo, dan malah betul2 tidak sempat mengurusi anak dan suaminya. Selagi demo, suami selingkuh, anak tergila-gila pornografi atau terluka di-smackdown, wekekekeke

    Mirip orang sambil merokok menasehati orang lain untuk tidak merokok. Wekekekeke

    Reply
  • December 22, 2006 at 10:46 am
    Permalink

    yah sebelum protes demo mungkin perlu ngaca dulu , bener ora to iki, yang sana yang gak beres apa justru kita sendiri yang salah

    Reply
  • December 22, 2006 at 12:44 pm
    Permalink

    Sensor Media? Bukan seperti itu dong ! Karena harus disadari bahwa Media TV yg sangat mudah diakses oleh seluruh lapisan masy akan menjadi salah satu media pembelajaran yang gampang ditiru. Oleh karena itu cobalah buat tayangan misalnya berupa sinetron yang benar2 mencerminkan kehidupan masy INd umumnya dengan segala perjuangan hidup yang harus dilakukan sesuai kondisi neg ini saat sekarang. Jangan seperti tayangan sinetron umumnya yang sekarang bayak ditayangkan yang sama sekali bukan cerminan pola hidup yang layak untuk ditiru, karena tidak lebih yang dipertontonkan hanyalah contoh sikap hidup hedonis! Coba buat tayangan yang membantu membangan “Nation and Character Building ” yang sekarang sudah hampir punah ini.!

    Reply
  • December 22, 2006 at 12:50 pm
    Permalink

    Ibu-ibu… Ibu-ibu…
    Suka ga nyadar sama yang dilakukan…
    Yang lebih tega, orang yang menggerakkan ibu-ibu ini..
    Untung mama saya da ikut-ikutan, I love you, mom..!

    Reply
  • December 22, 2006 at 12:50 pm
    Permalink

    mereka salah kaprah tentang pemahaman mengenai keadilan dan kesetaraan gender di sini. saya sendiri mendukung kesetaraan gender, tapi perempuan pun harus dapat me-manage hak-haknya itu supaya keadaan keluarganya ngga jadi chaos. nggak mau keadilan & kesetaraan gender? jadi mereka bakal manut aja gitu kalo misalnya suaminya trus jadi abusif, kerjaannya kaga bener & bisanya nyalahin istrinya terus?

    bolehlah mereka rela hak2nya dipasung laki2 nggak tau diri. tapi nggak usah ngajak2 mereka yang justru sebaliknya, memperjuangkan hak2nya sebagai sesama manusia.

    lalu masalah tidak mampu mendidik lalu menyalahkan smackdown dll. ah, buruk muka cermin dibelah. yang begitu, mengaku agamis.

    aku sependapat bahwa kesetaraan gender nggak cuma masalah perempuan ikut bekerja. sempit banget pemikirannya kalau begitu.

    ah aku sedih melihat mereka. kasihan. entah pikirannya diapakan suami mereka sampai jadi begitu.

    “saya cuma bisa istighfar”

    maaf kalo komentarnya rada emosional. soalnya sayah guemes kalau menghadapi soal beginian! :)

    Reply
  • December 22, 2006 at 3:16 pm
    Permalink

    Hah.. yang pada aneh ngeliat para ibu gak suka ada tayangan smackdown.. gw mau tanya; Udah Pada Pernah Jadi Ibu?

    Gw sih belum… makanya gak mau komen dulu sambil menganggap para ibu itu aneh…

    Reply
  • December 22, 2006 at 5:24 pm
    Permalink

    Tidak perlu jadi dokter untuk tahu soal gizi yang baik. Tidak perlu jadi sastrawan untuk jadi penulis koemntar yang baik ;) Bahkan untuk menjadi sok suci, anda tidak perlu terlalu suci-suci amat kok.

    Justru, menurut saya, para ibu ini menilai smackdown tidak subyektif lagi (sebagai ibu) sehingga kepanikan yang dihasilkan pun tidak pas. Bukankan setiap kali ada penilaian subyektif perlu diimbangi dengan penilaian yang obyektif?

    Reply
  • December 22, 2006 at 7:11 pm
    Permalink

    hahaha, menarik nih.. :)

    Reply
  • December 22, 2006 at 9:59 pm
    Permalink

    Komenku cuman:
    Jangan mengaku orang yang demokratis dan menghormati kebebasan berpendapat kalau masih suka mencela orang lain dengan pemikiran yang berbeda dengan anda

    Jangan buat orang lain juga tertawa terpingkal-pingkal melihat tingkah kekanak-kanakan dengan menganggap pendapat kita paling benar padahal kita mengaku penganut kebebasan berpendapat

    Reply
  • December 22, 2006 at 10:31 pm
    Permalink

    Saya ndak paham ini, apakah kalau mengaku menghormati kebebasan berpendapat kita juga harus menganggp pendapat kita paling salah? ;)

    Apa sih korelasi antara bebas berpendapat dengan merasa pandangannya benar?

    Reply
  • December 23, 2006 at 5:23 am
    Permalink

    dari kecil, aku dan teman2x waktu di riau, udah sering nonton wrestling dari tv singapore. ibu and bapakku gak pernah ngelarang…and kami2x gak pernah ikutan bergulat.

    and, aku juga seorang ibu.

    (duh, word verification udah 2x salah neh hikhik)

    Reply
  • December 23, 2006 at 12:15 pm
    Permalink

    @tikabanget – yang demonstrasi tersebut adalah HTI (Hizbut Tahrir indonesia), dan setahu saya, mereka anti partai politik.

    Reply
  • December 23, 2006 at 12:31 pm
    Permalink

    @sushartami – setahu saya, ibu-ibu itu menolak konsep kesetaraan gender versi barat, karena cenderung bisa menelantarkan tanggung jawab mereka, dan keluarganya.

    saya sudah lihat sendiri implementasi kesetaraan gender di negara asalnya yang sudah cukup kebablasan – kadang kala ketika ada laki-laki yang mampu, namun justru perempuan yang dipilih; karena takut dituduh bias gender :)

    konsep meritocracy dibuang jauh-jauh ke laut, he he.

    @kiki – yang protes smackdown setahu saya bukan cuma kalangan agamis. Para pelindung anak seperti kak Seto termasuk pemrotes yang paling keras.

    menolak konsep kesetaraan gender versi barat ==/== setuju untuk di abuse suami lho :)
    Kesimpulan itu saya rasa agak naif.

    @dian mercury – kalau menilik dari berbagai kasus yang ada, sepertinya keluarga adalah perkecualian. congratulations.

    tetap saja fakta bahwa banyak orang tua yang kesulitan membendung efek negatif dari televisi. mudah-mudahan kita bisa menghindari sikap holier-than-thou, “halah, ngatasin tayangan smackdown ke anak-anak saja gak becus amat sih. dasar geblek semua, jadi ilang nih tayangan fave gw”, dan bisa lebih empati dengan masalah mereka.

    Reply
  • December 23, 2006 at 1:05 pm
    Permalink

    implementasi kesetaraan gender di negara asalnya yang sudah cukup kebablasan – kadang kala ketika ada laki-laki yang mampu, namun justru perempuan yang dipilih; karena takut dituduh bias gender :)

    Saya rasa itu adalah kesalahan pada penerapan, bukan kesalahan konsep kesetaraan gender. Mohon jangan mencampur permasalahan pada level implementasi dengan kesalahan pada level konseptual.

    yang protes smackdown setahu saya bukan cuma kalangan agamis. Para pelindung anak seperti kak Seto termasuk pemrotes yang paling keras.

    Saya kok belum dikasih ataupun mendapatkan argumen yang masuk akal kalau professional wrestling itu menyebabkan anak kecil menjadi violent? Sepertinya kekhawatiran ini sama sekali tidak berdasar, dan justru menunjukkan bahwa kalau ortu yang protes justru ortu yang merasa tidak mampu mendidik anaknya. Dan melimpahkan kesalahan ke orang lain.

    Andaikan di Indonesia smackdown dilarang, tapi toh yang namanya informasi itu cepat atau lambat akan sampai ke anak.

    Sekarang pilihan kembali ke orang tua, smackdown ditonton anak dengan pengertian dan pendampingan orang tua; atau ditonton sendiri oleh si anak.

    Solusi saya sederhana sebenarnya, kita perlu punya rating system yang bagus,s ehingga orang tua dapat mudah memilih acara mana yang layak ditonton anaknya. Ini adil karena tidak menganggu orang lain. Tapi tidak efektif juga karena anak kecil yang kemarin meninggal di msackdown itu nontonnya di VCD. Berarti penjualan VCD juga perlu diregulasi. Diregulasi bukan dilarang.

    tetap saja fakta bahwa banyak orang tua yang kesulitan membendung efek negatif dari televisi. mudah-mudahan kita bisa menghindari sikap holier-than-thou, “halah, ngatasin tayangan smackdown ke anak-anak saja gak becus amat sih. dasar geblek semua, jadi ilang nih tayangan fave gw”, dan bisa lebih empati dengan masalah mereka.

    Bukankah “Aduh, acara ini kok kejam sekali ya, mbok pemerintha menyetop acara semacam ini, kasihan anak-anakku melihat kekejaman seperti ini. Penonton Smackdown yang suka kesadisan tolong menahan diri”, adalah bentuk lain dari sikap holier-than-thou? :)

    Reply
  • December 23, 2006 at 5:11 pm
    Permalink

    @harry sufehmi, yang menjadi pertanyaan saya kan sebetulnya “aksi berdemo” itu sendiri adalah bagian dari apa yang diperjuangkan dalam kerangka kesetaraan gender (jika tidak dianggap setara, maka perempuan tidak akan pernah mendapat akses ke publik). Ini kan seperti menolak sesuatu yang sebetulnya dilakukannya sendiri? Seperti dibilang Herman, jangan dicampur antara konsep dan implementasi.
    Kalau perempuan yang bekerja di luar rumah yang diprotes, saya rasa tidak adil sekali karena banyak dari mereka terpaksa harus bekerja. Tidakkah protes seperti ini justru akan bias kelas?
    Ada banyak yang dipertaruhkan jika konsep kesetaraan dan keadilan gender ditolak hanya karena dihubung-hubungkan dengan “barat”.

    Reply
  • December 25, 2006 at 1:02 am
    Permalink

    Mon…
    Menurut loe, apa sih esensi dari “kesetaraan gender” yang dimaksud dalam UU itu dan apa yang “didemo” oleh ibu2 itu.

    Karyawan perempuan bisa cuti hamil 3 bulan. Apakah jadi tidak bisa lagi? Cuti haid juga(?)

    Bagaimana menurut loe mengenai implementasi kebebasan yang bener. Kan yang kebebasan versi barat yang kebablasan itu menurut loe karena salah implementasi.

    Kalo loe boleh berpendapat kalo ibu2 yang demo itu salah, ya wajar dong kalo ibu2 itu menganggap kalo protes loe ke mereka juga salah. Kamu bebas berpendapat, mereka juga bebas berpendapat. Halah….

    Karena ini demokrasi, kebenaran di tangan mayoritas. Kalo yang pro ibu2 itu > yang pro loe maka suka tidak suka loe ikut mereka. Dan sebaliknya. So, carilah dukungan sebanyak2nya sehingga pendapat kita jadi bener :)

    Reply
  • December 25, 2006 at 9:30 am
    Permalink

    Implementasi yang baik tentunya yang melindungi hak-hak tiap gender :) Bagaimana di Amerika implementasinya bisa meleset seperti itu, dugaan saya sih karena sistem hukum sana yang perlu diperbaiki lagi. Sayang mas Harry Sufemi tidak menyebutkan seberapa sering hal spt itu terjadi.

    Demokrasi tidak berarti kebenaran mayoritas. Justru demokrasi seharusnya mengayomi semua orang, termasuk yang minoritas. Majority Rule, Minority Right.

    Reply
  • December 25, 2006 at 11:01 pm
    Permalink

    mas Herman, maksut saya adalah cobalah berargumentasi tanpa menjudge negatif lawan pendapat anda.
    maksut saya yang seperti ini :
    Saya terpaksa mengasumsikan bahwa protes ini adalah indikator bahwa mayoritas orang tua yang protes tidak mampu mendidik dan mengarahkan anaknya. Orang tua yang baik tidaklah orang tua yang memblokir pengetahuan, tapi orang tua yang mengarahkan mana yang baik dan mana yang jelek. Jika anak menonton smackdown, seharusnya anaknya dikasih wejangan kalau itu cuma akting dan jangan dicontoh karena mereka yang smackdown itu memang sudah ahli smackdown.

    Lalu kenapa ada orang tua yang tidak mampu mendidik? Mungkin karena memang tidak bakat jadi orang tua, mungkin juga karena kawin muda akibat takut berzinah.

    Saya terkekeh, boro-boro mau poligami, mendidik anak aja nggak bisa.

    Klo memang ndak sependapat atau merasa mereka keliru kasih solusi dong, bukan ejekan :)

    Reply
  • January 1, 2007 at 12:28 pm
    Permalink

    maaf, mungkin saya mau nulis pendapat yang berbeda dari semua yang nyatain commentnya di blog anda ini. Kenapa saya yang sudah menjadi ibu ini menolak kesetaraan gender? Kenapa kami lalu turun ke jalan untuk meluahkan uneg-uneg kami ?
    1. KKG (keadilan dan kesetaraan gender) menurut saya sangat kontradiksi dengan pemikiran dan keyakinan yang saya yakini. Untuk mencapai kemuliaan bagi perempuan, baik dia ibu, anak ataupun pure single tidak lain cukuplah dia menaati apa yang Pencipta-Nya titahkan. Bukankah hanya sang PEncipta yang memahami apa yang diperlukan oleh ciptaan-Nya. Ide kesetaraan gender telah terlalu banyak menanamkan paham liberal yang bersumber dari kapitalis sekuler. dan saya serta kaum muslimin tidak perlu apa itu ideologi kapitalis sekuler,cukup islam sebagai ideologi kami, jalan kami dan petunjuk kami. Anda mungkin sebagai nonmuslim tidak memahami, namun telah ada fenomena peradaban imperium mulia yang memuliakan baik laki-laki maupun perempuan baik dia muslim maupun non muslim dan mereka hidup dalam imperium itu dengan damai karena Islam diterapkan tidak hanya sekedar sebagai agama, tetapi sebagai way of life. Bandingkan dengan peradaban kapitalisme saat ini, mampukah peradaban ini melindungi dan memuliakan perempuan ? Apakah dengan kebebasan sekuler yang diagungkan itu membuat perempuan menjadi mulia ? Silahkan anda jawab sendiri dengan nurani anda.
    Kedua, maaf, aksi turun ke jalan adalah satu cara untuk mengoreksi pemerintah yang telah lalai dalam mengatur urusan rakyatnya. Dengan seijin orang tua , suami juga anak-anak, mereka paham bahwa pemerintah harus diluruskan dalam menjalankan amanatnya. Dan di dalam Islam, perempuan diwajibkan beraktifitas pada sektor domestik (sebagai ibu rumah tangga)dan berdakwah membina para perempuan muslim lainnya baik domestik maupun publik . Dalam ranah publik, perempuan diboleh bekerja, menuntut ilmu dan menjalankan aktifitas yang dijinkan oleh sang Pencipta . Bagaimana dengan suami yang ringan tangan dan tidak memahami perempuan ? Itu adalah karena para lelaki saat ini memang ada yang tidak kompeten kualitas kepemimpinannya baik sebagai kepala keluarga bahkan dalam pemerintahan. Dan jawabannya adalah bukan dengan kesetaraan gender untuk meraih kemuliaan perempuan dan keluarga yang damai tentram, akan tetapi dengan penerapan syari’at Islam dengan pemahaman yang benar sesuai Al-Qur’an dan As-Sunnah. Inilah benturan peradaban, teman. Anda harus akui itu.sebentar lagi liberalisme dalam kapitalisme sekularis akan runtuh, tidakkan kalian rasakan gejolak ini ? Ihdinasshirathal mustaqiim. Amin

    Reply
  • January 1, 2007 at 12:58 pm
    Permalink

    Simbah: Klo memang ndak sependapat atau merasa mereka keliru kasih solusi dong, bukan ejekan :)

    Itu tadi argumen yang sangat klasik: jangan komentar kalau tidak punya solusi :)

    Walaupun lebih baik kalau kita juga memiliki solusi ketika mengkritik, tetapi untuk mengkritik tidak perlu solusi. Mengkritik adalah mengidentifikasi kalau sesuatu itu tidak benar, sekaligus menunjukkan yang benar itu seperti apa. Implementasinya seperti apa, itu perlu kerjasama.

    Dan apakah Simbah sudah membaca seluruh tulisan saya? Disitu ada beberapa solusi yang saya tawarkan. Jadi saya tidak cuma mengkritik, tapi menawarkan solusi.

    Voice of Soul, sepertinya anda juga tidak membaca tulisan saya. Perhatikan, apakah saya mencerca pendemo? Saya percaya betul berdemo adalah hak ibu-ibu; tetapi dengan berdemo di ruang publik tentu saja ada konsekuensi untuk dikritik dan dikomentari. Itu satu paket.

    Saya sangat terkejut karena saya telah difitnah sebagai orang kafir, karena saya pemeluk islam.

    Saya juga sangat tidak paham kenapa ‘kesetaraan gender telah terlalu banyak menanamkan paham liberal yang bersumber dari kapitalis sekuler’. Apakah kapitalis dan liberalisme salah? Anda juga meminta saya untuk membandingkan dengan peradaban kapitalisme saat ini, apakah mampu untuk melindungi dan memuliakan perempuan.

    Kalau saya menulis tulisan di atas, apakah tidak sangat jelas kalau menurut saya kesetaraan gender adalah positif. Saya senang semua umat memiliki kebabasan untuk memilih jalan kehidupan personalnya. Saya justru bertanya, apakah itu buruk?

    Mohon posting saya dibaca sekali lagi. Yang penting, menjadi wanita dengan hak yang setara atau tidak setara, adalah pilihan. Saya tidak memaksa anda untuk menjadi dengan hak setara, tetapi layaknya anda juga tidak memaksa wanita lain untuk menjalani hidup seperti anda.

    Reply
  • January 4, 2007 at 10:01 am
    Permalink

    Saya masih heran dengan orang yang menganggap konsep kesetaraan itu identik dengan kesamaan.
    Setara itu sederajat, bukan identik.

    Dan karena itu Islam pun menganut konsep kesetaraan jender, karena laki2 dan perempuan sederajat di mata Allah. Yang beda hanya perannya, dan menurut saya peran itu masalah kesepakatan dan pilihan.

    Jadi kalau dibilang konsep setaraan jender itu buatan Dunia Barat, kok rasanya aneh. Islam sudah lebih awal menyetarakan perempuan dengan mengangkat derajatnya. Konsep ini buat saya nggak perlu diperdebatkan.

    Yang mungkin ada perbedaan ada di level implementasi. Barat atau nggak Barat, pertanyaannya ada di level ini.

    Reply
  • January 24, 2007 at 3:50 pm
    Permalink

    mas Herman, katanya bisa mendahului DETIK, coba dong Anda search artikel kok mengapa mereka sampai berdemo seperti itu dan tampilin disini. Habis itu kita bahas bareng-bareng, gimana ? saya kira itu lebih fair dan menampilkan berita dari 2 sisi. bukan kayak di atas menghakimi sendiri secara negatif tanpa tahu yang sebenarnya tujuan ibu-ibu itu berdemo. Fair khan ?

    Reply
  • February 3, 2007 at 3:56 pm
    Permalink

    seru banget nih topik!!

    sampe2 ada yg nuduh bahwa yg nulis blog ini nonmuslim…heuheuheu

    voice of soul “sebentar lagi liberalisme dalam kapitalisme sekularis akan runtuh, tidakkan kalian rasakan gejolak ini ?”

    yg gw rasain sih bukan gejolak itu…tp “gejolak-gejolak” yg lain.

    Piss! CASE CLOSED

    Reply
  • February 12, 2007 at 7:51 am
    Permalink

    klo mereka menolak,berarti itu lah bentuk kebodohan perempuan-perempuan indonesia. mereka belum bisa menerima kebijakan yang sangat baik………….. kasian banget ya bangsa ini……..
    punya rakyat yang kurang bisa memahami mana yang terbaik.
    pa lagi perempuannya
    waduuuuuuuuuuuuuuuuu

    Reply
  • February 17, 2007 at 2:25 pm
    Permalink

    Keadilan dan kesetaraan gender,ada yang setuju ada yang menolak. Klo mnurut aq pembahasan ini tidak sekedar bagaimana perempuan dapat memperoleh keadilan dan kesetaraan dalam kehidupannya sehingga diharapkan ia memperoleh kebahagiaan.ada aspek yang sama antara anda yang menolak dengan yang menerima,yakni semua beralasan ingin memuliakan perempuan,ingin menyelesaikan problem perempuan.Namun ada hal yang berbeda diantara keduanya,yakni dari aspek mendasar memandang kehidupan itu sendiri serta apa2 yang ada dalam kehidupan ini.saya seorang muslim,yang saya pahami adalah bahwa hidup ini akan berakhir.setelah berakhir, kita akan dibangkitkan lalu dimintai pertanggungjawaban atas apa yang kita lakukan di dunia.sebagai perempuan pun akan ditanya tentang kewajiban,peran dan tanggungjawab kita selama menjadi perempuan di dunia.baik buruknya pertanggungjawaban itu tentu ada standarnya,dan standar ini bukan dibuat oleh manusia yang terbatas,tapi made in Pencipta man/perempuan itu sendiri.standar ini mau dimengerti/tidak,diambil/tidak itu memang pilihan man/perempuan.namun ingat bahwa pilihan itu akan dimintai pertanggungjawaban,ada reward,ada pula sanksi.bagi perempuan yg menolak KKG,mgkin dalih mereka adlh standar ini,shg mereka tidak akan tinggal diam dg konsep KKG yang secara fakta memang diusung dr barat.Memang masalah perempuan,tidak berdiri sendiri.dia berkaitan dengan masalah yg lain seperti kebijakan negara,kebijakan negara berkaitan dg asas negara dalam mengatur rakyatnya serta pelaksana2nya.hal ini jg harus didudukkan dalam melihat masalh KKG.mohon jgn sepotong.bagi yang menolak,mgkin dilema juga bagi anda,karena terjebak oleh kondisi saat ini yang menjadikan anda ingin setara dg laki2,terpenuhi haknya spt laki2.Klo menurut saya,kesetaraan dalam Islam itu,terletak pada kemakhlukan kita sebagai manusia.pria dan wanita dihadapan Allah SWT sama2 sebagai makhluk,yg membedakan adalah derajat ketakwaannya.nah…,disini masalahnya,ketakwaan yang seperti apa?Apakah dg KKG akan mampu membuat perempuan meraih ketakwaannya?apakah tanpa KKG manusia juga mampu meraih ketakwaannya?Shg kita memang perlu belajar lagi memahami konsep takwa,kemakhlukan kita sebagai manusia,serta pilihan2 kita dimana kita hidup dalam sistem yg spt ini.may be that’s all.thanx

    Reply
  • March 2, 2007 at 2:14 pm
    Permalink

    namanya juga di era globalisasi (yang katanya orang tua; jaman makin edan), yo mesti arus informasi mengalir deras (sederas arus kali Ciliwung), kita dituntut buat pinter-pinter nyaring informasi tersebut. Mesti bisa milah, mana yang berdampak negatif n mana yang berdampak positif.
    mengenai profesional wrestling sampe ada korban berjatuhan (walah, kaya duren jatuh dari pohon aja.., mbok ya jangan hanya menyalahkan pihak A ato pihak B… mari kita sama-sama memaklumi kondisi yang memang realitanya terdapat sistem yang anarkhis dengan tetap mengedepankan idealisme berfikir kritis….Tataran teori dan praktek harus seimbang

    Reply
  • March 16, 2007 at 11:56 am
    Permalink

    Weleh… saya mencoba coComment di thread ini untuk membantu memberitahu jika ada komentar baru. Lha, ternyata sudah banyak comment baru; tapi entah kenapa tidak terlacak di coComment.com :)
    Maaf saya jadi telat reply nya.

    implementasi kesetaraan gender di negara asalnya yang sudah cukup kebablasan – kadang kala ketika ada laki-laki yang mampu, namun justru perempuan yang dipilih; karena takut dituduh bias gender :)

    Saya rasa itu adalah kesalahan pada penerapan, bukan kesalahan konsep kesetaraan gender. Mohon jangan mencampur permasalahan pada level implementasi dengan kesalahan pada level konseptual.

    Awalnya dari kesalahan konsep mas.
    Konsep kesetaraan gender versi Barat adalah wanita == pria. Lalu dilanjutkan dengan politically correctness, akhirnya sampailah kita kepada praktek-praktek yang mencengangkan & lucu2 itu tadi :)

    Satu contoh lucu lagi, di Inggris lebih banyak terjadi penganiayaan pria oleh wanita daripada sebaliknya :D saya sih nggak terlalu peduli soal itu (doh kan udah pada dewasa cing, selesaikan saja sendiri masalahnya), tapi kemudian salah satu lanjutannya adalah jadi bermasalah pada pendidikan anak-anak. Kalau ini terus terang saya prihatin.

    Konsep kesetaraan gender Barat punya beberapa kelemahan mendasar, juga cenderung ekstrim dan membabi buta dalam implementasinya.
    Di sisi yang lain, pihak agamawan (bukan cuma Islam) juga banyak yang ekstrim dalam perlakuannya kepada wanita.
    Kedua hal ini sama-sama tidak baik.

    Mengenai konsep kesetaraan gender yang lebih tepat, saya pribadi setuju dengan komentar mbak Yanti.

    yang protes smackdown setahu saya bukan cuma kalangan agamis. Para pelindung anak seperti kak Seto termasuk pemrotes yang paling keras.

    Saya kok belum dikasih ataupun mendapatkan argumen yang masuk akal kalau professional wrestling itu menyebabkan anak kecil menjadi violent? Sepertinya kekhawatiran ini sama sekali tidak berdasar, dan justru menunjukkan bahwa kalau ortu yang protes justru ortu yang merasa tidak mampu mendidik anaknya. Dan melimpahkan kesalahan ke orang lain.

    Bukannya sudah banyak dibahas dimana2, mungkin bisa coba di googling lagi mas. :)

    Yang paling mendasar – sifat anak adalah peniru. Anak adalah salah satu peniru yang paling baik, jauh mengalahkan kita.
    Satu contoh, ketika kami pindah ke Inggris, anak saya langsung lancar cas cis cus berbahasa Inggris PLUS dengan logat lokal (alamak… logat black country termasuk yang paling ‘ndangdut padahal :D ) — mengalahkan saya & istri, he he.

    Kalau langsung digeneralisir bahwa orang tua tidak sanggup mendidik anak, waduh saya kira kok kejam sekali ini :)
    Sepertinya mas Herman perlu punya anak dulu nih, lalu coba dilakoni sendiri, he he.

    Kalau saya pribadi sih bukan cuma anti Smackdown, tapi lebih lagi, yaitu merekomendasikan untuk tidak usah pasang TV. Terus terang, saya bingung kalau ditanya yang mana acara TV sekarang ini yang bisa bermanfaat untuk anak-anak.
    Alhamdulillah, anak-anak saya sehari harinya sering keluyuran menjelajah lingkungannya bersama kawan-kawan (item-tem deh :D), jadi lebih bersosialisasi, dan mendapat kesenangan2 seperti ketika saya masih kecil dulu — instead of pasif disuapi TV sepanjang hari.

    Bukankah “Aduh, acara ini kok kejam sekali ya, mbok pemerintha menyetop acara semacam ini, kasihan anak-anakku melihat kekejaman seperti ini. Penonton Smackdown yang suka kesadisan tolong menahan diri”, adalah bentuk lain dari sikap holier-than-thou?

    Mungkin kita coba melihat dari sisi pandang yang lain — kira-kira apa manfaat dari acara Smackdown ?

    Soalnya saya nggak berhasil menemukan satu pun yang signifikan, he he.
    Kalau cuma rekreasional, namun dengan efek samping yang sudah sedemikian besar, sorry saya belum bisa terima.

    Saya terus terang tidak suka, apaan sih kok malah ngajarin orang untuk petantang petenteng ? Ick, saya geli dengan orang yang cuma bisa pamer otot, tapi ruangan diantara kedua telinganya cenderung kosong. WTF. Kayak kita masih kekurangan preman saja di sekitar kita. Absolutely useless.

    Padahal sayang kan, dengan jangkauan media TV yang sedemikian luas, bisa sangat banyak manfaatnya. Lha, ini malah cuma show of force, kekerasan, kekejaman, dst. Alamak.

    Kalau perempuan yang bekerja di luar rumah yang diprotes, saya rasa tidak adil sekali karena banyak dari mereka terpaksa harus bekerja. Tidakkah protes seperti ini justru akan bias kelas?

    Saya setuju dengan Anda, tidak bisa kita generalisir memprotes perempuan yang bekerja di luar rumah. Saya juga ada beberapa kawan yang demikian kasusnya.

    Tapi kalau perempuan yang bekerja di luar rumah sampai mengabaikan / menelantarkan kewajibannya; saya kira ini layak untuk kita beri masukan dengan cara yang baik.

    Ada banyak yang dipertaruhkan jika konsep kesetaraan dan keadilan gender ditolak hanya karena dihubung-hubungkan dengan “barat”.

    “barat” itu cuma pelabelan saja saya kira agar jadi simple dan dalam diskusi tidak jadi berpanjang lebar berkali-kali menjelaskan ulang definisinya.

    Kalau menurut saya pribadi, definisi kesetaraan gender versi barat adalah dimana perempuan == pria.
    Dan ini saya kira tidak tepat. Saya pribadi lebih setuju dengan konsep yang sudah dijelaskan oleh mbak Yanti diatas.

    Thanks.

    Saya tidak memaksa anda untuk menjadi dengan hak setara, tetapi layaknya anda juga tidak memaksa wanita lain untuk menjalani hidup seperti anda.

    Menarik… kalau begitu logikanya, berarti pendemo untuk kesetaraan gender versi barat sebaiknya juga jangan berdemo ya ?
    (karena “…tetapi layaknya anda juga tidak memaksa wanita lain untuk menjalani hidup seperti anda”)

    Reply
  • March 19, 2007 at 9:26 pm
    Permalink

    wah…bapak ibu kakak sekalian sepertinya anda semua berdebat tentang masalah ini membawa nama anak.

    dari awal saya baca bahwa ibu” mendemo KKG karena takut ank”nya ‘tidak terkontrol’ akibat –salah satunya– tontonan spt smackdown. alsannya klasik…karena mereka tidak memperhatikan anak mereka krn sibuk bekerja atau entah hal lain.

    yang kedua soal poligami walau tidak disinggung terlalu dalam disini. ada yang memandang poligami sebagai pembodohan perempuan. tapi jangan salah, ada yang memandang poligami sebagai ‘kebanggaan’. baik dalam ekonomi maupun sosial. interpretasi hal ini saya serahkan pada imajinasi anda tp asal tau saja yg dimaksud kebanggaan disisni cnthnya dlm soal ekonomi. si laki bangga krn dpt menghidupi wanita”nya dengan adil yg melambangkan bahwa si laki hidup makmur. bagi si perempuan, si laki bisa dibanggakan karena ya itu td, memenuhi “kebutuhan” mereka.

    Apa hubunganny? Ya menurut saya….
    – KKG memang konsepnya berasal dari barat namun bukan berarti peradaban manusia paling kuno sekalipun tidak mendukung KKG sblmny. bukankah setiap agama di muka bumi ini mengajarkan bahwa man/wmn adalah setara. yg membedakan mereka hanya dosa dan kebaikan mereka…jadi KKG tidak berasal dari barat. kita bpikir hal itu dari barat sebab hal itu lebih vokal di negara barat.

    -ketika KKG dikumandangkan di INdonesia beberapa langsung pro/kont..maklum saja tingkat pendidikan belum memadai…yg pro memandang bahwa KKG merupakan kebebasan individu dan merupakan hak manusia plg asasi (maksudnya ‘bebas menentukan pilihan tanpa paksaan’) dan poligami adalah penyiksaan…yg kontra memandang KKG sebagai sesuatu yg haram dan poligami sbg, ya itu td, hal yg bisa dibanggakan.

    -anak sering jadi tameng dan korban bg masalah org dewasa. ketika suatu konflik (spt smackdown), agar orangtua yg (maap) tidak bisa/ tidak mengerti cara mendidik, mereka berjuang u/ membela hak mereka agar dampaknya yaitu orgtua tdk dituduh ‘tidak bisa mendidik. tp hal it jg mengorbankan anak”….mereka dibawa-bawa sehingga mereka sendiri tidak didengar suaranya oleh ortu dan kroninya berdebat. akhirnya anak cuma jadi kambing congek….bah…

    tapi kembli lagi….hak asasi manusia yg paling asasi adlah memilih tanpa tekanan maupun paksaan… terutama wanita, bebas memilih apakah menerima KKG dn poligami ini atau tidak karena ini adalah bagian dr pelaksanaan HAM….tpi satu hal lgi…jgn perbedaan ini menjadi alasan baru untuk kt semakin pecah…yg pro jgn memandang dan menghina mereka yg kontra dan yg kontra jgn mencaci mereka yg pro sebab memilih menjadi pro atau kontra thdp hal ini adalah sah dan tidak dilarang.

    yah…semoga sudut pandang seorang anak yg lelah dengan persoalan ini semua dapat membantu anda (sumpah, saya baru 16). jujur saja, saya capek melihat orang dewasa berkelahi cuma karena ada pro dan kontra ttg sesuatu. bukankah org dewasa sendiri yang mengajari bahwa kita harus saling menghormati dan hidup rukun? kan itu yang diajarkan di sekolah tapi mana prakteknya? yang penting, di era globalisasi ini pinter” saja anak remaja terutama menyaring info. jangan pernah meremehkan kehebatan berpikir remaja jaman sekarang sebab jaman remaja anda berbeda dengan jaman remaja kami

    yah segitu aja deh…saya masih banyak pr…hehe…

    Reply
  • April 20, 2007 at 2:49 am
    Permalink

    Salah satu bentuk pembodohan lagi nih….

    Gak jamanlah, wanita ditindas terus..

    Reply
  • April 13, 2008 at 1:25 pm
    Permalink

    Gender? it won’t end till we die. But.. it’s the juicy issue must be commended. By my sight “Biar kate orang (yang pernah sakit hati karna kaum hawa} ‘wanita adalah racun dunia’ tidak seharusnya kita underestimate karena sudah selayaknya dan seharusnya mereka juga punya posisi yang strategis dalam semua tempat. Pokoknya, hidup perempuan! gue suka lu semua, coz gua laki2.. ha.ha.!

    Reply
  • September 19, 2008 at 11:07 pm
    Permalink

    Hidup Permpuan….
    gw sepakat ama kesetaraan gender, karena sesungguhnya islam sudah terlebih dulu mendungkung adanya kesetaraan gender…
    knapa se harus menentang hal yang sebenarnya memuliakan perempuan itu sendiri
    ya.. mngkin krana di indonesia ini konstruksi berfikir masyarakat yang masih tradisionalis…
    Hidup kesetaraan Gender pokoknya
    bagi laki2 yng beranggapan bahwa perempuan boleh aja berkarier di luar rumah namun jng sampai melupakan kewajiban di rumah misalnya mengurus anak ataw pekerjaan dapur lainya, memangnya laki2 juga tidak pinya tanggung jawab seperti itu juga , bukanya di dlm Al_Quran jelas mengatakan bahwa laki2 dan permpuan itu relasi atw mitra…
    artinya saling kerjasama donk….

    Okey ^___^

    Reply
  • September 10, 2009 at 9:50 pm
    Permalink

    saya bangga sekali apa yang di lakukan oleh ibu2 itu sangat tepat sekali dalam kaca mana islam,.karena apa, kesetaraan gender yang hari ini di usung oleh kaum liberal semata-mata tujuannya hanyalah untuk menghancurkan islam.Alloh swt telah memberi batasan-batasan khusus untuk kaum hawa dan adam dengan begitu kontrasnya dalam segi fisikpun jauh berbeda, apalgi dalam masalah akal dan cara berfikir bagaimanpun perempuan tidak akan bisa menandingi kaum laki-laki.terkecuali dalam hal ketaqwaan. marilah kita basmi pola-pola kekejian yg di suguhkan olek kaum liberalis!

    Reply
  • March 4, 2010 at 10:22 am
    Permalink

    Perjuanglah kebenaran,,

    Reply
  • March 4, 2010 at 10:26 am
    Permalink

    Ibu ibu yg muslimin,perjuanglah hak2nya?kalahkan lah pemain smakdon,di tv,biar kapok2@

    Reply
  • June 20, 2010 at 1:00 pm
    Permalink

    Padahal penyetaraan gender antara laki-laki dan perempuan sebenarnya menguntungkan perempuan karena perempuan dapat memperoleh hak-haknya, sama dengan laki-laki…

    Reply
  • June 29, 2010 at 6:09 pm
    Permalink

    Huhhhh…

    Yg perlu kita cermati bersama sebenarnya:
    apapun yg kita pilih, kita jualah yg akan menikmatinya, atau menaggung konsekuensinya..

    Jender, memang mengandng nilai positif, tetapi jika salah mengaplikasikanya ya dampak negatif akan lebih menyakitkan tentunya…

    Reply
  • May 1, 2011 at 10:51 am
    Permalink

    Within a few seconds, the cream suddenly seizes and buttermilk floods out while pellets of yellow butter form. Kitchen cabinets increase work space making them clutter free.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.