54 thoughts on “Mari menginjak Playboy Indonesia

  • April 7, 2006 at 7:18 pm
    Permalink

    sekalian aja injek C0nd0lee2a R1ce waktu ke sini. atau tony bl4ir juga.

    Reply
  • April 7, 2006 at 8:30 pm
    Permalink

    berarti dia beli dooong..

    Reply
  • April 7, 2006 at 11:55 pm
    Permalink

    Sebelum diinjak…
    Diliat-liat dulu

    Reply
  • April 8, 2006 at 12:58 am
    Permalink

    mending buat saya…

    Reply
  • April 8, 2006 at 6:22 am
    Permalink

    MALU MEREKA SAMA BUSANA MUSLIM YG MEREKA KENAKAN…

    FPI SUX!!

    Reply
  • April 8, 2006 at 8:54 am
    Permalink

    jangan diinjak donk pak ustad…saya khan pengen juga baca. masak anda saja

    Reply
  • April 8, 2006 at 10:06 am
    Permalink

    Hahahahaaa…..ngga tau mau ngomong apa nih..hahahahaa…. tolong mereka distop dong, negara kita udah terlalu banyak pelawak nih…

    Reply
  • April 8, 2006 at 10:43 am
    Permalink

    ya ampon…jangan pak…mbok dikasi saya aja dari pada di injek2…mahal tau 45rb di eceran
    huem…FPI ngaca dulu donkk!!

    Reply
  • April 8, 2006 at 11:24 am
    Permalink

    Momon, dari yg kubaca di http://www.detik.com, anggota FPI nginjak majalah itu atas permintaan wartawan dan fotografer yg meliput kegiatan mereka. Dan seperti tampak di wajah si penginjak playboy, keliatan kesan bahwa dia seperti sengaja berbuat begitu utk difoto, bukan inisiatif dia sendiri sbg protes thd intervensi amerika…

    http://www.detiknews.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/04/tgl/07/time/163711/idnews/572718/idkanal/10

    But anyway, aku juga gak suka dgn cara2 FPI, main sweeping mulu. Gak bijaksana blaz. Terlalu preman.

    Reply
  • April 8, 2006 at 11:36 am
    Permalink

    Mas irfan, walaupun yang meminta simpatisan FPI untuk berpose menginjak Playboy itu wartawan, simpatisan FPI tetap tidak akan menginjak kalau mereka tidak menolak Playboy to?

    Pada esensinya mereka menolak dengan dalih kalau Playboy adalah intervensi Amerika.

    Atau kalau nggak salah, juga dengan dalih: karena walaupun nggak ada nude pictografi, tetap aja porno.

    Atau pada esensinya… dalih-dalih yang nggak masuk akal.

    Reply
  • April 8, 2006 at 3:32 pm
    Permalink

    saya bingung mesti berpihak ke mana. saya melihat playboy “sama saja” dengan freeport, juga exxon. yang untung, kan cuma pegawai dan karyawan, juga orang yang dibayar kelompok2 bisnis itu -sebagian kecil saja dari kita. bagi sebagian besar rakyat bangsa ini, apa manfaat dengan kehadiran perusahaan atau penerbit majalah “franchise” itu? kalau kedelai dan katun kan memang nyata manfaatnya bagi penggemar tempe dan banyak orang, buat pemenuhan gizi dan kebutuhan sandang. kita tidak bakal ketinggalan informasi kan tanpa playboy? esensi dari kehadiran sebuah media itu apa sih? kecuali kalau untuk “teman” onani, heheh. bukankah lebih “intelek” baca time, newsweek, tempo atau gatra? kalau beberapa negara maju leluasa mengambil keuntungan dari kekayaan alam kita, salahkah bila kita juga hanya mengambil yang baik-baik saja dari mereka? barangkali, ketimbang menimbulkan kontroversi berkepanjangan, sudah saatnya lema “nasionalisme” dihapus dari kosakata bahasa indonesia. cukuplah ia diganti dengan kata “realistis”.
    mungkin karena saya sudah tua kali, ya. jadi mudah bingung.

    Reply
  • April 8, 2006 at 3:42 pm
    Permalink

    Iya Mon betul alesan mereka menolak Playboy Indonesia memang itu.

    I was just trying to point out the fact that the FPI guy who appeared on the photo got the magazine from reporters (hence he didn’t purchase it), so that reporters can get a nice picture of him stepping on the magazine which he (supposedly) hated so much… Sorry for my negative previous comment, i did that coz there seems to be a bit of misunderstanding particularly on the picture…

    Ttg masalah pro-kontra Playboy Indonesia, tadinya aku termasuk yg membiarkan tapi hati yang paling dalam menolak walopun mata pengin liat haha :p

    Tapi setelah baca comment bung Sahrudin, jadi ikutan menolak ah.. Mm di Sydney ada cabang FPI gak ya huahaha

    Peace peace :D :D

    Reply
  • April 8, 2006 at 11:31 pm
    Permalink

    Hemm, saya juga jadi tambah bingung. Bagaimana dengan perusahaan rokok yang ada di Indonesia yah? Mereka bikin beasiswa, dan segala macamnya yang baik-baik tetapi bagi 68% (wakakak) penduduk Indonesia mereka mempersiapkan kanker — or should we say that ini menguntungkan rumah sakit dan pengusaha peti mati??

    Untuk playboy dan penginjakannya? Hihihi, apakah penginjakan (penolakan) ini akan mempengaruhi sebagian besar bangsa ini (atau setidaknya pandangan terhadap playboy)? Kalau dilihat di tipi, artis yang makin kaco hidupnya, kawin cere kawin cere malah tambah terkenal lho gara2 sering diliput dan dicerca oleh media. Nah lo, apa gak malah playboy jadi ikutan terkenal kalo namanya disebut2 terus??? Jangan-jangan malah FPI secara gak sengaja ikut menyebarluaskan playboy di Indonesia dengan
    aksi mereka. Dzu dzu dzu … it’s baddd …

    Apakah adanya playboy akan mempengaruhi sebagian besar bangsa ini? Well .. depends on our imagination and hope.

    Reply
  • April 9, 2006 at 7:52 am
    Permalink

    Maaf, saya injek karena saya benar2 ketipu!!! Nggak ada gambar syur-nya seperti yang selalu saya beli di luar negri!!!

    Reply
  • April 9, 2006 at 8:28 am
    Permalink

    Menolak beli, krn ga bener2 100% asli buatan atau milik perusahaan dalam negeri (pakai nama majalah luar soalnya)…

    Ayo cintai produk asli indonesia, let’s build our country with the most benefit for ourselves, not for those bloody capitalists, hoho :p

    (sori aga berlebihan+ngrembet ke masalah lain, terinspirasi comment sahrudin :D)

    Reply
  • April 9, 2006 at 10:17 am
    Permalink

    Bang Sharuddin, azas manfaat sepertinya bukan landasan yang tepat buat melarang sebuah media untuk terbit.

    Majalah tentang F1 misalnya, berarti tidak perlu terbit karena tidak bermanfaat, lha wong kita nggak mengadakan F1. Apa sih manfaatnya? tidak untuk pemenuhan gizi, ataupun kebutuhan sandang.

    Majalah tentang klenik Jawa, itu juga tidak boleh terbit karena tidak bermanfaat, apalagi isinya malah mengajarkan animisme. Syirik, dan seharusnya FPI melarang itu sejak dulu.

    Majalah apapun, saya rasa kok tidak perlu dilarang. Kalau tidak disukai orang tertentu, ya tidak berarti orang lain tidak suka. Mungkin, yang penting justru distribusinya. Majalah yang termasuk syur, tidak boleh sampai ke tangan anak kecil.

    Lho bukannya itu merampas hak anak kecil?

    Anak kecil, sebagian hak-nya memang diatur oleh orang tuanya sampai dia berusia 18 tahun. Atau setidaknya penafsiran saya atas hukum Indonesia seperti itu.

    Reply
  • April 9, 2006 at 10:54 am
    Permalink

    Anda tidak dapat menciptakan dunia untuk mengikuti anda, tp anda bisa mengendalikan pikiran. Semua berasal dari pikiran. Semua manusia punya pilihan. Anda mau jadi Manusia Alim, silahkan. Anda ingin menjadi Manusia Bedjat, silahkan.
    Jangan pernah menyalahkan siapapun krn hanya Tuhan yang mengetahui kebenaran sejati. :)

    Reply
  • April 9, 2006 at 11:08 am
    Permalink

    Seandainya saya pemilik Playboy Indonesia, saya sangat berterimakasih sekali kepada FPI. Lumayan promosi gratis.

    Tetapi sebagai orang Indonesia, saya harap ke depanya FPI bertindak smart. FPI silahkan saja melakukan edukasi ke masyarakat bahwa ini buruk, ini jelek, ini halal, ini haram. Tapi hendaknya jangan sampai memaksakan fahamnya ke semua orang.
    Karena Bangsa Indonesia itu terdiri dari beragam suku dan agama.

    Reply
  • April 9, 2006 at 12:56 pm
    Permalink

    Ih..gw semanagn bgt waktu buka amplop depannya playboy.liat headlinenya: eyang Pramoedya ananta toer…dah gitu, dengan dek-dekan buka satu-satu halamannya.
    sumpah….majalah-yang-amat-sangat-keren!
    gw gak habis pikir…ngapain nginjek-nginjek majalah sastra kayak gini?
    majalah yang berkelas, cerdas, mikir.
    dan eh…ada cerpennya juga!
    ada yg ngebahas ktp, agama, minyak. cool bgt.
    tunggu edisi keduanya deh…masih se-soft ini, atau jadi seronok kayak versi aslinya?
    hmmm…who knows?

    Reply
  • April 9, 2006 at 1:20 pm
    Permalink

    kita tidak bakal ketinggalan informasi kan tanpa playboy? esensi dari kehadiran sebuah media itu apa sih? kecuali kalau untuk “teman” onani, heheh. bukankah lebih “intelek” baca time, newsweek, tempo atau gatra?

    Hehe, rasanya opini di atas masih mengambang karena kontekstual banget :D. Dalam kasus memperbaiki kondisi ekonomi dsb, mungkin membaca Playboy tuh jadi gk relevan dan memang bener akhrinya membaca newsweek etc jadi jauh lebih manfaat. Tapi klao diliaht dari perananya misalnya karena bisa muter uang di indo, bisa jadi Playboy itu relevan :p. Tapi mungkin terlalu kecil sumbangannya bagi posisi ekonomi nasional, jadi mungkin ya tidak relevan :p. Plin plan kan? :p

    Hei, kenapa onani jadi dibiaskan seperti itu. Onani kan cuma sekedar aktivitas. Mngkin alternatif terkahir kalau kebutuhan biologis tidak tersalurkan. Setelah puasa, olahraga dan macam-maca aktivitas lainnya tidak juga dapat meredakan gejolak kebutuhan seks anda. dalm konteks yang barusan saya sebut mungkin onani adalah salah satu alternatif dari having a real sex intercourse (ini juga masih kontekstual karena masih tergantung dengan prinsip yang anda anut :) ).

    kalau beberapa negara maju leluasa mengambil keuntungan dari kekayaan alam kita, salahkah bila kita juga hanya mengambil yang baik-baik saja dari mereka?

    Define good and bad. :D. Setuju kok, kita ambil baiknya, dan kita buang yang tidak berguna bagi kita. Amin.

    barangkali, ketimbang menimbulkan kontroversi berkepanjangan, sudah saatnya lema “nasionalisme” dihapus dari kosakata bahasa indonesia. cukuplah ia diganti dengan kata “realistis”.

    Setuju sama yang ini. Mudah-mudahan kata realistis lebih mudah penafsiranya daripada nasionalisme.

    Reply
  • April 9, 2006 at 11:43 pm
    Permalink

    Majalah Playboy, Inul vs Rhoma, RUU APP … sebetulnya kenapa sih ribut? Itu semua kan hanya simbolisme … yang kita sedang tonton sebetulnya adalah kemunafikan lagi manggung …. yang pada kenceng suaranya kalau kita selidiki, biasanya kan nanti kelihatan belangnya… Jadi bukan majalahnya, bukan Inulnya, bukan RUU nya sendiri yang masalah..

    Reply
  • April 11, 2006 at 1:14 pm
    Permalink

    Pointnya, FPI, NU, MMI, MUI itu isinya orang2 bodoh, primitif, shallow minded yang tidak berpendidikan jadi bisanya cuma memaksakan faham dan kehendak mereka ke orang lain. Kita realistis aja ya, orang2 itu semua isinya paling mentok lulusan SMP atau pesantren. Jauh banget dari misalnya mas Herman yang belajar di UGM atau beberapa diantara kita yang kuliah di luar negeri. Karena itu kita yang jelas2 tingkat intelligence nya lebih tinggi jangan mau kalah sama orang2 seperti itu yang dikit2 atas nama agama dan nggak pernah pake logic mereka. Rhoma Irama lagi, sok suci tapi yang dipikir k*nt*l sendiri !!!

    Reply
  • April 11, 2006 at 6:17 pm
    Permalink

    GOBLOK…APA MEREKA GAK NGACA..BUDAYA MANA YG MEREKA ANUT? GAK USAH FANATIK LAH SAMA BUDAYA ARAP…BANGGA DG BUDAYA SENDIRI…KITA ITU LEBIH PINTER DARIPADA ORANG ARAP…

    Reply
  • April 11, 2006 at 6:43 pm
    Permalink

    Boss yg nginjek playboy sempat ngintip nggak isinya majalah… critiain dong….
    nglihat early yg pake lingerie nggak??…. wuah… sexy polll…..
    bukannya nggoda lho… jangan2 memang sudah ngintip… kik..kik..kik…

    Reply
  • April 12, 2006 at 3:12 pm
    Permalink

    walahh..setelah membaca posting-an temen..ngomongin ormas pimpinan habib riziek itu mah ngga bakal ade abisnya dah….saya juga pernah tau sedikit “kebajikan”dr email temen saya kalo FPI adalah ormas palong depan pertama yang ikut-an ke ACEH…namun mereka makin kesini lebih banyak mudaratnya…saya sih udah menebak kl playboy isinya bakal tidak seekstrim terbitan luar negeri..namun saya penasaran aja sama tulisan2 para redaksi playboy hagi-salman-arian-soleh-avianto..itu saja..karena saya suka gaya tulisan mereka dimajalah mereka sebelumnya…kalo nyari gambar buat teman “onani” mending ntn miyabi aja dr pada liat playboy indo..

    Reply
  • April 12, 2006 at 9:30 pm
    Permalink

    Muna banged pake nginjek2x..padahal dah kepingin liat isinya..;)
    Lelaki mana yang gak seneng liat prempu cantik dan sexy.

    Reply
  • April 13, 2006 at 8:29 pm
    Permalink

    FRONT PREMAN INDONESIA…Kok Polisi diam aja ya sama sekumpulan preman yang mengatasnamakan agama kaya gini…Lama2 dibiarin makin ngelunjak neh preman2.harus dilibas neh arab…kita orang Indonesia jangan mau dibodoh-bodohi ama si Arab Habib Rizieq.Mana perduli dia sama Indonesia ini.Yang dipikirin ama dia kan cuma kepentingan FPI-nya doang…

    Reply
  • April 14, 2006 at 7:07 am
    Permalink

    Kalo aku terus terang Kecewa Berattt dengan Penerbitan Playboy Indonesia….. maksudnya, dengan harga semahal itu…. kok isinya kalah sama di tabloid. Duit segitu mending buat langganan indonesianbeauties.com…. malah sipp.

    Reply
  • April 14, 2006 at 6:30 pm
    Permalink

    mana tau mereka tentang scan…komputer aja gak pernah nyentuh….

    Reply
  • April 15, 2006 at 9:57 am
    Permalink

    lha ngrusak ya diliatin aja ama pak polisinya…masuk tipi lagi..ckckckck jadi buat apa ada polisi yak?????

    Reply
  • April 15, 2006 at 2:15 pm
    Permalink

    Kesimpulan 1:

    Klo mo bermain analisis, saya mah punya pemikiran begini:

    1. Saya harap pihak kontra jangan berbuat anarkis, preman, main hakim sendiri. Jika ini terjadi, dalam pandangan saya pihak anarkis seharusnya dikenai sangsi-sangsi pidana.

    2. Klo ada yg beranggapan bahwa playboy adalah salah satu bentuk intervensi Amerika menurut saya adalah benar baik langsung atau secara tidak langsung. Bagaimana saya bisa menjawab begini, ya tentu saja karena saya baca berita-2 politik dan lain-lain, jadi saya tahu. Kalau anda pingin tahu, cari sendiri.

    3. Sebelum playboy emang dah ada majalah serupa (+ majalah klenik), dan playboy sangat tidak beruntung menjadi trigger emosi dan antipati dari masyarakat. Masyarakat menjadi ‘tersadarkan’ ada ‘sesuatu’ yang salah selama ini.

    4. Kalau ada pemikiran bahwa media seperti ini diatur distribusinya ada dua poin yg bisa dianalisis:

    a. Sudahkah selama ini pihak media bertanggungjawab dengan pendistribusian terbatas. Faktanya, majalah-majalah ini banyak terdapat di kios-kios kecil. Komitmen media diragukan.
    b. Dalam hal ini media porno adalah suatu bentuk publisitas untuk konsumsi umum ataupun terbatas sehingga mencampuri/masuk ke ranah sosial. Jika anda bertindak porno di kamar anda sendiri tentu itu ‘hak/HAM’ anda dan bukan ranah sosial sehingga dapat dianggap bukan suatu bentuk publisitas jika tidak terlihat masa. Yang namanya media (institusi bisnis maupun bukan) dalam konteks kali ini media porno tentu ingin supaya ‘produknya’ laku. Bagaimana caranya, penetrasi pasar, ekspansi pasar, diversifikasi pasar dan more bahkan most eksploitasi vulgarisme tentu menjadi titik tekan (sesuai dengan core bisnisnya) supaya konsumennya tertarik. Dan satu konsumen akan memberikan majalah/info tsb ke temannya, temannya ke temannya lagi dst sehingga membentuk suatu pola dalam berprilaku dalam masyarakat. Dan dengan alasan inovasi produk, tentu media porno tidak hanya berhenti disatu titik. Dengan demikian, media seperti ini dikawatirkan bisa menjadi salah satu wahana kerusakan moral dalam jangka panjang/untuk waktu yang akan datang (seperti korupsi dan seks bebas neng he..he..). Kenapa sesuatu yang bersifat merusak harus dilarang (seperti ilegal logging misalnya), jawabannya sangat gampang. Secara alami dan manusiawi manusia itu punya itikad baik apalagi jika beragama dan memahami agamanya dengan penuh/tidak sepotong-sepotong, maka jika melihat anak kita akan mencuri tentu kita melarangnya dong masa kita membiarkannya. Kalau kita cuek bebek/emang gue pikirin dengan masalah sosial dan hal-hal yg jelek dengan alasan HAM/hak asasi manusia orang lain semata (atau alasan ah itu kan kembali ke yang bersangkutan bagaimana menilainya), pertanyaannya manusia macam apa kita ini?
    Ini bukan suatu alkisah/mitos tapi ada di kitab. Jaman dahulu hiduplah suatu kaum yang sangat alim tapi cuek dengan masalah sosial, akhirnya Tuhan menurunkan azab/siksa/hukuman terhadap kaum dan bangsa tersebut karena membiarkan kerusakan yang terjadi di masyarakat.

    Pertanyaan selanjutnya: ya jangan berikan ke temannya donk majalah tsb. Disiplin diri adalah penting.
    Jawab : nonsense. Disiplin diri? Kita mungkin mampu, orang lain?

    Pertanyaan selanjutnya: itu mah urusan orang lain. Kita cuman bisa menganjurkan. Nah, akhirnya pembicaraan berputar-putar ke EGP (emang gue pikirin) dan HAM semata, tidak menyentuh ranah sosial.

    Jawabannya, bagaimanapun mekanisme pelarangan (preventif) adalah lebih afdol daripada mekanisme pengontrolan, sekuat apapun pengontrolan tsb (termasuk pengontrolan diri dan anjuran/ajaran dari ulama). So, landasan hukum pelarangan bagi media porno untuk beredar sama sekali adalah lebih valid dan invunerable.

    Kembali ke poin di atas, bagaimana misalnya dengan lokalisasi pelacuran. Meski ini adalah salah satu elemen pornografi/aksi dengan ‘pendistribusian’ terbatas, tetapi karena mungkin belum ada indikasi atau strategi penetrasi pasar sehingga secara ‘logis’ rambatan bahayanya belum menjadi persoalan yang mengkawatirkan. Tetapi bukan berarti bahwa lokalisasi pelacuran tidak harus diberantas lho.

    Media klenik, seharusnya tidak diperbolehkan beredar. But, masyarakat menjadi realistis bahwa untuk mencapai sesuatu tsb harus dengan kerja keras bukan dengan cara ‘ghaib’. Maka, kesimpulannya tidak ada indikasi (sementara ini) bahwa media klenik menjadi indikator pembentuk kultur atau aktivitas baru yang bersifat merusak (dan dalam hal ini masalah kembali ke individu masing-masing). Tapi implementasinya di media elektronik harus dilarang karena sesuatu yang bergerak (real dan live) dampaknya lebih besar daripada suatu tulisan.

    Sekali lagi menurut saya, kita mengikuti atau terjebak dengan alur pendapat dan cara berpikir orang barat yang sangat bebas. Pornografi dalam hal ini media porno bukanlah gejala alami (yang tidak bisa diubah/menurut dimensi manusia) seperti siang-malam, bumi berputar pada porosnya, musim semi-musim gugur. Pornografi dalam hal ini media porno adalah suatu human construct (meski dengan alasan atau argumen supply and demand, suatu bentuk kesenian, suatu kewajaran/permakluman dalam kemajuan dan perkembangan jaman, hanya masalah pendistribusian semata yang perlu diatur). Human construct berarti adalah buatan manusia, yang berarti dapat diberantas atau tidak, dapat dipakai atau tidak (bedakan dengan nafsu seks manusia yang merupakan gejala/unsur alamiah).

    Ada poin-poin yang terlupa dari bahasan saya diatas yang saya kawatirkan menjadi bias (gak nyambung), but anyway lain kali mungkin bisa saya ‘include’kan dalam kesimpulan 2.

    P/S:

    Masalah distribusi atau tidak, harus dilihat esensinya dulu. Kalau esensinya miras (minuman keras), p*r*ks, narkoba, judi maka adalah tidak logis menurut kebaikan jika kemudian kita mengaturnya dengan suatu istilah distribusi minuman keras untuk kalangan tertentu, distribusi narkoba untuk kalangan tertentu, distribusi judi (buat casino, SDSB), distribusi majalah porno dan ATM kondom untuk kalangan tertentu, lokalisasi pelacuran dsb karena hal-hal seperti itu sifatnya hanya suatu human contruct (suatu yang bisa diubah, bukan gejala alami atau tuntutan jaman). Tapi yang patut diingat bahwa perbaikan tsb adalah setahap demi setahap minimal ada pembatasan dan pengurangan sehingga tidak serta merta kita menutup pabrik bir atau pabrik rokok misalnya. Dan pada kasus playboy, dia adalah pemain baru, sehingga tentu lebih mudah menyetop peredarannya sebelum berkembang lebih jauh. Saya sudah bilang bahwa budaya kita sejak awal sudah salah sebenarnya. Kegagalan sosial di dunia barat (misal amrik) dengan metode-2 distribusinya sekalipun (bukan ipteknya lho) seharusnya menjadi pelajaran sebelum kita tersandung dan terjerumus seperti mereka. Bagaimanapun juga pornografi akan selalu berkonfrontasi dengan masalah sosial. Tetapi itikad dan iktiar untuk membungkam hal-hal demikian akan terus berjalan selama manusia masih ada di ‘bumi’.

    Silahkan kalau ada yang komplain kalau analisis saya tidak masuk akal.

    Reply
  • April 15, 2006 at 2:19 pm
    Permalink

    indonesia emang kalah dan bertekuk lutut diobok2 gaya dan produk amerika yang bikin rusak
    – world bank maksa pemerintah untuk ngutang, dan pemerintah oke dan malah ketakutan kalau gak terima
    – playboy memaksakan diri terbit dengan edisi promosi ‘sopan’ nya, lama2 jualan ‘narkoba’nya keluar juga. indonesia gak sanggup nolak majalah yang bermodalkan kebugilan ini. Masa kita biarkan perusahaan yg jualan narkoba masuk Indonesia, karena di Indonesia mereka ngakunya cuman jualan permen? gampangnya kita dibodohin
    – Freeport mengacak2 kekayaan alam orang Papua dengan kontrak yang penuh KKN dan sulit dibuktikan. Lha wong FBI dan Mr Bush aja membunuh ibu2 dan anak tak berdosa di Irak gak ada yang bisa buktiin
    – ExxonMobil dan Newmont juga mengacak2 kita
    – apalagi? pokoknya indonesia bertekuk lutut dg mereka… silahkan buat daftar produk dan perusahaan2 mereka, kita jelas kalah dan menyerah?!! padahal banyak pilihan lain
    – pilihan lain untuk ngutang bisa ke negara lain yang lebih banyak modal seperti arab, beli senjata bisa ke rusia. Kalau maksain beli ke amerika emang canggih tapi satu saat kita diancam2

    Reply
  • April 16, 2006 at 12:29 am
    Permalink

    kalo ada orang yang mikir Playboy itu bentuk interverensi amerika, berarti tu orang otaknya di pantat kalo berak pake otak.

    Reply
  • April 16, 2006 at 2:39 pm
    Permalink

    aku ketawa kalo liat FPI kagi demo. Ternyata mereka beli pkayboy jg tho… pasti ngintip juga dalemnya… ngaku aja pak ustad. teyus aku mo nanya juga kenapa noh koran2 di prapatan yang ga kalah saru dari playboy ga didemo juga. ga adil donk pak ustad.
    btw, pak ustad kok anarkhis sih, pake ngrusak kantor org sgl, dikira bangunnya pake upil bukan pake duit?
    jadi terkesan islam tu agama yang rusuh loh,,,,katanya cinta damai… kok emosian gitchuu.
    pak ustad bikin ketawa………
    hwakakak…..
    jadi badut aja deh pak!

    Reply
  • April 17, 2006 at 8:25 pm
    Permalink

    Wah.. pesan yang singkat tapi nancep!!

    BTW, yang nginjek pleiboi itu kok kaya Taufik Savalas yak? hehehehe

    Reply
  • April 17, 2006 at 8:42 pm
    Permalink

    pak uztad..nginjek plaboynya kog sambil tersenyum mesum sih…hayo ngaku…..;)

    Reply
  • April 19, 2006 at 7:28 pm
    Permalink

    gak ada playboy indonesia, sekali playboy tetap playboy yg notabene expor kebejatan Amerika, tetap mbahnya pornografi, orang kita gampang aja dibohongi .. dasar masa bodoh dan pengkhianat, gak bermoral malah senang dan bangga, harusnya malu kayak gue

    Reply
  • April 20, 2006 at 12:30 am
    Permalink

    Jika pornografi dilarang karena merusak? Pertanyaannya… apakah pornografi merusak?

    Jika iya dimana? Dan apakah setiap orang memiliki asumsi yang sama atas ‘rusak’ itu sendiri?

    Disini sebenarnya keliatan kalau dalam negara yang plural seperti ini, orang memiliki hak untuk menentukan pandangan-pandangannya sendiri tanpa intervensi siapapun, termasuk menentukan jalan hidupnya sendiri, selama tidak merugikan orang lain.

    Reply
  • April 21, 2006 at 9:28 pm
    Permalink

    panjaaaang-nya comment buat topik yang satu ini, salut! menandakan kita semua peduli, he.. :P

    satu hal aja..
    panjangnya blog ini membuktikan, betapa perbedaan adalah ibarat warna yang tidak mampu mewakili warna yang lain, apapun paksaannya (diinjak kek, dibakar kek, gedung dilemparin batu kek, buat onani kek :P, ato sekedar dinikmati sebagai salah satu media cetak seperti media cetak lain yang terlebih dahulu beredar).

    warna-warna itu ADA (pake huruf kapital, biar dramatis..) meski diingkari sebagian masyarakat (contoh: FPI) mengingkari dengan berbagai macam dalil, dsb.

    aku sering mencoba melihat warna-warna selain warna yang tertangkap oleh ‘mata’ku, kalo dirasa2in lucu juga..

    kayak baca comment di blog ini..

    FPI hanya sebagian kecil dari peta konflik yang (menurut saya) menjadi akar permasalahan di Indonesia.

    Indonesia memiliki sejuta warna. beberapa pihak sedang mencoba untuk menyeragamkan menjadi satu warna. menurutku, they re just wasting their time and energy..

    i believe in my Indonesia..

    ps : all, diskusi yang sehat bisa menjadikan kita lebih kaya dengan informasi, sudut pandang, dan yang jelas teman..
    menurutku juga sangat tidak adil menentukan apa yang harus atau tidak boleh diangkat dalam forum diskusi terbuka..

    Reply
  • April 22, 2006 at 3:21 pm
    Permalink

    Web Instant Murah untuk Perusahaan, Organisasi, maupun Personal
    Dapatkan Web site Murah Handal Hanya dengan Rp 600.000 setahun atau dengan Rp. 50.000,- sebulan. Paket ini termasuk nama domain, hosting 50Mb selama setahun. Web site instant ini diperuntukkan bagi perusahaan, organisasi, maupun personal. Demo Selengkapnya klik di hostingtarget.com . Dengan Content Management System yang kami buat, Anda tidak perlu repot untuk mengupdate situs anda. Cukup masuk ke site administrator dan ubah lah situs Anda. (username : root … passwd : jcamp)..Dapatkan manualnya di sini.. Hubungi hostingtarget

    Reply
  • April 28, 2006 at 7:37 pm
    Permalink

    daripada jadi pelacur jalanan memang lebih enak jadi cover playboy. payudara sama vagina cuman difoto dapat juataan ya early

    Reply
  • April 28, 2006 at 9:20 pm
    Permalink

    Mas/mbak-e anonymous ini belom liat Early di Playboy kok udah berani komentar to mas/mbak? Vagina dan payudara Early tidak kelihatan di situ mas/mbak! Majalahnya ternyata gak porno, tapi mas/mbak-e malah yang pikirannya ngeres, porno, udah jauh membayangkan vagina dan payudara Early. Kasihan….. nafsu ya mas…iri ya mbakkk….

    Reply
  • May 25, 2006 at 3:42 pm
    Permalink

    paginya nginjak, malamnya buat mast*rbasi wekkks, soale his life sux, can’t even get a better life LOL

    Reply
  • June 24, 2006 at 2:34 pm
    Permalink

    wah mas irfan disydney kagak ada tuh yg namanya fpi,soalnya disini hukumnya dah jelas tuh jadi gak perlu pakai polisi moral,gak perlu ada fpi,atau yg lain lain.kemarin aja waktu aku kepub hotel,yah semacam cafe cafe yg nyediain life music,pelayan nya aja cuman pakain gstring,kuperhatikan sekeliling gak ada tuh yg punya mata jelalatan,atau yg penisnya berdiri.emang sesuatu yg dilarang pasti malah akan menimbulkan banyak kerusakan.buktinya disydney pelaku pemerkosaan kebanyakan dari lebanon,arab,pokoknya dari orang orang timur tengah tuh yg notabennya beragama islam,yg melarang mereka berhubungan dengan perempuan sampai mereka menikah,yg ujung ujungnya malah membuat lelaki arab,lebanon ini gak kuat mengendalikan nafsunya,yah jadilah mereka memperkosa cewek bule ,atau yg lain lain,dan menurut mereka itu halal,dan selalu mereka satu gang kalo memerkosa,’rape gang’

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.