RUU APP diperlukan untuk mencegah kerusakan moral!
Ketika kita berbicara tentang undang-undang kita berbicara tentang negara. Ketika kita berbicara tentang negara kita berbicara seluruh rakyat Indonesia. Disini kita perlu kembali bertanya, moral yang mana yang dimaksud? Dan yang paling penting, apakah moral yang dianut oleh sebuah golongan harus dipaksakan kepada 240 juta penduduk Indonesia lain? Bukankan sangat tidak bermoral ketika kita memaksakan kehendak kita ke orang lain? Apakah negara harus mencampuri urusan pribadi warganya dengan dalih moral dan agama?
RUU APP meningkatkan harkat perempuan! Sebagai perempuan saya merasa risih melihat perempuan lain berpakaian seronok!
Yang berpose sana kok yang risih situ? Mana yang lebih menghargai perempuan? Mengatur bagaimana perempuan harus berperilaku dengan undang-undang (bahkan sampai mengatur cara dia berpakaian)? Atau membiarkan perempuan menjadi manusia bebas dan memiliki kesempatan untuk menentukan apa yang terbaik buat dirinya?
Tapi RUU APP itu perlu untuk mencegah kejahatan seksual!
Tidak pernah terbukti secara empiris kalau pornografi menyebabkan perkosaan atau kejahatan seksual lain. Malah, dalam sebuah penelitian terbatas (ie: tidak empiris) di Jepang (yang pornografinya malah cenderung violent), tingkat kejahatan seksualnya sangat rendah dan cenderung menurun.
Tapi ada kakek tua memperkosa balita setelah melihat VCD Inul ngebor!
Tapi jutaan penduduk Indonesia yang lain tidak memperkosa balita setelah melihat VCD Inul. Apakah Inul harus kehilangan hak ekspresinya karena ada 1 orang bermasalah dari jutaan orang?
Berarti balita yang diperkosa tadi tidak penting karena minoritas?
Bukan tidak penting, tetap penting, cuman seharusnya yang bermasalah-lah yang harus diperbaiki. Dalam kasus ini adalah kakek tua tadi.
Saya mudah terangsang sehingga sering ereksi kalau melihat wanita berpakaian seksi di mall!
Itu masalah anda. Mohon jangan membuat orang lain menanggung masalah anda. Terima kasih.
Saya tidak ingin anak saya melihat gambar porno.
Ini mungkin adalah esensi dari RUU APP yang seharusnya: mengatur audience sebuah gagasan yang dianggap porno. Kalau sebuah majalah dianggap porno, maka yang dapat mengakses itu adalah orang-orang yang sudah pada umurnya. Bukan berarti kalau tidak pantas dlihat balita berarti juga tidak pantas dilihat oleh ibu-ibu dewasa.
Anggota DPR, mohon batalkan RUU Anti-Pornografi dan Pornoaksi. Dari uraian saya, tentunya terlihat jelas kalau sama sekali tidak ada alasan untuk membuat UU Anti-Pornografi. Mungkin, yang diperlukan adalah UU yang mengatur distribusi materi yang dianggap porno.
- Petisi Menolak RUU Anti Pornografi
- Uraian saya sebelumnya tentang RUU Anti Pornografi
- Jiwamerdeka, blog yang menolak RUU Anti Pornografi
Wah, soal distribusi juga jangan diatur donk Mon, soalnya saya masih menikmati distribusinya Istana Disc dan juga Kramero.
Hehehe, just kidding.
IMO, RUU ini seharusnya diarahkan justru ke industri pornografi itu sendiri, ketimbang malah cara orang berpakaian atau berciuman. Yang perlu diatur negara adalah soal industrinya, sehingga pelacuran tidak dimana-mana, VCD porno tidak dengan mudah kita dapatkan di mana-mana dan tayangan semi-porno di TV juga perlu diatur lagi.
Tapi, sayangnya aturan semua itu sebetulnya sudah ada di UU lainnya (KUHP, UU Penyiaran, dst).
Jadinya, buat apa ada UU baru ya ? *bingung*
yg ‘satu orang’ itu yg otaknya juga perlu dibenahi. mungkin dia hor*y ngeliat inul
Dapet dari milist :D
====================
Pornografi dan Anak-anak Kita
Beberapa tahun lalu, psikolog dan Ketua Yayasan Kita dan Buah Hati, Elly Risman, melakukan survei langsung di sebuah SD di kawasan Jabotabek. Diantar beberapa guru, Elly mendatangi ruang kelas lima.
Suasana tanya jawab berjalan biasa, hingga seorang anak laki-laki berdiri dan mengacungkan tangan tinggi-tinggi. ”Ya, mau tanya apa, Nak,” tanya Elly. Tak dinyana, bocah tanggung itu berkata, ”Bu, kalau saya sudah menikah, bolehkah saya menggauli istri saya dari depan, belakang, dan samping?” Kalimat itu mengalir lancar dari mulut sang bocah. Raut wajahnya juga tanpa dosa, khas anak-anak. ”Tubuh saya kontan berkeringat dingin. Lutut gemetar, bingung mau menjawab apa,” kata Elly, mengenang.
Keterkejutan akan pengalaman dengan siswa SD tersebut, membuat Elly dan beberapa rekannya dari yayasan, tergerak menelusuri mata air ‘pengetahuan’ anak-anak tersebut. ”Saya ingin tahu, dari mana mereka mendengar semua itu,” ujar Elly. Agar bisa menggali sebanyak mungkin dari bocah-bocah tersebut, Elly dan kawan-kawan merekrut konselor dari kakak-kakak kelas SD yang akan mereka survei.
Hasilnya? ”Anak-anak itu telah banyak tahu apa itu wanita seksi, bugil, dan bermacam istilah dewasa lain yang membuat kami makin terkejut,” kata Elly. Survei itu juga menemukan banyak hal yang menarik. Ternyata, menurut catatan Elly dan kawan-kawan, dari beragam media yang mengenalkan anak-anak bau kencur itu dengan pornografi, telepon seluler (hp), ternyata menempati urutan pertama. Baru setelah itu majalah, novel, cakram padat (CD) porno, dan situs internet porno.
”Secara tidak sadar, ternyata dengan membekali anak-anak dengan hp, kita membawa mereka kenal pornografi,” kata Elly, yang mengaku melakukan survei tersebut selama bertahun-tahun.
Yang tidak kalah mencengangkan, anak-anak SD itu ternyata cukup fasih menyebutkan daftar panjang situs porno kepada kakak-kakak kelas mereka. Dan menurut Elly, kadang mereka menemukan situs tersebut bukan karena kenakalan. Mereka sering kali menemukan situs tersebut saat mencari data guna mengerjakan tugas. ”Misalnya tugas biologi.
Anak-anak itu mencari nyamuk. Eh, yang dapat malah situs nyamuk dotcom, yang nyata-nyata porno. Saat mencari ‘Istana’
dalam tugas IPS,
yang ketemu istana dotcom porno juga,” kata Elly.
Tokoh Shincan yang
digemari anak-anak, ternyata juga digunakan oleh para pengelola situs porno untuk menamai situs mereka.
Bertahun-tahun melakukan survei, membuat Elly sampai pada kesimpulan.
Penyebab merebaknya pornografi, terutama disebabkan gampangnya masyarakat memperoleh video cakram padat (VCD). Hanya dengan Rp 5 ribu, tanpa perlu sulit mencari, masyarakat sudah bisa mendapatkan satu keping cakram porno. Murah dan mudah tersebut seringkali membuat para orang tua juga lupa menjaganya dari tangan anak-anak. Saat mereka lepas dari pengawasan, anak-anak itulah yantg kemudian menikmati tayangan tidak senonoh tersebut.
Selain hp dan cakram padat, televisi juga sering disebut menjadi media penular pornografi. ”Lihat saja tayangan malam hampir semua televisi kita,” kata Sutopo, bapak dua putri. Ia lalu mengurai daftar film dewasa yang ditayangkan saat malam. Judulnya banyak yang menyeramkan.
Mulai dari ”Gairah Malam” hingga ”Binalnya Istri Muda.” Sutopo menilai, film seperti itu seharusnya tidak ditayangkan di layar kaca.
”Meski malam, tidak ada jaminan yang menonton semuanya para bapak atau kakek-kakek yang susah tidur,” kata dia.
Dengan banyak media pengantarnya, tidak heran bila ancaman pornografi menyergap hingga ke rumah-rumah. Korbannya siapa lagi kalau bukan anak-anak, generasi penerus bangsa. Hasil survei Elly menunjukkan, sekitar 98 persen anak-anak Indonesia terbiasa mengakses media-media yang menampilkan pornografi. Fakta itu diperkuat hasil penelitian Jejak Kaki Internet Protection. Lembaga ini menemukan,
97 persen anak
usia 9-14 tahun ternyata pernah mengakses situs porno.
Karena itu, Elly merasa heran dengan adanya sekelompok orang yang menentang Rancangan Undang-Undang Antipornograpi dan Pornoaksi (RUU APP). ”Saya tidak habis pikir, kepentingan apa yang mereka bawa,”
kata Elly, kepada Republika, kemarin (6/3). Elly menilai, mereka sebenarnya tidak lebih dari kalangan yang buta akan dahsyatnya pornografi yang mulai menghancurkan kehidupan kanak-kanak penerus bangsa tersebut.
Yang parah, menurut psikolog itu. Kerapnya menyerap pornografi bisa membuat otak anak-anak itu seolah membentuk kompartemen atau lokus porno. Anak yang diterpa pornografi sejak usia dini, juga akan cenderung antisosial, tidak setia, senang melakukan kekerasan domestik, serta tidak sensitif akan perasaan orang lain. Menurut Elly, kondisi Indonesia dalam soal pornografi, saat ini bukan lagi memprihatinkan.
”Sudah berada pada fase berbahaya bagi anak-anak,”
kata dia.
Keprihatinan senada juga disuarakan Ketua Komnas Perlindungan Anak (Komnas PA), Seto Mulyadi. Sebagaimana banyak kalangan, Seto menilai penayangan program berbau pornografi saat anak-anak dan remaja menonton televisi, adalah tindakan kekerasan terhadap anak melalui informasi. ”Secepatnya tayangan porno, baik di TV maupun di media cetak itu dihentikan. Itu sudah merupakan kekerasan terhadap anak-anak, dengan menjejali mereka informasi yang tak pantas,” kata Seto.
Seto juga mengajukan pendapat yang mengejutkan.
Menurut dia, kasus
perkosaan yang dilakukan anak-anak akibat pengaruh pornografi, layaknya fenomena gunung es. ”Betapa banyak, karena berbagai alasan, tidak muncul dan diketahui umum,” kata dia. Seto berharap, RUU APP itu bisa segera selesai dari penggodokan. ”Anak-anak kita harus dilindungi dari serangan dan pengaruh pornografi,”
ujarnya.
Karena itu, Elly merasa heran dengan adanya sekelompok orang yang menentang Rancangan Undang-Undang Antipornograpi dan Pornoaksi (RUU APP). ”Saya tidak habis pikir, kepentingan apa yang mereka bawa,”
kata Elly, kepada Republika, kemarin (6/3).
Jawab: karena esensi dari RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi lebih banyak mengurusi hal-hal dalam ranah pribadi manusia, bukan membatasi audiens pornografi.
Saya sendiri heran, apakah Elly sudah mencermati permasalahan RUU ini, atau cuma asal bunyi?
Mungkin harusnya RUU itu bunyinya :
RUU anti berpikir porno…
If you see anything dirty, its just in your mind…
Pertanyaan cerdas mon, tapi saya juga punya jawaban cerdas. Saya punya komentar pribadi (benar-benar dari saya pribadi) begini mon:
1. Ada pusaran arus bawah yang tidak terdeteksi oleh sebagian besar kalangan awam yaitu soal budaya dan intrik serta konspirasi politik, ekonomi bahkan agama dari dunia barat (alasan kesatu). Konspirasi ini memang ada dan bukannya mengada-ada atau dibuat-buat oleh kalangan tertentu. Opini-opini banyak sekali beredar di situs-situs yang membahas khusus tentang hal ini. Saya tidak bermaksud membela ataupun menolak opini kamu mon, tapi hanya menyajikan suatu fakta dan fenomena belaka yang terjadi di level ‘behind the scene of the dirty conspiracy’.
2. Tidak ada asap tanpa api (alasan kedua). Negara kita dalam situasi krisis multidimensi. Sekali lagi saya berbicara dalam konteks negara bukan orang-orang perorang (kalau orang per orang ya tergantung orangnya masing-masing bagaimana memandang hakekat pornografi itu sesuai tingkat wawasannya). Budaya kita dengan budaya jepang tentulah beda. Satu fenomena nyata dimasyarakat kita, dimana mereka sangat cepat sekali menyerap hal-hal negatif daripada hal-hal positif dari dimensi masyarakat diluar negara kita (budaya impor yang negatif, kamu telaah sendiri mon). Kalau kamu tidak punya bukti empiris bahwa pornografi menyebabkan kejahatan seksual, diluar sana banyak sekali situs-situs web (kamu cari sendiri mon) yang menyajikan data-data empiris bahwa pornografi berbanding lurus bahkan kalau boleh saya bilang ‘HIGHLY ABSOLUTENESS’ (ini bukan suatu asumsi atau hipotesis saya tetapi ini adalah sesuatu yang real seperti 1+1=2 dalam kaidah matematika) dengan penyebab kejahatan,prilaku dan BUDAYA seksual. Budaya seksual ini meliputi sektor bisnis dan interaksi sosial. Terminologi apa yang tepat dengan esensi PORNOGRAFI menurut saya adalah ‘FREE’ LIBERALISME, SEKULARISME, PERMISIFME dan GLOBALISASIISME. Bagaimana pautan-pautan ini terjadi silahkan kamu cari berbagai referensi di internet dan kamu telaah sendiri mon.
3. Kalau alasan RUU APP hanya sekadar saya mudah terangsang atau saya sebagai wanita risih melihat wanita yang bla-bla, itu hanya alasan personal yang bersangkutan, akan tetapi kalau berbicara masalah negara berarti berbicara masalah budaya, arah pembangunan keseluruhan dan ideologi yang dianut negara dan masyarakatnya. Terus terang saja, menurut saya bangsa kita ini tidak punya identitas atau kepribadian yang jelas, mudah ikut-ikutan budaya luar misalnya tanpa bisa memilah-milah. Sebenarnya apa yang terjadi di dunia barat (budayanya) sudah menjadi bukti bagaimana seharusnya kita berpikir (mumpung belum kadung/terlanjur seperti mereka). Kita ambil yang positif dari mereka dan kita buang yang negatif dari mereka. Iman saja orang per orang tidaklah cukup tapi harus ada landasan dan koridor hukum yang menjadi acuan dan perlindungan.
4. Bagaimana kita berbicara tentang menolak esensi pornografi di dunia industri kalau hukum hanya diberlakukan kepada para pelaku industri. Analoginya kita seperti melarang pabrik jangan buang limbah di sungai tapi masyarakat sehari-harinya buang sampah sembarangan di berbagai tempat (di sungai, di jalan tol, di trotoar dsb). Apalagi orang kita sangat pandai bermain manipulasi. Industri seks akan mencari celah-celah hukum (pasal-pasal karet) dimana sesuatu itu tidak dianggap porno menurut mereka jika masyarakat awam tidak menganggap porno (yang justru porsi terbesar). Kalau pemikiran ini terjadi dan dipertahankan tidak terjadi kemajuan dalam peradaban manusia. Analoginya, jika tidak berbusana bersama-sama puluhan/ratusan orang telah menjadi trend di jerman misalnya (kasus foto bugil bulat-bulat kolektif di pelataran bundaran air mancur? dengan tujuan karya seni dari salah satu pelukisnya, maaf saya lupa) maka tidak ada yang salah menurut peradaban masyarakat mereka seperti itu. Tapi akankah kita seperti mereka? Kalau ya, berarti kita telah menderita suatu penyakit kejiwaan (psikopatik tersembunyi).
Saya sendiri melihat suatu kecenderungan nyata di masyarakat kita sendiri, pelan tapi pasti kita bergerak menuju peradaban seperti itu kalau tidak segera ada penyadaran sejak dini. Sebagaimana bumi bergerak pelan tanpa terasa, tapi sesungguhnya kita tengah menuju hari kiamat tahap demi tahap, sejengkal demi sejengkal. Suatu kejadian dimasa datang rentetannya adalah kejadian dimasa lalu. Kalau kita menanggap berciuman dimuka umum adalah masalah privasi dan sesuatu yang wajar, yang lain bakal ikut-ikutan. Kemudian budaya berkembang (sesuai ‘kaidah’ urutan-urutan pola permisifme) bahwa membuka aurat/payudara (seperti per*ks2 di barat) di muka umum telah menjadi kewajaran karena bermula dari hal-hal/fenomena sebelumnya dari sekedar masalah berciuman, menjadi berangkulan dimuka umum menjadi kewajaran karena banyak yang melakukan dan tidak ada batasan, bahkan puncaknya budaya bersetubuh di tempat umum akan menjadi suatu kewajaran (apa kamu berani menjamin mon bahwa orang kita seperti orang jepang yang cuek dengan hal ini?). Tidak ada yang mampu mengontrol naluri dan ego/selera manusia kecuali tersedia hukum yang memadai dan komprehensif. Kamu mungkin mampu mengontrol keadaan mon (sekarang), tapi teman-teman kamu (anak-anak kamu, generasi mendatang, 10, 20, 100 tahun lagi) apa berani menjamin mereka kuat mental dan pola berpikirnya seperti kamu saat ini jika tidak ada koridor hukum yang valid dan sifatnya totalitas? Pornografi adalah MASALAH SOSIAL (social engineering) bukan masalah personal per personal lagi. Apa yang mempengaruhi pola berpikir manusia sehingga membentuk kebiasaan (respon otomatis sensor motorik), budaya berikut efek sampingnya? Sesuatu yang dilihatnya, sesuatu yang menjadi kebiasaan dan menjadi identitas di masyarakat. Sesuatu yang telah ‘disetujui’ oleh masyarakat. Sesuatu itu adalah apa yang kita pakai (misal model pakaian), apa yang kita katakan, cara yang kita lakukan (misal cara berpakaian atau berpenampilan). Ranah pribadi membentuk suatu pola. Ranah pribadi akan berpengaruh dalam suatu komunitas. Ketika terjadi klaim dan proses aktualisasi dari komunitas maka akan mempengaruhi opini publik. Opini publik akan berkembang menjadi suatu kebiasaan. Dan kebiasaan akan membentuk suatu budaya (respon sensor motorik). Dan jika telah berbudaya, maka akan terjadi klaim pembenaran atas apa yang budaya lestarikan. Budaya kita sudah salah sejak awal dan itu tidak kita sadari karena teori pola tadi. Sehingga kita melihat bahwa RUU APP telah menyerang kebiasaan masyarakat, padahal menurut saya RUU APP mencoba mengingatkan bahwa kita telah salah melangkah selama ini. Mari kita kembali dan bertanya ke hati nurani. Kita semua orang Indonesia beragama, mari kita telaah agama masing-masing supaya kita tidak dianggap orang yang sok keminter dan sok tahu dengan jiwa dan semangat patriotik tedeng aling-aling (ngawur membabibuta, based on free absolute thinking merely, moreover with art reasons, terlalu banal, dangkal, manipulatif, egoistis dan pembelokan hakiki, take it easy, it’s just my opinion :) , forgive me pls). IMHO, jika HAM (hak asasi manusia termasuk cara berpakaian dan berpenampilan) seseorang tidak menyebabkan ‘multiplier effect’, tidak meresahkan masyarakat dan tidak menjadi respon bagi timbulnya suatu budaya dan ekses negatif dalam jangka pendek dan jangka panjang maka dengan logika berpikir normal orang awam yang tidak beragamapun pemerintah tidak berhak mengaturnya. Tapi bagaimana kalau sebaliknya?
5. Harapan saya pemerintah bersikap adil, bijaksana meski menurut saya tidak berhasil saat ini (nowadays) tentang konsepsi RUU APP (materinya ada kecacatan dan ketidakkonsistenan). :(, mungkin antipati terhadap RUU APP ini karena sikap pemerintah yang tidak memihak pada rakyatnya pada persoalan yang lain sehingga rakyat tidak percaya pada itikad pemerintah. Kalau soal ini di luar konteks pembicaraan.
6. Saya cuma berpendapat lho mon, silahkan kalau ada yang komplain. Maaf mon, aku cuman berpendapat dalam konteks tulisanmu kali ini, bukan tulisanmu atau rekan lain yang selain ini. Jadi saya tidak membaca tulisan-tulisanmu sebelumnya yang berkaitan.
Berikut saduran bebas dari web di luar sana sebagai bahan referensi:
KEBEBASAN SEKS & KEBEBASAN BEREKSPRESI
Baru-baru ini saya mendapatkan satu artikel yang sangat menarik. Judulnya ‘bla-bla’ Culture and Democracy: Testing the ‘Clash of Civilizations’ Thesis, karya Pippa Norris, (John F Kennedy School of Government, Harvard University) dan Ronald Inglehart (Institue of Social Research, University of Michigan). Tulisan ini dimuat dalam jurnal ilmiah Comparative Sociology (Vol 1, No 3-4, 2002), dan merupakan hasil penelitian empiris yang dilakukan secara massif : melibatkan setengah juta responden di 75 negara di lima benua, dalam kurun enam tahun (1996-2001). Metodenya mereka sebut sebagai World Values Survey / European Values Survey (WVS/EVS).
Sesuai dengan judulnya, penelitian ini bermaksud untuk mendapatkan bukti lapangan akan tesis Samuel P Huntington (1996) tentang ‘benturan peradaban’ yang kontroversial itu. Pada intinya Huntington mengatakan bahwa, selain jurang sosial (kaya dan miskin), ada jurang kultural diantara berbagai paradaban yang berbeda-beda di dunia ini.
JURANG CULTURAL.
Selanjutnya dia mengatakan ‘jurang kultural terbesar saat ini adalah bla-bla’, dan yang paling tajam adalah antara ‘peradaban Barat’ sebagai warisan ‘bla-bla’ dan ‘peradaban bla-bla’.
Secara khusus, menurut Huntington ‘titik api’ perbedaan keduanya ada pada ‘kultur politik’, yakni penerimaan atas mesin politik demokrasi. Pada isu politik inilah, dalam interpretasi yang simplistis, potensi benturan peradaban akan terjadi antara ‘Barat bla-bla’ dan ‘bla-bla’.
Norris dan Inglehart rupanya tidak menerima tesis Huntington begitu saja. Tentunya, sebuah hasil penelitian memberikan implikasi luas, termasuk dalam kebijakan politik konkret. Dalam kenyataannya, pengaruh tulisan Huntington begitu besar. Dengan interpretasi politis-simplistis di atas, lahirlah program massif di seluruh dunia non-Barat : ‘Demokratisasi’.
Demi ‘memperkecil jurang perbedaan dan mencegah benturan peradaban’, program ini dilakukan. Tentu saja, oleh negara Barat dengan dana yang luar biasa besarnya. Tujuannya untuk menyeragamkan seluruh sistem politik di dunia ini menjadi hanya satu : ‘ Demokrasi – yang lain dianggap Tirani ’.
Gelombang demokratisasi, boleh dikatakan, merupakan tema besar program politik Barat di seluruh dunia (khususnya di negeri-negeri bla-bla, Eropa Timur bekas Komunis-Sosialis), dalam dua dekade terakhir.
Isu-isu hak asasi manusia, kebebasan berkespresi, liberalisasi politik, perkembangan masyarakat sipil (civil society), indoktrinasi politik pada warga negara lokal, dilaksanakan di semua lini. Semua bantuan asing, bahkan utang luar negeri dari rentenir seperti Bank Dunia dan IMF, pun ditujukan untuk program ‘cuci otak, tangan, dan kaki’ massal ini.
Memang, tesis Huntington bukannya sama sekali tidak ada dukungan ‘bukti ilmiah’. Survei Freedom House, sebuah organisasi yang tentu saja mendukung nilai-nilai liberal sesuai namanya, misalnya, menunjukkan dari tahun ke tahun negara-negara dengan mayoritas bla-bla, adalah yang paling atau kurang demokratis.
Norris dan Inglehart datang dengan keraguan : benarkah tesis Huntington ini, dan tepatkah ‘Terapi Politik’ yang diberikan atas dasar tesis tersebut ?.
Keduanya menelusuri agak lebih dalam tentang ‘akar perbedaan’ kedua peradaban di atas yang dicarinya dari sumbernya, yakni ‘proses modernisasi’. Ini adalah tema besar sebelum demokratisasi yang diusung Barat ke Timur pasca Perang Dunia II sampai tahun 1980-an.
Ada perubahan atas dua nilai utama, menurut Norris dan Ingelhart, yang dibawa bersama modernisasi, atau konkretnya industrialisasi yang sesungguhnya adalah penerapan kapitalisme itu. Dua nilai utama itu adalah ‘peran Wanita dan kebebasan Seks’.
Kapitalisme yang didasarkan pada nilai-nilai materialis, rasional, sekuler, yang dibungkus sebagai modernisasi itu, memang harus ditopang oleh ‘Permisifisme’. Dengan sendirinya, nilai-nilai agama, dianggap sebagai penghambat kapitalisme. Tapi, karena tidak mungkin menghapuskan agama-agama, maka yang dilakukan adalah ‘me-Reformasi Doktrin-Doktrinnya’.
Sasaran pertama, tentu saja, adalah agama yang dominan di Eropa saat itu. Datanglah ‘reformasi katolisisme’ dalam dua ratus tahun pertama sejak lahirnya kapitalisme, dan sukses. Muncullah Protestanisme yang mendukung Kapitalisme.
‘BLA-BLA’ BLA.
Giliran berikutnya, dalam satu abad terakhir ini, pembaruan bla-bla dilakukan dengan massif untuk melahirkan ‘bla-blaisme bla-bla’, dan cukup sukses : mayoritas bla-bla telah menerima riba (jantung kapitalisme) secara total dalam perbankan (bla-bla), dan, sebagaimana juga terbukti dari Norris dan Inglehart, mesin demokrasi dalam politik.
Kita kembali ke Norris dan Inglehart. Untuk mencari bukti-bukti yang lebih konkret, tentu dengan harapan bisa menghasilkan resep yang lebih cespleng, sebagai ‘Terapi Kultural’ dari budaya dominan (Barat) kepada budaya pinggiran (bla-bla), mereka mengkontraskan sejumlah nilai-nilai budaya untuk dites di keduanya.
Secara umum bukti ilmiah dari mereka adalah, seperti kata tesis Huntington, ‘budaya’ memang berperan penting dalam peradaban, tapi sangat berbeda dalam empat kesimpulan.
Pertama, praktis tidak ada perbedaan dalam perilaku politik (khususnya dalan kaitan dengan nilai dan praktik demokrasi) antara dua peradaban di atas.
Kedua, ‘benturan demokrasi’ kalaupun dapat disebut demikian, sangat potensial terjadi antara Barat dan Eropa Timur bekas Komunis, sebagai warisan Perang Dingin.
Ketiga, dukungan masyarakat atas otoritas agama lebih kuat pada masyarakat bla-bla dibanding di Barat.
Keempat, ada jurang budaya yang -diabaikan Huntington- justru sangat lebar antara Barat dan bla-bla : dalam nilai ‘Persamaan Jender dan Kebebasan Seks’.
Jurang ini, bukan cuma lebar, tapi terus melebar, karena generasi muda di Barat secara seksual sudah semakin bebas, sementara generasi muda bla-bla masih sama kolotnya dengan generasi orang tuanya. Ini, kata Norris dan Inglehart, berkat sukses ‘Revolusi Seks’ yang dilakukan di Barat sejak 1960-an.
Jadi ?. Para profesor kita tidak secara eksplisit memberi ‘resep’. Mereka hanya mengatakan segala klaim yang mengatakan bahwa ”benturan peradaban” disebabkan oleh jurang Nilai Politik antara Barat dan bla-bla adalah keblinger ; yang lebih didukung bukti ilmiah adalah karena perbedaan pandangan atas ‘Kebebasan Seks’.
Setelah ada konklusi ilmiah dari para pakar begini, para pengambil kebijakanlah yang lantas memberikan interpretasi dan mengambil tindakan politik. Tapi, siapa yang tidak dapat menebak interpretasi yang mungkin muncul dari diagnosa pakar Harvard University dan University of Michigan ini ?.
Demokratisasi massal telah usai, Pornografisasi Massal ( ‘Revolusi Seks’ ) harus dimulai. Herankah kita jika pronografi makin marak saja hari-hari ini, termasuk akan terbitnya majalah porno Playboy ?.
Dikutip dari artikel HABIS DEMOKRASI, TERBITLAH PORNOGRAFI yang ditulis oleh bla-bla dan dimuat di Republika pada hari Senin tanggal xx Februari 2006.
Saya pribadi berpendapat bahwa untuk umat Bali atau suku Asmat Papua (hanya sekedar contoh) harus ada toleransi tapi bukan dispensasi. Kalau mereka bertahan dengan argumentasinya biarlah mereka yang mengatur bagaimana mekanisme anti pornografi tersebut. Dengan catatan kontrol dan tanggungjawab harus dipegang mereka sepenuhnya. Tapi ternyata masalah tidak sesimpel itu, bagaimana dengan umat lain. Tentu yang lain komplain dengan pemerintah dan pingin sama dengan umat Bali donk. Masalah menjadi rumit. Akhirnya tidak ada orang yang pingin RUU APP disahkan karena rumit (semua sesuai selera masing-masing). Dan akhirnya pornografi dan pornoaksi semakin merajalela dan tidak ada orang yang peduli lagi dengan hal ini (the winning of devil?). Batasan pornografi jadi bias dan tiap golongan punya penafsiran sendiri tanpa memandang masalah secara universal, menyeluruh dan totalitas. Menurut mereka seni identik dengan kebebasan bereskpresi sebebas-bebasnya yang penting kontrol di tangan personal yang bersangkutan, kalau nggak horny berarti gak masalah (konsep orang barat dengan free sexnya yang cuek bebek rupanya menjadi panutan? Tidak memikirkan side effect dibelakangnya). Tiap orang tidak mau diatur, tidak ada yang mau mengalah dan hanya mencela dan mengkritisi pemerintah tapi tidak menyediakan solusi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam jangka panjang untuk semua lapisan masyarakat. Teriakan merdeka (menurut saya tidaklah pantas teriakan itu dikumandangkan disaat kita tengah mengalami krisis moral tapi harus ikut memikirkan jalan keluarnya) terus berkumandang tapi solusinya mana? Akankah mereka membiarkan budaya kita pada akhirnya seperti budaya orang barat yang free sex dan very open vulgar tsb. Setiap orang memandang persoalan dari perspektifnya masing-masing, tapi apakah perspektif yang dianutnya bisa diterapkan ke seluruh lapisan kalau akar permasalahannya tidak dituntaskan bahkan tidak bisa dideteksi? Menurut saya tidaklah bisa menyembuhkan borok dikaki akibat kanker akut kalau diagnosis penyakit hanya diseputar kepala atau dada saja. Yang paling ekstrim adalah kaki tersebut diamputasi sehingga penyakit tidak menjalar kebagian lain. Penyakit hilang, masalahpun selesai meski harus kehilangan kaki. Saya melihat tidak ada (CMIIW) kejujuran dan kemauan atau itikad yang keras dari para responden untuk memberantas pornografi dan pornoaksi, mereka hanya menyajikan pendapat sepotong-sepotong tapi tidak jelas apa bisa diaudit pendapatnya. Pendapat yang paling akurabel dan akuntabel tentu yang paling dicari untuk mengatasi globalisme pornografi dan pornoaksi ini. Ayolah rekan-rekan berikan komentar dan metodologi anda yang paling fair, bermanfaat bersama dalam jangka panjang dan menurut prediksi dan forecast anda paling cespleng, akurat dalam memberantas pornoaksi dan pornografi, jangan hanya berargumen (meski itu hak anda) bahwa pornografi is just your mind misalnya. Ungkapan ini sama sekali tidak menyentuh akar permasalahan dan tidak memberikan solusi apa-apa. Bahkan pemerintah yang sudah bekerja keraspun dikritisi, tapi para pengritik-pengritik ini tidak berupaya memberikan solusi yang cespleng untuk jangka panjang, malah hanya berteriak merdeka-merdeka saja. Bagaimana ini, saya jadi tidak mengerti opini dari penolak RUU APP. Berikan metodologi terbaik (bahkan sewajibnya bisa disimulasikan) kalian kalau merasa metodologi pemerintah kurang fair atau tidak bermutu. Ada juga yang sudah menyajikan metodologi2nya tapi ini perlu dikonfrontasikan dengan fakta dilapangan yang majemuk ini jangan hanya meninjau wilayah per wilayah (misal di pulau X, kota Y saja tapi seluruh nusantara dong). Solusi! Solusi! Solusi!, jangan hanya kritik! kritik! dan kritik!
Ayo mon, bagaimana solusi jitumu yang paling handal, paling maut, paling ampuh dan kuat dan komprehensif dan tidak terbantahkan/tergoyahkan dari berbagai kemungkinan dan variabel aksi pornografi dan pornoaksi ini.
p/s: baru datang dari web sebelah yang ditaut oleh blognya hormon tapi cuman sekilas saja. Saya nggak mengerti alur berpikir web sebelah (jiwamerdeka.blogspot.com), mereka itu kelihatan mendukung anti pornografi di satu pihak (dengan kalimat-kalimat mereka yang bijaksana), tapi disisi lain mereka menyajikan bahkan mungkin mendukung pornografi. Apakah ketidakkonsistenan mereka ini mencerminkan jiwa yang psikopat atau mereka hanya bisa mengkritik saja tanpa menyajikan solusi yang secara integral, logis, analitis, matematis, cerdas dan forecast bisa meredam bahkan membungkam efek pornografi dan pornoaksi? Dimana tanggungjawab sosial, moralitas, etika, kepercayaan mereka yang menyeluruh secara humanis dan vertikal ke atas?
Terima kasih atas commentnya (yang panjang banget :P), mestinya ndak papa ya kalau saya bacanya agak nanti, soalnya saya harus kerja.
Tapi sepertinya belum ada ya alasan kenapa pemerintah harus mengatur moral warga negara?
NB: ada yang mengamati enggak kalau pemberitaan Republika cenderung Pro RUU APP, sementara Kompas cenderung kontra RUU APP (walaupun tidak sekeras Republika)
wah.. mas middle_man punya blog gak?
Cukup banget kalo dibikinin blog :)
Btw, kalo mau lebih banyak membaca, sebenarnya gak cuma kritik yang disampaikan oleh orang-orang, tapi banyak solusi juga..
Kalo saya pribadi sih, terus terang males ngulang solusi-solusi yang pada umumnya diomongin orang-orang.. Ntar jadi basi… :p
Tapi ya, apalah arti suara kita ini..
:)
Seandainya ada referendum atau polling “Apakah anda menolak RUU Anti Pornografi?”, jawabanku “Tidak” hehe..
Ada gak si polling ginian? Hasilnya piye? Btw ceritanya gimana si kog ada RUU ginian? Yg ngusulkan fraksi apa? Kapan? How? Sori banyak tanya.. lama gak updet kabar terbaru dari indo, hiks… :(
Saya ada blog mbak tika tapi isinya cuman sebaris dua baris kalimat dan tidak pernah saya kunjungi lagi dan mau saya ganti saja nantinya. Jadi dapat dibilang saya tidak punya blog saat ini..
Begini aja mas/mbak. Gimana kalau kita bermain negara-negaraan atau pemerintahan-pemerintahan supaya sama-sama puas (puas meskipun dengan terpaksa atau tidak) dan tidak gontok-gontokan lagi dan tidak disebut tukang kritik saja (OMDO/omong doang). Tujuan game/permainan ini adalah mensimulasikan solusi apa dan persepsi bagaimana tentang pornografi/pornoaksi, apa perlu diberantas atau tidak, apa pornografi itu sebenarnya ada (nyata) atau tidak. Nanti dapat diuji konsepsi siapa yang paling tangguh/unvunerable dan konsep siapa yang paling lemah. Jika suatu konsep telah terpilih maka audiens harus konsekuen dengan hasilnya (mau melaksanakan hasil keputusan baik dirasa enak/nyaman atau tidak enak) karena kita memang sedang cari solusi. Mungkin kamu mau jadi aktor pemerintahnya mon dan berikan konsep-konsep kamu, nanti kami akan menilai dan mengulasnya termasuk mengkomplain atau bisa juga mendukung konsep kamu. Tidak perlu mengadakan poling, karena akurasi sampel yang diragukan, motivasi responden yang tidak diketahui, dan kuantitas responden yang tidak reprensentatif. Ayo, siapa yang mau bermain game?
kayaknya musing aja kalo mikirin ruu ap. rasanya banyak hal lain di indonesia yang lebih penting dipikirin. gimana caranya meningkatkan kesejahteraan rakyat, gimana membangun infrastruktur yang bagus, gimana bikin rakyat seneng. gimana bikin harga2 pada murah dan terjangkau.
Just a little bit of the fact i know, only as example:
Googling snapshot: correlation between pornography and sexuality crime. The results are negative one and the other is positive one.
CMIIW, tanggapan saya berdasar poin-poin hasil riset mereka di atas:
1. Karena budaya mereka menghalalkan seks bebas sehingga kejahatan seksual cenderung ‘negatif’ akibat kepuasan/ego mereka sudah terpenuhi dengan seks bebas, bioskop seks dan aktivitas homoseksual suka sama suka. Contoh lain, suku Asmat papua bertelanjang dada bagi wanitanya dan merupakan kebiasaan sehingga impuls refleks motor sensorik terhadap aktivitas seksual mereka tidak timbul. Tetapi bagaimanakah jika, maaf Susana muda yang mulus dan putih dan mungkin paling cantik di antara mereka hidup di komunitas sana dengan bertelanjang dada? Atau salah seorang pria Asmat mereka di bawa ke ‘sudut-sudut gelap’ kota Jakarta dan hidup selama setahun di Jakarta apakah berani bertaruh mereka tidak hor*y?
2. Besaran apa yang mereka pakai sehingga hasil penelitian mereka adalah negatif (kebanyakan memakai besaran kuantitas pemerkosaan/perzinahan dengan paksaan). Sudahkah mereka memasukkan variabel banyaknya seks bebas dan aborsi di negara mereka sebagai salah satu bukti variabel kejahatan/penyimpangan prilaku seksual. Kalau prilaku seks bebas dan jumlah aborsi mereka masukkan sebagai variabel penelitian mungkin mereka bahkan tidak bisa menghitungnya dan pasti positif abis!!!
2. Penelitian oleh mereka tidak menyebutkan secara tersirat statistik penelitian untuk negara Indonesia sehingga dapat dikatakan hasil penelitian mereka tidak mencerminkan situasi di Indonesia yang sebenarnya (zero comparison towards RUU APP).
3. Jika katakanlah Indonesia telah menjadi subyek penelitian, yang harus mereka masukkan bukan besaran kuantitas kejahatan seksual yang telah terjadi semata tetapi pola statistikal grafik, cenderung menurun atau meningkat. Jika resultannya meningkat maka harus diketahui karena variabel apa peningkatan tersebut terjadi. Faktor lain, peningkatan ini akan membawa dampak indikator awal pembentuk konsepsi kultur baru atau tidak.
Next input:
Googling snapshot: correlation between pornography and free sex (activity)
Nothing more to do. The points are same one each other. The grabed additional point is to talk about sexual construct. Pffffff….
Next input:
Googling snapshot: korelasi antara pornografi dan kejahatan seksual
Poor points (IMO).
Next:
Googling snapshot: korelasi antara pornografi dan kejahatan seksual di Indonesia
Show same points as above. Not about free sex (my objective point).
My opinion of any present time research activities is:
Pornografi bukanlah masalah penyebab masalah kejahatan seksual atau tidak semata. Pornografi dapat menyebabkan penyimpangan prilaku seksual (misal seks bebas/perzinahan suka sama suka) itulah yang disebut kejahatan seksual. Wah, orang barat dan ‘ a few of timur’ tidak fair penelitiannya.
Kutipan sederhana:
Bidang sosial.
Harian Newsweek edisi bulan Januari tahun 1997 menulis: Lebih dari separuh anak yang dilahirkan di Swedia adalah hasil perzinaan. Di Prancis dan Inggris angka ini mencapai sepertiganya. Adapun di Amerika, tingkat kehamilan sebagai hasil perzinaan lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan yang terjadi di negara-negara Barat lainnya.
Ini reply khusus untuk posting di awal.
Jadi intinya apa? Pornografi pasti menyebabkan kejahatan seks atau tidak?
Menjalani seks bebas atau seks yang menyimpang, selama dilakukan atas free will, tentunya tidak termasuk kejahatan seksual. Kenapa? Karena ini urusan pribadi tiap orang. Bukan urusan negara, MUI, FPI, PBNU, saya, atau middle-man. Melarang hal tersebut, justru merampas hak orang lain. Atau middle-man mengalami kerugian kalau orang lain melakukan seks bebas?
Tapi bukannya seks bebas menyebabkan lahirnya anak-anak yang diinginkan? :P
Lho kan sudah ada alat kontrasepsi? Ya dipakai dong. Malah, untuk melahirkan ‘anak yang tidak diinginkan’ tidak perlu seks bebas. Suami istri yang lupa gak pakai pengaman aja bisa punya ‘anak yang tidak diinginkan’ kok. ;)
Jadi masih tidak ada alasan untuk menggunakan dalih ‘porn menyebabkan kejahatan seksual’.
APP lagi… APP lagi…
huehehe..
asik c
tp beware guyz n galz
kt semua pasti tau kl isu ini cuma dilempar buat pengalih perhatian ajah.
Drpd ngotot buat bahas abis2an RUU yg absurd abis kek gini mending berjuwang protes abis2an biar TDL gag naik. xixixixi
Abis baca draft ruu app jadi ngeri sendiri :x .. padahal klo lagi dirumah gua pake celana pendek, ntar kalo lagi beli baso keluar pager, bisa² ditangkep.. belum lagi gua punya anak bayi, kalo lagi dibawa jalan (mis: pake mobil pribadi) tuz nyusuin keliatan polisi, ditangkep pula.. dengan alesan memperlihatkan payudara, padahal niat hati mo ngasi makan anak secara ASI exclusive (gimana coba cara ngasi ASI tapi ttp ketutup?) apa daya malah melawan hukum. Huh.. memberatkan kaum hawa banged sih!
eh… maaf.. kok gua jadi ngomel² yak :p
Ooo…jadi gambar inul ngebor itu buat anak kecil dibilang PORNO, buat org dewasa GAK PORNO.
aswad: mikirnya nggak gitu :)
Pertama, Inul ngebor tidak porno ;)
Kedua, kalaupun Inul dianggap porno, bagi anak kecil porno, bagi orang tuapun juga porno. Tetapi anak kecil gak boleh liat, orang tua boleh lihat. Sederhana ;)
Hasil wawancara aktor dangdut (AD )senior dgn wartawati( W ):
W : Bang, kok Inul dilarang manggung dan dipakai sbg contoh dalam RUU APP
AD : Iya, krn goyang ngebornya bikin kaum pria melotot
W : Berarti secara fisik adalah goyang dipanggungnya yaa…Bang
AD : Iya !!! ( tegas dan mantaf )
W : Bang, kalo abang manggung terkadang buka kancing atas dan kliatan bulu dadanya dan saya sebagai wanita juga terkadang merinding kalo ngiatinnya. APakah itu juga masuk porno ?!
AD : Jelas tidak, karena saya khan tidak goyang ngebor…( sambil memeragakan bergoyang…. )
W : Lalu, kalo saya juga merinding liat Abang manggung gimana caranya supaya tidak merinding Bang…..
AD : Yaaaa….jangan liat Abang manggung ajah….
W : Berarti Abang juga jangan liat Inul manggung juga dong biar nggak merinding ( jawab si W dgn sewot )
AD :….????!!!!???? bingung en ngeloyor pergi….
Hei Mon,
Gw jadi bingung sama elo & semua orang2 yg menentang RUU APP, sebenarnya elo semua udah baca apa belom sih RUU tersebut…
Jadi please deh jgn asal kontra doank klo belom pada baca ….
Aneh, tujuannya baik kok ditentang…elo mau keluarga & keturunan elo pada bobrok semua…
Peace!!
RUU APP diperlukan untuk mencegah kerusakan moral! Ketika kita berbicara …
– Apa sih gunanya agama? Bukannya mengatur moral, perilaku, dan kehidupan manusia? Bukankah agama sendiri juga bisa disebut undang2? Kalo memang mengaku beragama ya harusnya mau diatur donk. Kalo ngga apa gunanya ngaku2 beragama?
RUU APP meningkatkan harkat perempuan! Sebagai perempuan saya merasa risih melihat perempuan lain berpakaian seronok! Yang berpose sana kok yang risih situ …
– Mahalan mana sih, makanan yang tertutup, bersih, tidak ada lalernya, sama makanan yang di”ler”, dirubung laler, dijajakan keliling?
Tapi RUU APP itu perlu untuk mencegah kejahatan seksual! … , tingkat kejahatan seksualnya sangat rendah dan cenderung menurun.
– La di sono sex udah bebas kok. Ya pasti bukan lagi tindak kejahatan. La trus apa bedanya ama binatang. Ada betina montok… sruuuduuuk!
Tapi ada kakek tua memperkosa balita setelah melihat VCD Inul ngebor! Apakah Inul harus kehilangan …
– Berarti Inul kan udah ngga sesuai dengan adat, moral bangsa kita. Sampe2 ngerusak moral kakek2.
Berarti balita yang diperkosa tadi tidak penting karena minoritas? … kakek tua tadi.
– Nah kakek tua tadi, kenapa bisa melakukan? hayoo…
Saya mudah terangsang sehingga sering ereksi kalau melihat wanita berpakaian seksi di mall! Itu masalah anda …
– Betul, saya setuju. Tapi “saya” ngga akan punya masalah ini kalo ngga ada yang memicu.
Saya tidak ingin anak saya melihat gambar porno. Ini mungkin …
– Emang loe berhak, boleh, sah-sah aja ngeliat ORANG LAIN telanjang?
My points are:
– Jangan berdalih kebebasan berexpresi, pelestarian budaya, dan tuntutan profesi untuk melegalkan pornografi.
– Jangan ngajak-ajak orang kalau ingin berpornografi.
– Bukankah kue lemper lebih mahal dan disukai orang, daripada donat. Bukan karena ada dagingnya, tapi karena ada bungkusnya. :D
– Dan yang paling penting, agama kita memberikan pilihan mana yang benar dan mana yang salah, tinggal pilih, itu kalau kita masih mengaku beragama.
Peace!
RUU APP diperlukan untuk mencegah kerusakan moral! Ketika kita berbicara …
– Apa sih gunanya agama? Bukannya mengatur moral, perilaku, dan kehidupan manusia? Bukankah agama sendiri juga bisa disebut undang2? Kalo memang mengaku beragama ya harusnya mau diatur donk. Kalo ngga apa gunanya ngaku2 beragama?
Berarti sudah ada agama untuk mengatur itu? Kenapa harus bikin RUU yang malah mengancam hak orang lain? Apa karena merasa tidak mampu sehingga harus kelabakan dan akhirnya melalui jalur yang memaksa (dan akhirnya merugikan orang lain)?
RUU APP meningkatkan harkat perempuan! Sebagai perempuan saya merasa risih melihat perempuan lain berpakaian seronok! Yang berpose sana kok yang risih situ …
– Mahalan mana sih, makanan yang tertutup, bersih, tidak ada lalernya, sama makanan yang di”ler”, dirubung laler, dijajakan keliling?
Diantara banyak argumen pro RUU APP, argumen ini yang paling tidak bermutu karena lemper bukan manusia. Lemper tidak memiliki hak-hak seperti halnya manusia.
Tapi RUU APP itu perlu untuk mencegah kejahatan seksual! … , tingkat kejahatan seksualnya sangat rendah dan cenderung menurun.
– La di sono sex udah bebas kok. Ya pasti bukan lagi tindak kejahatan. La trus apa bedanya ama binatang. Ada betina montok… sruuuduuuk!
Kejahatan apa yang dimaksud? Memperkosa dan hubungan seks dengan anak kecil masih merupakan tindakan kejahatan di semua negara?
Tapi ada kakek tua memperkosa balita setelah melihat VCD Inul ngebor! Apakah Inul harus kehilangan …
– Berarti Inul kan udah ngga sesuai dengan adat, moral bangsa kita. Sampe2 ngerusak moral kakek2.
Sebentar, adat dan moral mana ini yang dimaksud? Maksudnya moral Islam? Setahu saya bergoyang meliuk-liuk sudah menjadi tradisi dalam seni tari Indonesia. Kalaupun goyang meliuk bukan tradisi Indonesia, memaksakan suatu paham tetap saja sebuah pelanggaran hak pribadi..
Berarti balita yang diperkosa tadi tidak penting karena minoritas? … kakek tua tadi.
– Nah kakek tua tadi, kenapa bisa melakukan? hayoo…
Karena kakek tadi bermasalah. Menurut saya, sangat bodoh sekali kalau mengasumsikan seluruh pria di indonesia juga bermasalah seperti kakek-kakek tadi.
Saya mudah terangsang sehingga sering ereksi kalau melihat wanita berpakaian seksi di mall! Itu masalah anda …
– Betul, saya setuju. Tapi “saya” ngga akan punya masalah ini kalo ngga ada yang memicu.
Berarti itu namanya melimpahkan masalah pribadi ke orang lain.
Saya tidak ingin anak saya melihat gambar porno. Ini mungkin …
– Emang loe berhak, boleh, sah-sah aja ngeliat ORANG LAIN telanjang?
Saya berhak melihat orang telanjang jika orang tersebut bersedia dilihat telanjang oleh saya.
My points are:
– Jangan berdalih dengan agama dan moral untuk memaksakan paham pribadi, dan mulailah menghargai pandangan orang lain.
– Jangan menjudge orang kalau dia tidak beragama, yang tahu cuma Tuhan.
– Sah-sah saja untuk mengajak orang lain untuk tidak melihat porno atau membuat porn. Tapi jangan memaksakan paham sempit lewat undang-undang.
Jadi inget posting blogku Agustus 2004 yang lalu…jauh sebelum ribut2 RUU ngawur ini:
“Seberapa jauh batas untuk sesuatu yang disebut pornography itu?Bagi sebagian orang satu hal merupakan pornography sementara bagi yang lain merupakan hal biasa.
Sebagai contoh baru-baru ini di Idaho, AS, ada kelompok vegetarian yang memperagakan adegan bercinta dengan hampir telanjang di trotoar jalan. Mereka mengkampanyekan positif side dari pola hidup vegetarian yang di claim membuat orang lebih baik dalam making love.
Bayangkan kalau ini terjadi di Jakarta…..wahhhh pasti langsung di gerebek sama Polda tuh.
Sekali lagi batas-batas pornography masih sangat kabur untuk masyarakat di beberapa bagian dunia….Jadi mungkin yang menjadi masalah adalah di pikiran masing masing orang dalam menyikapi hal tersebut.So once again actually wether it is pornography or not, it depends in our own mind……What about your mind??”
Setuju banget dengan “actually whether it is pornography or not, it depends in our own mind……” Jangan kata tentang hal hal yang berbau pornografi ato pornoaksi, kalo emang dasarnya lagi ngeres, ngelihat orang berbaju ketutup dari leher ampe mata kaki aja bisa tetap horny kan?
menurut saya, yang harusnya diatur dalam RUU APP tsb adalah bagaimana memperbaiki moral dan pemikiran bangsa tanpa memaksakan kehendak bahkan sampai mengatur kebebasan pribadi seseorang, apalagi negara kita wilayahnya besar dengan tingkat pembangunan yang sangat tidak merata, masih banyak saudara-saudara kita di luar pulau Jawa yang pakaiannya masih minim.
Bahkan di pinggiran Jakarta sekalipun masih banyak yang mandi telanjang di sungai dan bisa dilihat oleh siapa saja, dan toh tidak ada yang merasa itu tidak senonoh. Jadi sejauh mana batasan yang dianggap pornoaksi karena jelas jelas yang mandi telanjang tersebut tidak dengan sengaja memamerkan tubuhnya dengan maksud menggoda.Mereka mandi di tempat terbuka semata karena belum adanya fasilitas wc pribadi di rumah mereka. Jadi bila memang segala sesuatu hendak diatur UU, pemerintah seyogyanya juga meningkatkan terlebih dahulu sarana publik selengkap-lengkapnya atau meningkatkan perekonomian rakyat kecil sehingga teman-teman kita yang tidak mampu tidak usah mandi di sungai yang jelas-jelas kotor karena banyak sampah, dan tidak usah takut dengan ancaman melanggar RUU APP karena mandi di tempat terbuka.
Berdasarkan pengalaman, apa yang makin dilarang, biasanya makin ingin dilakukan, apa yang makin ditutupi, semakin meningkatkan keinginan kita untuk melihat atau mengetahuinya. Itu udah sifat manusia. Gitu deh…
Setuju banget dengan “actually whether it is pornography or not, it depends in our own mind……” Jangan kata tentang hal hal yang berbau pornografi ato pornoaksi, kalo emang dasarnya lagi ngeres, ngelihat orang berbaju ketutup dari leher ampe mata kaki aja bisa tetap horny kan?
menurut saya, yang harusnya diatur dalam RUU APP tsb adalah bagaimana memperbaiki moral dan pemikiran bangsa tanpa memaksakan kehendak bahkan sampai mengatur kebebasan pribadi seseorang, apalagi negara kita wilayahnya besar dengan tingkat pembangunan yang sangat tidak merata, masih banyak saudara-saudara kita di luar pulau Jawa yang pakaiannya masih minim.
Bahkan di pinggiran Jakarta sekalipun masih banyak yang mandi telanjang di sungai dan bisa dilihat oleh siapa saja, dan toh tidak ada yang merasa itu tidak senonoh. Jadi sejauh mana batasan yang dianggap pornoaksi karena jelas jelas yang mandi telanjang tersebut tidak dengan sengaja memamerkan tubuhnya dengan maksud menggoda.Mereka mandi di tempat terbuka semata karena belum adanya fasilitas wc pribadi di rumah mereka. Jadi bila memang segala sesuatu hendak diatur UU, pemerintah seyogyanya juga meningkatkan terlebih dahulu sarana publik selengkap-lengkapnya atau meningkatkan perekonomian rakyat kecil sehingga teman-teman kita yang tidak mampu tidak usah mandi di sungai yang jelas-jelas kotor karena banyak sampah, dan tidak usah takut dengan ancaman melanggar RUU APP karena mandi di tempat terbuka.
Berdasarkan pengalaman, apa yang makin dilarang, biasanya makin ingin dilakukan, apa yang makin ditutupi, semakin meningkatkan keinginan kita untuk melihat atau mengetahuinya. Itu udah sifat manusia. Gitu deh…
Setuju banget dengan “actually whether it is pornography or not, it depends in our own mind……” Jangan kata tentang hal hal yang berbau pornografi ato pornoaksi, kalo emang dasarnya lagi ngeres, ngelihat orang berbaju ketutup dari leher ampe mata kaki aja bisa tetap horny kan?
menurut saya, yang harusnya diatur dalam RUU APP tsb adalah bagaimana memperbaiki moral dan pemikiran bangsa tanpa memaksakan kehendak bahkan sampai mengatur kebebasan pribadi seseorang, apalagi negara kita wilayahnya besar dengan tingkat pembangunan yang sangat tidak merata, masih banyak saudara-saudara kita di luar pulau Jawa yang pakaiannya masih minim.
Bahkan di pinggiran Jakarta sekalipun masih banyak yang mandi telanjang di sungai dan bisa dilihat oleh siapa saja, dan toh tidak ada yang merasa itu tidak senonoh. Jadi sejauh mana batasan yang dianggap pornoaksi karena jelas jelas yang mandi telanjang tersebut tidak dengan sengaja memamerkan tubuhnya dengan maksud menggoda.Mereka mandi di tempat terbuka semata karena belum adanya fasilitas wc pribadi di rumah mereka. Jadi bila memang segala sesuatu hendak diatur UU, pemerintah seyogyanya juga meningkatkan terlebih dahulu sarana publik selengkap-lengkapnya atau meningkatkan perekonomian rakyat kecil sehingga teman-teman kita yang tidak mampu tidak usah mandi di sungai yang jelas-jelas kotor karena banyak sampah, dan tidak usah takut dengan ancaman melanggar RUU APP karena mandi di tempat terbuka.
Berdasarkan pengalaman, apa yang makin dilarang, biasanya makin ingin dilakukan, apa yang makin ditutupi, semakin meningkatkan keinginan kita untuk melihat atau mengetahuinya. Itu udah sifat manusia. Gitu deh…
Coba baca artikel ini:
———-
Legal Opinion: Urgensi RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi
Tim Pengajar FHUI -Depok
Fatmawati, SH. MH.
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
Yetty Komalasari Dewi, SH. M.Li.
Dalam ilmu hukum dipelajari tentang kaedah hukum (dalam arti luas). Kaedah hukum (dalam arti luas) lazimnya diartikan sebagai peraturan, baik tertulis maupun lisan, yang mengatur bagaimana seyogyanya kita (suatu masyarakat) berbuat atau tidak berbuat. Kaedah hukum (dalam arti luas) meliputi asas-asas hukum, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma), dan peraturan hukum kongkrit.
Asas-asas hukum merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak, merupakan latar belakang peraturan hukum konkrit yang terdapat di dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan putusan hakim. Sementara itu, kaedah hukum dalam arti sempit atau nilai (norma)
merupakan perumusan suatu pandangan obyektif mengenai penilaian atau sikap yang seyogyanya dilakukan atau tidak dilakukan, yang dilarang atau dianjurkan untuk dijalankan (merupakan nilai yang bersifat lebih kongkrit dari asas hukum).
Berkaitan dengan RUU Pornografi dan Pornoaksi, berdasarkan argumentasi yuridis (perspektif ilmu hukum), maka RUU ini memiliki dasar pembenar sebagai berikut:
1. Berdasarkan asas Lex Specialis Derogat Legi
Generalis, maka RUU ini nantinya akan berlaku sebagai hukum khusus, yang akan mengesampingkan hukum umum (dalam hal ini adalah KUHP) jika terdapat pertentangan diantara keduanya. Hal ini sudah banyak terjadi dalam UU di R.I., sebagai contoh adalah UU Kesehatan sebagai lex specialis (hukum yang khusus) dengan KUHP sebagai lex generalis (hukum yang umum). Dalam Pasal 15 ayat
(1) UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan diatur perihal diperbolehkannya aborsi atas indikasi medis, yaitu dalam keadaan darurat yang membahayakan jiwa ibu hamil dan atau janinnya. Berbeda dengan UU Kesehatan, KUHP sama sekali tidak memperkenankan tindakan aborsi, apapun bentuk dan alasannya. Artinya dalam hal ini, jika terjadi suatu kasus aborsi atas indikasi medis
(seperti diatas), berdasarkan asas Lex Specialis derogate Legi Generalis, maka yang berlaku adalah UU Kesehatan dan bukan KUHP;
2. Berdasarkan asas Lex Posteriori Derogat Legi Priori
Maka RUU ini nantinya akan menjadi hukum yang disahkan belakangan, yang akan menghilangkan hukum yang berlaku terlebih dahulu (KUHP) jika terjadi pertentangan diantara keduanya.
Sedangkan berdasarkan argumentasi logis, maka RUU ini dapat dibenarkan dengan alasan sebagai berikut:
* Pornografi dan Pornoaksi yang marak belakangan ini tidak saja membawa korban (victim) orang dewasa tetapi juga anak-anak. Dalam kaitan ini, UU Perlindungan Anak No. 23 tahun 2002 tidak menyinggung sedikit-pun tentang masalah pornografi anak (child-pornography). Namun mengatur (senada dengan Convention on the rights of the Child 1989) bahwa anak wajib dilindungi dari
‘bahan-bahan dan material’ yang illicit dan membahayakan perkembangan jiwa dan masa depannya. Pornografi adalah satu bentuk illicit materials yang
dapat membahayakan perkembangan jiwa anak. Oleh karena itu, diperlukan suatu dasar hukum untuk melindungi anak-anak dari masalah pornografi.
* UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, tidak memiliki klausul yang cukup melindungi pers dan khalayak dari penyalahgunaan pornografi.
* UU tentang Penyiaran No. 32 tahun 2002 juga tidak banyak mengatur dan melindungi khalayak penyiar dan pemirsa dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi.
* Secara fitrah manusia memang memiliki kebutuhan seksual dan tidak ada seorangpun yang berhak mengambil hak dasar ini. Namun demikian, bagaimana menggunakan kebutuhan seksual ini agar tidak memberikan dampak yang negative terhadap masyarakat luas, tentu saja perlu diatur. Sebagai perbandingan, USA yang memiliki nilai-nilai budaya yang cenderung lebih ‘permissive’ dibandingkan Indonesia, misalnya, memiliki Child Obscenity and Pornography Prevention Act of 2002. Di Inggris ada Obscene Publications Act 1959, dan Obscene Publications Act 1964 yang masih berlaku sampai sekarang, yang mengatur dan membatasi substansi atau gagasan dalam media yang mengarah kepada pornografi.
Di dalam sistem hukum Civil Law (European Continental), UU berperan dalam pembentukan hukum. Salah satu tujuan pembentukan hukum (UU) adalah untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi diantara anggota masyarakat (pemutus perselisihan). Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa seiring dengan kemajuan zaman, kehidupan masyarakat-pun mengalami perubahan. Oleh karenanya, hukum-pun harus mengikuti perubahan/perkembangan masyarakat agar hukum mampu menjalankan fungsinya tersebut.
Artinya, jika hukum tidak diubah sesuai dengan perkembangan masyarakat-nya, maka hukum menjadi mati dan tidak mampu mengatasi masalah sosial yang terjadi/muncul dalam suatu masyarakat. Masalah pornografi dan pornoaksi mungkin dulu belum dianggap atau dinilai penting, namun demikian beberapa tahun belakangan ini, seiring dengan semakin berkembangnya teknologi informatika, masalah tersebut telah memberikan dampak social yang sangat signifikan terhadap kehidupan masyarakat Indonesia.
Dalam kaitannya dengan RUU ini, walaupun menurut sebagian orang masalah
pornografi dan pornoaksi dapat diselesaikan oleh KUHP khususnya pasal 281 dan 282, namun apabila dicermati sebenarnya pasal-pasal tersebut pun masih memiliki
beberapa kelemahan, yaitu tentang kriteria kesusilaan dan tentang ancaman hukuman. Kedua-nya dapat dijelaskan sebagai berikut:
* Kriteria Kesusilaan. KUHP tidak memberikan definisi atau batasan yang jelas tentang apa yang dimaksud dengan ‘kesusilaan’. Tentu saja hal ini menyebabkan terjadinya ‘multitafsir’ terhadap pengertian kesusilaan, dengan kata lain, kapan seseorang disebut telah bertingkah laku susila atau asusila (melanggar susila). Terjadinya penafsiran yang berbeda terhadap suatu ketentuan dalam UU seharusnya tidak boleh terjadi karena ini menyebabkan ketidakpastian hukum. Oleh karena itu, jika RUU Pornografi dan Pornoaksi justru memberikan pengertian
dan batasan yang lebih jelas atau detail, seharusnya secara logis hal ini dapat dibenarkan. Logikanya, suatu peraturan yang lebih jelas atau detail justru akan menghindari terjadinya ketidakpastian hukum dan menghindari implementasi yang sewenang-wenang dari aparat penegak hukum (non-arbitrary implementation).
Dan jika kepastian hukum justru dapat tercapai dengan adanya RUU ini, maka seharusnya kita mendukungnya.
* Ancaman Hukuman. Ancaman hukuman yang terdapat pada pasal 281 dan 282 KUHP sangat ringan. Kedua pasal tersebut yang dianggap oleh sebagian orang sudah cukup untuk mengatasi atau mengantisipasi masalah pornografi dan pornoaksi, hanya memberikan maksimal hukuman penjara 2 tahun 8 bulan dan maksimal denda Rp. 75.000 (lihat pasal 282 ayat 3). Jika tujuan dijatuhkan-nya hukuman adalah untuk mencegah orang untuk melakukan perbuatan tersebut, jelas hukuman maksimal penjara dan denda seperti diatas (2 tahun 8 bulan dan 75.000), tidak akan memberikan dampak apapun pada pelakunya. Ancaman hukuman tersebut tidak memiliki nilai yang signifikan sama sekali untuk ukuran sekarang.
Berdasarkan paparan di atas, sebenarnya RUU APP ini memiliki cukup legitimasi baik dari sisi yuridis maupun sosiologis. Hanya saja, disarankan untuk lebih memperbanyak atau memperkuat argumentasi yuridis bahwa RUU ini memang dibutuhkan walaupun telah diatur secara tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan (argumentasi kelebihan RUU ini dibandingkan pengaturan
yang telah ada). Sebagai contoh, UU Kesehatan sebagaimana telah dijelaskan di atas. Disamping itu ada juga UU KDRT, yang sebenarnya secara substansi telah diatur dalam KUHP, tetapi toh dapat diberlakukan UU KDRT karena memiliki argumentasi logis yang merubah kekerasan dalam rumah tangga dari delik aduan (dalam KUHP) menjadi delik biasa (dapat dilaporkan oleh siapa saja yang melihat atau mengetahui peristiwa tersebut).
Kemudian, harus diakui bahwa ada beberapa rumusan yang belum ‘pas betul’ dengan tujuan pembentukan RUU ini, yaitu antara lain rumusan/ definisi tentang
‘pornoaksi’. Karena dalam pelbagai literature agak sulit secara legal formal untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan ‘pornoaksi’. Sedangkan, definisi ‘pornografi’ sudah lumayan ter-cover dalam RUU APP, di –mix dengan definisi pada UU sejenis di negara lain dan encyclopedia. Maka, suatu studi yang lebih kritis tentang ‘pornoaksi’ amat perlu dilakukan.
Untuk keberlakuan RUU APP ini, dapat mengikuti metode pemberlakuan UU Lalu Lintas (penggunaan seat-belt), dimana diberikan cukup waktu untuk sosialisasi RUU
ini, atau masa transisi, dan setelah sekian tahun (misal 2 atau 3 tahun), baru-lah RUU ini diberlakukan secara penuh.
Wilayah Perdebatan dan Kontroversi
Selama ini wilayah perdebatan dan kontroversi yang paling banyak diungkap oleh para pengkritisi RUU APP ini adalah :
* Apakah pornografi dan pornoaksi adalah issue public atau issue privat yang berarti termasuk ranah publik-kah atau ranah privat?
* Apakah pornografi dan pornoaksi ada dalam wilayah persepsi yang berarti masuk dalam ranah moral dan agama (yang berarti pelanggaran terhadapnya hanya dapat dikenakan sanksi moral atau sanksi agama) ataukah masuk dalam ranah hukum public dan kenegaraan yang berarti dapat dikenakan sanksi hukum yang mengikat dan memaksa (sanksi pidana).
* Apakah pelarangan terhadap pornografi dan pornoaksi adalah suatu bentuk pelanggaran HAM terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers ataukah
justru perlindungan terhadap pers yang sehat dan edukatif dan perlindungan terhadap anak dan khalayak penikmat pers dan media.
* Apakah pelarangan terhadap pornografi atau pornoaksi adalah suara dari mayoritas masyarakat ataukah semata-mata ‘pemaksaan’ issue dari ‘kelompok-kelompok tertentu’ saja atau bahkan sebagai ‘pintu masuk pemberlakuan syari’at Islam di Indonesia’?
* Apakah pornografi memang harus diatur dengan Undang-Undang, atau cukup diserahkan pada UU yang ada saja (jawabannya ada di atas).
* Apakah pelarangan pornografi dan pornoaksi tidak akan menimbulkan viktimisasi terhadap perempuan ataukah malah menimbulkan viktimisasi perempuan?
Menurut hemat kami, keberatan-keberatan tersebut harus disikapi dengan proporsional. Ada memang ranah yang harus diseimbangkan, bahwasanya pelanggaran pornografi misalnya tidak boleh sekali-sekali melanggar hak anak dan perempuan. Bahwasanya pornografi disini aktornya adalah laki-laki dan
perempuan, tidak hanya perempuan, sehingga kekhwatiran terhadap viktimisasi terhadap perempuan mestinya tak usah terjadi. Bahwasanya pornografi memang harus diatur dengan UU karena ketidakdigdayaan UU yang ada. Juga, karena di negara-negara barat saja pornografi memiliki pengaturan tersendiri. Dan,
bahwasanya RUU APP ini bukan agenda sektarian kelompok-kelompok tertentu saja (apalagi sebagai pintu masuk Syari’at Islam seperti selama ini dikhawatirkan
khalayak penolak dan pengamat asing), melainkan lahir dari suatu kebutuhan untuk menciptakan media yang sehat dan edukatif disamping sebagai legislasi yang menjamin perlindungan terhadap masyarakat, utamanya anak-anak dan kaum perempuan dari penyalahgunaan pornografi dan pornoaksi.
Yang terakhir, suatu RUU semestinya harus mencerminkan keadilan dan kepastian hukum (justice and certainty of law), maka suatu studi mendalam diiringi
proses penyusunan yang aspiratif (akomodatif terhadap suara-suara dan kebutuhan dalam masyarakat maupun pemerintah) sudah semestinya dilakukan.
Wallahua’lam
Depok, 8 Maret 2006
Disclaimer : Legal opinion ini adalah pendapat para pengajar tersebut di atas dan tidak mewakili institusi
“..masalah moral…masalah akhlak…biar kami,cari sendiri..” Manusia Setengah Dewa..” by Iwan FAls
Rancangan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi atau biasa disebut dengan RUU APP yang sedang “naik daun”. RUU ini sendiiri diusulkan oleh anggota DPR sembilan tahun lebih lalu, tetapi selalu ditunda walaupun telah melalui dua kali pergantian presiden (Kompas, 25/02). Wow…sunggguh-sunggu amat fantastis bukan. Berarti “embrio” RUU Anti pornografi dan pornoaksi ini sudah ada sejak tahun 1996. Lalu kemana saja para anggota DPR dalam menyusun undang-undang dengan baik dan benar. Kalo kata grup band asal Yogyakarta “ 9 tahun lamanya”.
Akh…berat sekali yah bahasannya. Cuman kta sebagai orang muda/orang yang punya pemikiran sedikit lebih “cerah’ dari dewan yang terhormat yang-kerjanya-kadang-bolos-atau-membaca-koran-disela-sela-rapat bisa menetukan sikap terhadap RUU ini. Karena begitu loe tau apa aja sih subtansi yang ada di dalam RUU APP ini. Simak pasal-pasal “panas” yang masih dalam perdebatan selama ini:
Pasal 4 (1): setiap orang dilarang mebuat tulisan,suara atau rekaman suara,film atau yang dapat disamakan dengan film,syair lagu,puisi,gambar,foto dan /atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa*
Pasal 25(1) : setiap ornag dewasa dilarang mempertontonkanbagian tubuh yag sensual(Kompas, 25/02)
*= bagian tubuh yang tertentu adalah alat kelamin alias konto*, paha,pinggul,pantat,pusar dan payudara perempuan(payudara lelaki tidak masuk itungan), baik yang terlihat sebagian maupun seluruhnya ataupun pentil-nya doang…..;)
Hingga saat ini defisini yang jelas tentang pornografi sendiri belum jelas. Komisioner Komnas Perempuan,Myra Diari, mempertanyakan definisi pornografi dan pornoaksi yang justru sama sekali tidak melindungi perempuan. Tambahnya lagi, bahawa salah satu definisi pornografi bersifat grafis,pornografi juga mengandung unsur vugar,eksplisit,mengandung kekerasan dan menghina/menyubordinasi perempuan.
Halahh ….tampaknya nampak bukan. Gimana menurut loe…? Ini aja gue ngga nambahin pasal-pasl lain yang mungkin sedikit kurang lebih pas-pasan kontroversial. Pasal *gue lupa pasal berapa* dimana kalo loe ciuman bibir di muka umum, bukan muka temen-temen loe, loe bakal dikenain denda atau bahkan kena hukuman penjara.
Yuup..betul sekali. Nanti kalo RUU APP ini udah di sahkan pada bulan Juni*rencananya sih pada bulan ini di “launcing”-nya*,loe bisa dipenjara Cuma gara-gara loe ngga bisa nahan nyium cewe loe di stasiun atau bandara waktu loe berdua mau berpisah karena pasangan loe mau pergi/berangkat ke luar negeri.
sEKARANG lagi pada sibuk revisi tuch RUU…smoga aja ntar keluarnya dan pas udah jadi UU bener-bener bisa ngebuat Indonesia jadi tambah “sehat”…kalau tidak…maka lantunan lagu bang Iwan akan berkumandang kemabali di nusa bangsa ini….halaahh…sok serius banget gue..
Posted by seno pramuadji on Sunday, 26 March 2006 at 00:46 | Permalink | Comments (0)
seru seech…baca smua komentar di atas. Tapi knapa ya, sya mrasa seluruh perbincangan kita tentang RUU APP yang mengusung moral anti pornografi ternyata gak jauh-jauh dari wanita?
jalan salah, pake baju salah, gak pake lebih salah, cari duit salah, gak cari duit direndahkan, gak bisa mendidik anak salah, jadi wanita karir di bilang egois.
Sya sebagai perempuan sejati…hehehe…bener!!! sedih mengamati smua yang jadi otot-ototan ini.
Buat kaum wanita yang berbeda pendapat dengan saya, menurut saya itu sah-sah aja. Dan sebaiknya Mbak-Mbak dan Mas-Mas menerima kami-kami yang anti RUU APP ini dengan lapang dada pula kan.
Semua wanita memang punya kecenderungan ingin dilindungi, tetapi dengan adanya RUU APP ini, yang drafnya hanya sepotong-sepotong kita nikmati, saya kok merasa wanita kembali didikte tentang apa yang boleh dan apa yang tidak. Bukankah itu berarti pembodohan?
mengenai peredaran foto porno atau goyang atau apapun itu. Cekal saja medianya, razia saja…
Tapi mengenai goyangan yang dianggap seronok, sejujurnya saya juga sering eneg liat goyang begituan ditayangkan di TV, trus saya ganti channel dech!! solusi yang mudahkan!gak merugikan mereka-mereka yang sedang mencari nafkah meski kita tidak menyukainya
dy
KEBODOHAN DARI SEBUAH UMAT…
Bukan hanya KEBODOHAN SUATU UMAT
Tapi
KEDUNGUAN bahwa semua produk & budaya barat itu lebih OK dan ketinggalan jaman bagi yang tidak mengikutinya, malah yang membuat filter efek negatifnya, dibilang melanggar HAM dan Demokrasi !
So… lihat statistik di bawah ini:
—————
Buat para penentang RUU APP yang menganggap di Barat di mana orang bebas make baju atau tidak make baju (baca: baju minim kain) angka perkosaannya rendah, silakan pelototi statistik di bawah:
Daftar lengkap:
#1 South Africa 1.19538 per 1,000 people
#2 Seychelles 0.788294 per 1,000 people
#3 Australia 0.777999 per 1,000 people
#4 Montserrat 0.749384 per 1,000 people
#5 Canada 0.733089 per 1,000 people
#6 Jamaica 0.476608 per 1,000 people
#7 Zimbabwe 0.457775 per 1,000 people
#8 Dominica 0.34768 per 1,000 people
#9 United States 0.301318 per 1,000 people
#10 Iceland 0.246009 per 1,000 people
#11 Papua New Guinea 0.233544 per 1,000 people
#12 New Zealand 0.213383 per 1,000 people
#13 United Kingdom 0.142172 per 1,000 people
#14 Spain 0.140403 per 1,000 people
#15 France 0.139442 per 1,000 people
#16 Korea, South 0.12621 per 1,000 people
#17 Mexico 0.122981 per 1,000 people
#18 Norway 0.120836 per 1,000 people
#19 Costa Rica 0.118277 per 1,000 people
#20 Venezuela 0.115507 per 1,000 people
#21 Finland 0.110856 per 1,000 people
#22 Netherlands 0.100445 per 1,000 people
#23 Denmark 0.0914948 per 1,000 people
#24 Germany 0.0909731 per 1,000 people
#25 Bulgaria 0.0795973 per 1,000 people
#26 Chile 0.0782179 per 1,000 people
#27 Thailand 0.0626305 per 1,000 people
#28 Kyrgyzstan 0.0623785 per 1,000 people
#29 Poland 0.062218 per 1,000 people
#30 Sri Lanka 0.0599053 per 1,000 people
#31 Hungary 0.0588588 per 1,000 people
#32 Estonia 0.0547637 per 1,000 people
#33 Ireland 0.0542829 per 1,000 people
#34 Switzerland 0.0539458 per 1,000 people
#35 Belarus 0.0514563 per 1,000 people
#36 Uruguay 0.0512295 per 1,000 people
#37 Lithuania 0.0508757 per 1,000 people
#38 Malaysia 0.0505156 per 1,000 people
#39 Romania 0.0497089 per 1,000 people
#40 Czech Republic 0.0488234 per 1,000 people
#41 Russia 0.0486543 per 1,000 people
#42 Latvia 0.0454148 per 1,000 people
#43 Moldova 0.0448934 per 1,000 people
#44 Colombia 0.0433254 per 1,000 people
#45 Slovenia 0.0427648 per 1,000 people
#46 Italy 0.0402045 per 1,000 people
#47 Portugal 0.0364376 per 1,000 people
#48 Tunisia 0.0331514 per 1,000 people
#49 Zambia 0.0266383 per 1,000 people
#50 Ukraine 0.0244909 per 1,000 people
#51 Slovakia 0.0237525 per 1,000 people
#52 Mauritius 0.0219334 per 1,000 people
#53 Turkey 0.0180876 per 1,000 people
#54 Japan 0.017737 per 1,000 people
#55 Hong Kong 0.0150746 per 1,000 people
#56 India 0.0143187 per 1,000 people
#57 Qatar 0.0139042 per 1,000 people
#58 Macedonia, The Former Yugoslav Republic of 0.0132029 per 1,000 people
#59 Greece 0.0106862 per 1,000 people
#60 Georgia 0.0100492 per 1,000 people
#61 Armenia 0.00938652 per 1,000 people
#62 Indonesia 0.00567003 per 1,000 people
#63 Yemen 0.0038597 per 1,000 people
#64 Azerbaijan 0.00379171 per 1,000 people
#65 Saudi Arabia 0.00329321 per 1,000 people
===
Sumber: http://www.nationmaster.com/graph-T/cri_rap_percap
Membaca daftar itu, apa benar yang diungkapkan para penentang RUU APP bahwa angka perkosaan di Barat lebih rendah daripada di Timur Tengah?
Bandingkan saja:
1. Australia
2. Canada
3. New Zealand
4. United Kingdom
5. United States
Dengan:
1. Qatar
2. Indonesia
3. Saudi Arabia
Ranking 1 – 10 contoh jahiliyah. Kiblat kebebasan, yaitu Amerika Serikat, ada di ranking itu. So…. apa lagi yang mau dipake untuk membuktikan kalau di USA sono angka perkosaan rendah? Setidaknya, dibandingkan dengan Qatar, Indonesia, dan Arab Saudi, …. negeri kiblat kebebasa itu jauh lebih tinggi angka perkosaannya. Artinya apa? Diaturnya pornografi tidak membuat mereka lebih beradab dari Indonesia. Yang benar adalah PORNOGRAFI dan PORNOAKSI dilarang, bukan diatur!!!!!!
Perhatikan catatan kaki di bawah:
Crime statistics are often better indicators of prevalence of law enforcement and willingness to report crime, than actual prevalence. Per capita figures expressed per 1,000 population.
…atau kalau diterjemahkan kurang lebih:
Statistik kriminal lebih digunakan untuk menunjukkan tingkat penegakan hukum dan kesadaran untuk melaporkan tindakan kriminal, daripada tingkat kriminal itu sendiri. Angka per kapita menunjukkan kejadian tiap 1000 populasi.
lama gak liat blogmu, mon..
ternyata semua orang pusing disini..
ckck..
*ngeloyor pergi*
GW bingung kenapa orang pada nentang RUU, biarin aja jalan, karna buat pencinta pornografi, biar “LIPSTICK” di bredel masih ada exoticazza, morenonamanis dll, VCD bokep di sikat, masih bisa download film bokep pake limewire. seperti lu bilang semua urusan pribadi, urus masing masing lah, buat porn lover, undang undang segunung tidak akan menghalangi buat mendapatkan kebutuhan pokoknya :D.
Pemerintahan parno tidak memperbincangkan kita, bahkan melihatpun tidak.
Tolak rancangan UU Pornografi.
-Salam-
Saya kira yang perlu dibenahi oleh bangsa ini adalah moralitasnya.UU anti pornografi sehebat apapun tidak akan bisa memaksa atau menghentikan orang untuk berbuat porno atau menunjukkan porno.Bukankah manusia itu memang manusia yang cerdas dan cenderung tidak mau terikat akan aturan…Jadi sebenarnya yang perlu dibenahi adalah MORALITAS bangsa ini.caranya…1.pemerintah harus konsisten untuk memberantas penjualan VCD porno secara bebas…termasuk memberantas distributor,pembajak, termasuk oknum2 yang membekingi penjualan Film Porno secara bebas..2.Sedari dini diadakan pendidikan seks sehingga anak2 tidak mendapatkan keingintahuannya tentang seks dari sumber2 yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya ( mis. situs2 di internet, dari teman, VCD porno, dll…) 3. Pendidikan moral dan agama di keluarga ,pengawasan keluarga( So orangtua memegang peranan penting )…4. Pendidikan agama…5.lokaslisasi pelacuran sehingga orang ngga seenaknya melacur dimana2 & juga gampang ngawasinya …6.mengahrgai pemahaman & pandangan orang tentang yang namanya pornografi( tidak melihat dari satu sisi/golonganm/agama saja )…so dengan demikian orang2 akan menjadi semakin dewasa dalam menyikapi yang namanya pornografi…7.jangan “MUNAFIK”, karena terus terang bangsa ini dipenuhi dengan orang-orang yang munafik…termasuk para penggagas RUU Anti Pornografi tersebut…
Seputar efek media pornografi mengakibatkan kriminal
Kompas:
Seperti dilansir Bpost, diduga akibat terpengaruh tontonan VCD porno, Ed akhirnya memperkosa bocah anak tetangganya, sebut saja Melati (4), Selasa (26/2) lalu.
SCTV:
Liputan6.com, Pontianak: Seorang penghuni Panti Asuhan Pepabri, Kota Baru, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat (23/4) terpaksa berurusan dengan polisi. Dia diduga memperkosa tiga bocah perempuan penghuni panti lainnya. Mustohir–sebut saja demikian–tak tahan menahan nafsu lantaran keseringan membaca novel porno.
http://www.liputan6.com/view/0,76721,1,0,1139995932.html
Suara Merdeka:
Ketiganya dituduh telah memerkosa Bunga (nama samasaran, 12), pelajar SD kelas V. Pemerkosaan itu dilakukan bersama-sama pada awal November, dan sampai kasus tersebut terbongkar, sudah berlangsung empat kali. Miftaturahman mengaku melakukan perbuatan itu setelah menonton VCD porno.
Indosiar:
Aksi bejat Ris tersebut diakuinya telah dilakukan puluhan kali sejak tahun 2002. Ris mengaku dirinya tidak kuat menahan nafsunya setelah menonton film porno di rumah temannya.
Pikiran Rakyat:
Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk, Imr (20), warga Gang Rulita RT 1 RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga setempat, Kamis (20/2).
Bali Post:
Dari kasus-kasus yang terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas.
TV7:
Memperkosa Karena VCD Porno
VCD porno kembali memakan korban, seorang remaja tanggung, Selasa kemarin tega mencabuli sepupunya sendiri, yang berusia 5 tahun. Tersangka mengaku terangsang melihat bocah yang masih belia tersebut setelah menonton VCD porno.
SCTV:
Tersangka akhirnya mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno.
SCTV:
Tersangka Zaini menggauli paksa keponakannya lantaran tak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno. Ilyas Efendi memperkosa gadis cacat mental setelah melihat pemain figuran di Film Warkop.
Siswa Pemerkosa Akan Diberhentikan
Banjarmasin, BPost
Oknum siswa SMK5, Ed (17), warga PM Noor, Jalan Tunas Baru RT80, Banjarmasin Barat yang diduga memperkosa balita anak tetangganya–sebut saja Melati (4) terancam akan diberhentikan.
Hal tersebut diungkapkan, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaaan SMK 5 Banjarmasin, Robin Hood, Senin (4/3). “Dengan adanya kasus ini Ed nantinya akan diberhentikan karena melanggar peraturan sekolah,” paparnya.
Diakui, Robin, selama ini Ed termasuk siswa yang tidak pernah bermasalah didalam artian tidak pernah berbuat macam-macam seperti membolos atau masalah lainnya.
Bahkan paparnya, di dalam administrasi Ed juga tidak pernah lalai seperti membayar SPP dan lainnya. Meski begitu pihak sekolah sangat menyangkan terjadinya kejadian pemerkosaan.
Meski diakuinya sebelum tertangkapnya Ed, siswa kelas I-I teknologi pengerjaan mesin ini, pihak aparat ada datang ke sekolah menanyakan keberadaan tersangka.
Tetapi karena Ed tidak masuk ke sekolah maka pihaknya tidak dapat menyerahkan Ed. “Kami cukup terkejut setelah membaca berita ternyata Ed terlihat kasus pemerkosaan,” ungkapnya.
Berita itu juga membuat pihak sekolah sangat menyanyangkan serta terpukul. Padahal pengawasan pihak sekolah sudah sangat ketat tapi ungkapnya entahlah di luar sekolah.
Terpisah, Humas SMKN 5 Banjarmasin H Haris Fadillah menyatakan ancaman diberhentikannya Ed dari bangku sekolah ini, tentu saja menunggu hasil penyidikan polisi dan vonis pengadilan.
“Kalau memang terbukti ia telah melakukan tindakan amoral seperti dilansir beberapa media di kota ini, kami dari pihak sekolah akan langsung memberhentikannya,” tuturnya.
Meski mengakui kalau anak didiknya telah dituduh melakukan tindakan itu, namun Haris berharap agar masyarakat tidak mencap hal tersebut akibat tidak becusnya pendidikan yang mereka lakukan.
Menurutnya, para pendidik di sekolah manapun tentu tidak menginginkan anak didiknya melakukan kesalahan, tapi hal tersebut tentu tidak bisa dihindari.
Sebagus-bagusnya sekolah melakukan pendidikan, pasti ada anak didikanya yang melakukan kesalahan,” terangnya sambil menambahkan pihaknya telah mendidik para siswanya dengan sebaik-baiknya.
Masih menurutnya, kepada para siswa SMKN 5 lainnya, telah pula diminta agar tidak melakukan tindakan yang bisa membuat malu nama sekolah.
Seperti dilansir Bpost, diduga akibat terpengaruh tontonan VCD porno, Ed akhirnya memperkosa bocah anak tetangganya, sebut saja Melati (4), Selasa (26/2) lalu.
Kelakuan bejat Ed, berstatus siswa SMK 5 Banjarmasin (dulu STM, Red) jurusan mesin itu, baru diketahui orangtua korban secara tak sengaja pada Kamis (28/2).dwi/may
http://www.kompas.com/business/news/0109/26/07.htm
Kamis, 01 Desember 2005 KEDU & DIY
Tiga Remaja Drop Out Memperkosa
MAGELANG – Tiga remaja drop out SMP, yaitu Miftaturahman (15), Atakri (14), dan Adri (14), semua warga Donomulyo, Secang, Kabupaten Magelang, harus meringkuk di tahanan Polsek Secang.
Ketiganya dituduh telah memerkosa Bunga (nama samasaran, 12), pelajar SD kelas V. Pemerkosaan itu dilakukan bersama-sama pada awal November, dan sampai kasus tersebut terbongkar, sudah berlangsung empat kali. Miftaturahman mengaku melakukan perbuatan itu setelah menonton VCD porno. Selain itu, dia dendam terhadap korban, karena sering diejek mukanya kaya monyet. Setelah nonton film biru, dia mengajak kedua temannya -Atakri dan Adri- untuk ‘’mengerjai’’ Bunga. Caranya, memaksa korban disertai ancaman, kemudian dibawa ke kebun kosong.
Karena ancaman tiga tersangka itulah, korban takut melapor kepada orang tuanya. Terbongkarnya kasus itu, setelah korban menceritakan peristiwa yang dialaminya kepada bibinya, yang kemudian diteruskan ke orang tuanya. Kapolsek Secang, AKP Totok Sugito, menjelaskan, tiga tersangka itu dikenai pasal berlapis. Yakni Pasal 81 Ayat 1 Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, serta Pasal 287, 289, dan 290 KUHP dengan ancaman hukuman 15 tahun.(P.60-55a)
http://www.suaramerdeka.com/harian/0512/01/ked09.htm
Paman Cabuli Keponakan
14 Oktober 2004 13:59:05
Gara-gara pengaruh film porno seorang paman tega memperkosa keponakannya sendiri yang masih berusia 6 tahun. Aksi pemuda warga Wanaherang, Bogor, Jawa Barat ini terungkap setelah korban menceritakan kepada kakek dan neneknya.
Ris, pemuda berusia 20 tahun warga Kampung Jangkang, Desa Wanaherang, Gunung Putri, Bogor, Jawa Barat, kini terpaksa berurusan dengan petugas Polsek Gunung Putri. Ris ditangkap petugas karena dituduh melakukan pemeroksaan terhadap BP (6) yang tidak lain adalah keponakannya sendiri.
Aksi bejat Ris tersebut diakuinya telah dilakukan puluhan kali sejak tahun 2002. Ris mengaku dirinya tidak kuat menahan nafsunya setelah menonton film porno di rumah temannya.
Hasratnya tersebut akhirnya disalurkan kepada BP keponakannya sendiri yang dilakukannya di rumah tersangka. Menurut Ris tidak sulit mengajak BP ke rumahnya kerena sebelumnya diiming-imingi uang dan makanan.
Perbuatan Ris terbongkar setelah korban akhirnya berani melaporkan perbuatan bejat pamannya kepada nenek dan kakeknya yang lalu melaporkan kepetugas Polsek Gunung Putri. Ris akan dikenai pasal pencabulan dan diancam hukuman 9 tahun penjara.
Sumber : Indosiar
http://www.multibusindo.com/kriminal/infokriminal/detail.php?id=4102
JABAR & BANTEN
Jumat, 21 Februari 2003
Imr Iming-iming Korban Rp 1.000,00
Dikeroyok Massa, Pedagang Kerupuk Cabuli Gadis Kecil
BOGOR, (PR).-
Gara-gara terangsang menyaksikan blue film, seorang pedagang krupuk, Imr (20), warga Gang Rulita RT 1 RW 7 Kelurahan Harjasari Kec. Bogor Selatan Kota Bogor diduga mencabuli gadis kecil, NH (8), warga setempat, Kamis (20/2). Akibatnya, ia babak belur dihajar massa. Kini, pedagang kerupuk itu meringkuk di sel tahanan Mapolsekta Bogor Selatan.
Kapolsekta Bogor Selatan AKP Arli Jembar menyebutkan bahwa peristiwa pencabulan itu telah berulang terjadi terhadap korban. Namun, baru terungkap setelah korban menyaksikan salah satu program berita kriminal di salah satu stasiun televisi swasta, saat di rumah tetangganya.
”Jadi, setelah menonton Buser, yang menayangkan kasus seorang kakek memperkosa anak di bawah umur, korban menceritakan bahwa tukang krupuk yang juga tetangganya itu sering berbuat hal yang sama terhadap dirinya,” jelasnya.
Lalu, pengakuan yang lugu dari korban itu segera dilaporkan tetangga korban kepada orang tuanya. Kemudian orang tuanya kembali menanyakan pengakuan itu langsung kepada korban. Setelah jelas, orang tua korban melaporkan kepada Ketua RT. ”Ketua RT bersama sejumlah warga kemudian mengamankan tersangka dan menginterogasinya. Ketika itu, tersangka mengakui perbuatannya. Itu sebabnya, warga menghajarnya, tetapi ketua RT segera menyelamatkannya dan melaporkan kepada kami,” kata kapolsekta.
Setelah mendapat laporan itu, beberapa polisi mendatangi lokasi kejadian perkara (TKP), mengamankan, dan membawa tersangka ke mapolsekta. Ketika diperiksa polisi, tersangka mengaku mencabuli korban karena terangsang setelah menonton film porno.
”Dari pengakuannya, sejak pekan lalu perbuatan itu dilakukan Imr terhadap korban. Namun, tersangka hanya menggesek-gesekkan kemaluan ke alat vital korban sampai orgasme. Sebelum melakukan pencabulan itu, tersangka mengiming-iming korban dengan krupuk atau uang Rp 1.000,00,” sebut Arli Jembar.
Kendati tersangka mengaku tidak melakukan pemerkosaan terhadap korban, namun kapolsekta menegaskan bahwa tersangka akan dijerat dengan Pasal 290 KUHP karena telah mencabuli anak di bawah umur. (A-128/D-10)***
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0203/21/0405.htm
Kontrol Masyarakat Kurang,
Pemerkosaan sudah Melibatkan Anak
Mataram (Bali Post) –
Orangtua sudah harus mawas terhadap perilaku anaknya. Pasalnya, kasus pemerkosaan terhadap anak tahun 2003 makin melonjak dan kini tidak lagi dilakukan oleh orang lain, melainkan oleh kerabatnya sendiri. Yang lebih memprihatinkan, pelaku pemerkosaan tidak saja orangtua, bahkan pelajar SD.
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB, Hj. Kerniasih Mudjitahid dan Koordinator Jaringan dan Perlindungan Anak, Azhar Zaini, S.E., Senin (19/1) kemarin, menyebutkan 44 kasus pemerkosaan yang diketahui pada tahun 2003. Sekitar 80 persen dari kasus itu dilakukan keluarga sendiri.
Anak-anak yang diperkosa keluarganya sendiri itu berusia bervariasi. Bahkan ada anak berusia 1 tahun yang mengalami tindakan keji itu. Kasus perkosaan yang dilakukan ayah kandung, ayah tiri, paman, kakak, dan lain-lain, itu semakin menjadi fenomena yang mengkhawatirkan. Di Lombok Tengah misalnya, terjadi kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang paman. Korban kemudian dibunuh dan ditemukan mayatnya berada di dalam karung 16 hari kemudian.
Menurut Azhar Zaini, mengemukanya berbagai kasus pemerkosaan anak itu tidak lepas dari makin melemahnya kontrol masyarakat. Di sisi lain, persoalan yang melibatkan keluarga misalnya, dianggap masalah domestik. Sering kali kasus-kasus pemerkosaan akhirnya dibiarkan begitu saja. “Kemungkinan besar juga karena masyarakat sedang sibuk untuk mengurus dirinya sendiri dari segi ekonomi,” ujar Azhar.
Di samping itu, mengemuka pula kasus pemerkosaan yang melibatkan siswa SD, baik kelas IV maupun kelas enam. Di sebuah SD di Lombok Barat misalnya, seorang anak kelas dua SD mencoba diperkosa empat kawannya yang duduk di kelas empat. Di kabupaten lain pun terdapat kasus anak kelas enam mau memperkosa siswa kelas empat. “Kasus pemerkosaan yang melibatkan pelajar ini sudah sangat memprihatinkan,” kata Kerniasih.
Dampak Tayangan Porno
Dari kasus-kasus yang terjadi, hampir seluruhnya bersumber pada rangsangan seksual akibat pelaku menonton tayangan porno. Ada anak yang mengaku hal itu dilakukan setelah menonton film India, ada juga karena nonton tayangan seperti goyang ngebor dan VCD porno yang beredar secara bebas.
Menurut Azhar Zaini, muncul pula kasus pembuangan orok hampir di seluruh NTB dengan tidak adanya penyelesaian terhadap pelakunya. Bisa jadi, kata dia, antara kasus pemerkosaan dan pembuangan orok, memiliki korelasi ibarat fenomena gunung es. “Kasus-kasus yang tercatat itu pun adalah kasus yang sudah dilaporkan,” ujarnya.
Bagaimana dengan yang tidak dilaporkan? Kerniasih Mudjitahid mengatakan, kemungkinan sangat banyak. Ia mengemukakan, para orangtua memiliki tugas yang sangat berat untuk mengawasi anak-anaknya. Pasalnya, mereka saat ini semakin bebas menonton tayangan porno. Jika tidak diketahui orangtuanya, mereka menjadi sasaran empuk informasi yang salah tentang tayangan itu. “Di sinilah diperlukan penguatan keluarga agar mengawasi secara terus-menerus anak-anaknya, di samping senantiasa melakukan kontak komunikasi antara orangtua dan anak,” papar Kerniasih.
Hal yang mengherankan, lanjut Azhar, tidak adanya hukuman yang setimpal bagi pelaku tindak pemerkosaan. Sebagian besar pelaku menerima hukuman 1-2 tahun. Di sisi lain, karena pandangan masyarakat yang menganggap bahwa persoalan pemerkosaan yang melibatkan anak bisa membuka aib keluarga, jarang ada tindak lanjut secara hukum dan pelakunya bebas begitu saja. Padahal, korban mengalami trauma yang sangat berat akibat tindak pemerkosaan. Ia mengatakan, diperlukan kebersamaan dalam menghadapi masalah yang semakin krusial ini. Sebagai contoh untuk tingkat legislatif dilakukan upaya signifikan dalam membuat Perda yang bisa memberantas VCD porno. Sebab, korban tayangan porno ini lebih banyak anak-anak. Selain itu, pengawasan masyarakat harus diperketat. (045)
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2004/1/20/nt2.htm
Rabu 30 April 2003
Memperkosa Karena VCD Porno
VCD porno kembali memakan korban, seorang remaja tanggung, Selasa kemarin tega mencabuli sepupunya sendiri, yang berusia 5 tahun. Tersangka mengaku terangsang melihat bocah yang masih belia tersebut setelah menonton VCD porno.
Tersangka Mohamad Abdurrohim, ditangkap aparat Polsek Kalideres, dini hari tadi, di daerah Kota, akibat mencabuli sepupunya sendiri, ND yang berusia 5 tahun, satu hari sebelumnya. Perbuatan itu dilakukan di ruang tamu, saat Ibu korban tengah memasak di dapur.
Menurut pengakuan tersangka ia tak sampai memperkosa korban, ia juga mengaku berani melakukan hal itu karena korban tidak menangis setelah diming-imingi permen.
Menurut hasil visum dari RSCM, ND mengalami luka lecet di sekitar selaput daranya, Rohim yang baru berusia 19 tahun ini mengaku khilaf dan terancam pasal 290 tentang pencabulan dengan hukuman di atas 7 tahun. (Dini Savitri/Abdul Jawad)
http://202.145.0.146/news/news_view.asp?y=395
Kasus Pemerkosaan
Pisah Ranjang dengan Istri, Kakek Menggarap Cucu
Abdurrahman bin Amborape di Polres Cirebon.
04/03/2004 13:23
Abdurrahman tega memperkosa Bunga, cucunya yang baru berusia 10 tahun di perkebunan tebu di Cirebon, Jabar. Seorang duda yang kesepian dituding menyodomi keponakannya. Ia dibekuk setelah ayah korban melapor.
Liputan6.com, Cirebon: Tim Reserse Kriminal Kepolisian Resor Cirebon menangkap Abdurrahman bin Amborape, seorang kakek yang tega memperkosa cucunya yang masih berusia 10 tahun. Lelaki berusia kepala tujuh yang sempat buron selama delapan bulan ini dibekuk di kawasan Stasiun Parujakan, Cirebon, Jawa Barat, baru-baru ini. Kakek nakal ini tak tahan menahan hawa nafsu setelah setahun pisah ranjang dengan istrinya.
Peristiwa itu terjadi Juni tahun lalu. Karena tak tahan pisah ranjang dengan istri tercinta selama setahun ini, naluri seks tersangka pun makin liar. Lelaki yang rambutnya sudah putih semua itu kemudian mengajak cucunya–sebut saja Bunga. Dengan dalih ingin mengajak jalan-jalan sang cucu, sang kakek pun membawa Bunga ke areal perkebunan tebu. Di tempat itulah, Abdurrahman merenggut keperawanan cucu tercinta. Namun kini sebaliknya. Kakek nakal ini bersiap-siap menghabiskan pahit hidupnya di dalam penjara.
Pemerkosaan yang dilakukan seorang kakek bukan kasus baru. Di Lampung Utara, seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian Resor Lampung Utara karena disangka memperkosa keponakannya. Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton, Bandar Lampun, belum lama berselang [baca: Kakek Pemerkosa Dibekuk di Lampung dan Jambi]. Awalnya, pria berusia 60 tahun ini pura-pura lupa mengingat peristiwa setahun lalu. Tersangka akhirnya mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno.
Ulah Abdurrahman setali tiga uang dengan tindakan tak senonoh Satori, seorang duda yang tinggal di kawasan Astanajapura, Cirebon. Memang Satori tak mencabuli cucu seperti sang kakek. Lelaki ini menyodomi kemenakannya yang baru berusia sembilan tahun. Bapak dua anak ini mengaku terpaksa berbuat tak senonoh karena kesepian setelah ditinggal mati istrinya.
Setelah lama menduda tentu nafsu berahi Satori yang meledak-ledak tak mendapatkan sasaran penyaluran. Rupanya ia tak kehabisan akal. Meski ikhlas disebut edan, Satori pun menggarap kemanakannya, bocah lelaki yang masih ingusan. Dengan iming-iming uang seribu rupiah, Satori sukses melampiaskan nafsu bejatnya itu hingga dua kali.
Perbuatan bejat Satori terungkap setelah ayah korban melihat kejanggalan dalam diri anaknya. Ia pun menanyai korban. Sang bocah pun menjelaskan duduk persoalan sebenarnya. Kontan cerita itu membuat marah sang ayah. Tak menunggu waktu lagi, ayah korban melaporkan perbuatan amoral Satori ke polisi. Dan kini, Satori pun bersiap-siap diganjar hukuman lima tahun penjara.(DEN/Ridwan Pamungkas)
http://www.liputan6.com/view/0,73488,1,0,1139996412.html
Kakek Pemerkosa Dibekuk di Lampung dan Jambi
Zaini
11/02/2004 14:21
Tersangka Zaini menggauli paksa keponakannya lantaran tak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno. Ilyas Efendi memperkosa gadis cacat mental setelah melihat pemain figuran di Film Warkop.
Liputan6.com, Bandar Lampung: Seorang kakek ditangkap Tim Buru Sergap Kepolisian Resor Lampung Utara, baru-baru ini, karena disangka memperkosa keponakannya. Tersangka Zaini diringkus di rumah anaknya di kawasan Kedaton, Bandar Lampung. Penangkapan Zaini mengagetkan istri dan dua anaknya. Tapi cepat lelaki tua itu berucap, polisi salah tangkap.
Saat ditanya, pria berusia 60 tahun ini kesulitan mengingat peristiwa yang terjadi setahun lalu. Kepala Reserse Polres Lampung Utara Inspektur Polisi Satu Asep Kartiawan lantas menunjukkan hasil visum korban. Tersangka makin tak berkutik ketika dicek silang dengan keterangan kemenakannya, Melati–sebut saja begitu–yang menyebutkan Zaini memperkosa di rumahnya di daerah Sri Basuki, Kota Bumi. Setelah itu, Zaini kabur ke rumah anaknya. Selama perjalanan ke kantor polisi, tersangka mengakui memperkosa remaja berusia 14 tahun itu lantaran tak kuasa menahan berahi setelah menonton film porno.
Di Jambi, seorang kakek dibekuk polisi karena memperkosa gadis cacat mental. Ilyas Efendi menutupi wajahnya saat digelandang polisi. Lelaki berumur 58 tahun ini rupanya malu dengan tetangganya di Desa Olak, Kecamatan Jambi Luar, Kota Muaro Jambi. Korban mengaku kepada keluarganya telah diperkosa Ilyas saat menonton Film Warkop di rumah tersangka. Ilyas mendadak memeluk korban karena tak kuasa menahan nafsu setelah melihat pemain figuran yang berpakaian minim. Pelaku membantah memperkosa, tapi hanya menindih tubuh korban. Sedangkan hasil visum menyatakan, kemaluan gadis itu jelas robek.
Sehari sebelumnya, kasus sejenis pun terjadi. Seorang kepala sekolah dasar di Medan, Sumatra Utara, dibekuk polisi setelah dilaporkan warga mencabuli muridnya [baca: Kepala Sekolah di Medan Mencabuli Murid]. Ganti Purba mengaku selalu terangsang melihat siswi, sebut saja Cinta, yang sering diajak menginap di rumah keluarganya.(COK/Tim Buser SCTV)
http://www.liputan6.com/view/0,71996,1,0,1139996401.html
dpr kurang kerjaan
bagaimana dengan uu perlindungan saksi uu pembuktian terbalik yang sangat bermanfaat untuk pemberantasan korupsi kok nggak dibikin trus bagai mana dengan pelaksanaan uu haki? sampai detik ini yang menikmati software bajakan pembuat uu juga free secret of success
Tiap Menit 1,3 Wanita Diperkosa di AS!
Berikut statistik perkosaan di AS (sumber: United States Department of Justice-Violence Against Women Office).
Beberapa di antaranya:
1. Setiap menit 1,3 wanita diperkosa di AS atau 683.280 wanita per tahun (ini belum pria yang diperkosa/disodomi).
2. Setiap 1 dari 3 wanita di AS pasti mengalami kekerasan seksual
seumur hidupnya.
3. Setiap 1 dari 4 mahasiswi perguruan tinggi pasti pernah
diperkosa/mengalami percobaan perkosaan.
Inginkah kita seperti AS di mana tiap menit ada 1,3 wanita diperkosa
yang bisa jadi itu adalah anda,
istri, atau anak anda dengan membebaskan pornografi?
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” [Ali Israa’:32]
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat[1318] dan apa yang
disembunyikan oleh hati.” [Al Mu’min:19]
[1318]. Yang dimaksud dengan pandangan mata yang khianat adalah
pandangan yang dilarang, seperti memandang kepada wanita yang
bukan muhrimnya.
Facts
———————————————————————
In the United States, 1.3 women are raped every
minute. That results in 78 rapes each hour, 1,872
rapes each day, 56,160 rapes each month, and 683,280
rapes each year.
The United States has the world’s highest rape rate of
the countries which publish such statistics – 4 times
higher than Germany, 13 times higher than England, and
20 times higher than Japan.
1 out of every 3 American women will be sexually
assaulted in her lifetime.
1 in 7 women will be raped by her husband.
61% of all rape cases are victims less than 18 years
old. 22% are between the ages of 18 and 24.
In a survey of college women, 38% reported sexual
victimization which met the legal definition of a rape
or attempted rape, yet only 1 out of every 25 reported
their assault to the police.
1 in 4 college women have either been raped or
suffered attempted rape.
In a study of college students, 35% of men indicated
some likelihood that they would commit a violent rape
of a woman who had fended off an advance if they were
assured of getting away with it.
1 in 12 male students surveyed had committed acts that
met the legal definition of rape. Furthermore, 84% of
the men who had committed such acts said what they had
done was definitely not rape.
75% of male students and 55% of female students
involved in acquaintance rape had been drinking or
using drugs.
Rape has a devastating impact on the mental health of
victims. 31% of all victims develop Rape-Related
Post-Traumatic Stress Disorder (RR-PTSD) at some time
during their lifetime. Based upon U.S. census reports
on the number of women in the United States, 1.3
million women currently have RR-PTSD, 3.8 million
women have previously had RR-PTSD, and roughly 211,000
will develop RR-PTSD each year.
When compared with non-victims, rape victims have been
found to be 8.7 times more likely to attempt suicide.
Only 16% of rapes are ever reported to the police. In
a survey of victims who did not report rape or
attempted rape to the police, the following was found
as to why no report was made: 43% though nothing could
be done; 27% felt it was a private matter; 12% were
afraid of police response; and 12% felt it was not
important enough.
The information above is provided by the United States
Department of Justice-Violence Against Women Office.
——————————————————————————–
– In a U.S. Department of Justice study, in 3 out of 4
sexual assaults, the victim knew their attacker (1).
– Teens 16 to 19 are three and one-half times more
likely than the general population to be victims of
rape, attempted rape, or sexual assault (2).
– 99 out of 100 rapists are male (3).
– Only 2% of rapists are convicted and imprisoned (4).
– In the State of California, there is one forcible
rape every 54 minutes????, and there is one forcible
rape every 6 minutes in the U.S. (6).
– Around the world at least 1 woman in every 3 has
been beaten, coerced into sex, or otherwise abused in
her lifetime (7).
– UC Davis Clery Act Statistics for 2001 indicate that
there were 48 Forcible Sex Offenses reported in Davis
in that year alone (8).
1. Greenfeld, Lawrence A., 1997. Sexual Offenses and
Offenders: An Analysis of Data on Rape and Sexual
Assault. Washington D.C.: Bureau of Justice
Statistics, Office of Justice Programs, U.S.
Department of Justice.
2. National Crime Victimization Survey. Bureau of
Justice Statistics, U.S. Department of Justice, 1996.
3. Greenfeld, 1997: 2, 10
4. U.S. Senate Judiciary Committee: Conviction and
Imprisonment Statistics, 1993.
5. California Department of Justice. 2000. Crime and
Delinquency in California 2000. Sacramento, CA:
California Department of Justice, Division of Criminal
Justice Information Systems.
6. Federal Bureau of Investigations. 2000. Uniform
Crime Reports for the United States 2000. Washington,
D.C.; Federal Bureau of Investigations, U.S.
Department of Justice.
7. Population Information Program. Population Reports:
Ending Violence Against Women. 2000. Population
Information Program, Center for Communications
Programs. Johns Hopkins School of Public Health and
Center for Healthcare Gender Equity.
http://asucd.ucdavis.edu/organizations/other/mar/facts.htm
It is established that there is a huge relation between the use of pornography and the perpetration of
sexual violence
Lagi-lagi, mana datanya?
A study of convicted child
molesters in Ontario, Canada revealed that 77% of molesters of boys and 87% of molesters of girls
admitted that they regularly used hard-core pornography
Lagi-lagi detail data tidak ada. Perhatikan bahwa disitu disebutkan bahwa pornografi mendorong seorang child molester untuk melakukan kejahatan seksual. Tetapi tidak berarti semua orang akan terdorong untuk melakukaan kejahatan seksual jika melihat pornografi.
Moreover, police have established the consumption of pornography to be one of the most common characteristics of serial murders and rapists
Benar, pembunuh berantai dan pemerkosa menonton pornografi. Tapi tidak berarti orang normal akan menjadi pemerkosa dan pembunuh berantai jika menonton pornografi.
Dari data yang sangat terbatas dan tidak jelas tadi terlihat kalau seorang yang tidak normal akan melakukan kejahatan seksual karena porno. Tapi orang tidak normal tadi hanya mewakili sedikit bagian dari populasi orang normal yang tidak ngapa-ngapa setelah melihat pornografi. Dengan law enforcement yang baik (baca: orang yang melakukan kejahatan seksual dihukum), tingkat kejahatan seksual ternyata dapat ditekan.
Anonymous, siapapun anda, mohon jangan mengisi comment blog ini dengan sampah yang tidak berguna.
Terima Kasih.
Web Instant Murah untuk Perusahaan, Organisasi, maupun Personal
Dapatkan Web site Murah Handal Hanya dengan Rp 600.000 setahun atau dengan Rp. 50.000,- sebulan. Paket ini termasuk nama domain, hosting 50Mb selama setahun. Web site instant ini diperuntukkan bagi perusahaan, organisasi, maupun personal. Demo Selengkapnya klik di hostingtarget.com . Dengan Content Management System yang kami buat, Anda tidak perlu repot untuk mengupdate situs anda. Cukup masuk ke site administrator dan ubah lah situs Anda. (username : root … passwd : jcamp)..Dapatkan manualnya di sini.. Hubungi hostingtarget
Seberapa banyak sih perempuan yang tidak merasa secure dengan adanya RUU APP bila dibandingkan dgn perempuan Indonesia seluruhnya ? Jelas segelintir wanita tsb tidak merasa secure, wong mereka terbiasa dengan mempertontonkan sensualitas mereka di ranah publik. Bahkan periuk nasinya dari hasil mempertontonkan tubuhnya tsb.
Justru mereka lah yang merendahkan derajat perempuan Indonesia. Tapi mereka dgn lantangnya menyuarakan seakan-akan mewakili perempuan Indonesia seluruhnya.
Selain itu mereka juga beralasan RUU APP sangat diskriminatif thd perempuan, krn perempuan dianggap sbg objek dan pelaku pornografi.
Coba lihat lagi RUU APP, dalam pasal-pasal TIDAK SAMA SEKALI mengatakan perempuan/wanita.
Kecuali di penjelasan, dijelaskan bagian-bagian sensualitas. Sekarang perempuan dan laki-laki memang secara fisik berbeda khan ? Tidak mungkin kita berargumen dgn persamaan gender utk masalah ini. Bentuk tubuh perempuan dan laki-laki jelas berbeda, begitu pula bagian-bagian yang membangkitkan birahi juga berbeda.
Bila anda mempertentangkannya, harusnya anda menggugat TUHAN !
Kenapa perempuan diberikan bentuk tubuh seperti ini ?
Kenapa perempuan mempunyai banyak sekali bagian tubuh yang indah dan sensual yang menarik hasrat kaum laki-laki ?
Kenapa diciptakan gender yang berbeda ? Kenapa tidak hanya satu gender saja, sehingga kaum perempuan tidak perlu capek-capek memperjuangkan persamaan gender dalam segala hal, termasuk bentuk fisik ?
Kenapa perempuan diciptakan ?
Kenapa perempuan (Hawa) diciptakan dari tulang rusuk laki-laki (Adam) ?
Perempuan dan laki-laki dikaruniai hasrat/birahi dalam memandang lawan jenisnya. Dan perempuan dikaruniai lebih banyak bagian tubuh yang indah yang menarik bagi kaum laki-laki. Saya setuju bahwa tubuh perempuan itu mengandung nilai seni dan sensualitas yang tinggi bila di pandang oleh kaum laki-laki yang normal maka hasrat kaum laki-laki itu akan terpancing.
Tapi pertanyaannya apakah itu harus dipertontonkan ke ranah publik ? Yang jelas itu men-drive hasrat birahi kaum laki-laki.
Apakah mereka berhak menjual bentuk tubuhnya untuk diperlihatkan ke kaum laki-laki hidung belang ?
Apakah kita wajib melindungi kaum perempuan yang justru merendahkan kaum perempuan itu sendiri ?
RUU APP BUKAN menyeragamkan budaya, BUKAN menyeragamkan dalam berpakaian, BUKAN untuk memaksakan aturan suatu agama.
RUU APP dapat mengangkat suatu kaum/suku yang masih berpakaian / pola hidup yang tertinggal dan kurang beradab, bukan untuk menangkapnya, kenapa ? Karena mereka bukan dgn sengaja mempertontonkannya. Tapi ini merupakan tugas kita untuk menjadikan mereka lebih beradab dalam era globalisasi ini
RUU APP ini justru utk mendefinisikan Pornografi dan Pornoaksi krn di UU yang ada tidak jelas batasan melanggar kesusilaan.
RUU APP ini hanya meminta warga negaranya berpakaian secara sopan, tidak untuk memancing birahi lawan jenisnya (baik laki-laki dan perempuan)
RUU APP melindungi kaum perempuan Indonesia dari pihak-pihak yang justru merendahkan kaum perempuan dengan dijadikan objek yang laku dijual dan dibeli oleh kaum laki-laki hidung belang.
RUU APP melindungi moral anak-anak kita dari bahaya pornografi yang nantinya mereka tidak fokus dalam belajar dan membangun masa depan bangsa dengan keilmuannya bukan dengan mempertontonkan tubuhnya atau bahkan melacurkan dirinya.
Janganlah kalian EGOIS karena saat ini kita dapat menikmati keindahan tubuh perempuan.
Janganlah kalian EGOIS karena saat ini job order untuk tampil dan terkenal dengan mempertontonkan tubuh kalian.
Janganlah kalian mengeruk profit dari mempertontonkan tubuh perempuan yang justru menghinakan/merendahkan kaum perempuan.
Lihatlah masa depan bangsa… lihatlah masa depan anak-anak bangsa yang masih lucu dan lugu dan mereka sedang giat belajar.
Jangan ganggu dan usik mereka oleh media pornografi.
Jangan hina harga diri mereka ketika mereka tahu ibunya mempertontonkan keindahan tubuhnya demi kaum lelaki.
Bila mereka terganggu, mereka tidak akan fokus belajar demi ilmu untuk masa depan mereka dan masa depan bangsa.
Mereka akan terjerumus ke fantasi mereka dengan melihat media pornografi akhirnya mereka akan terjerumus ke dalam dunia free sex.
Akhirnya perempuan juga yang akan menjadi korban: hamil. Dan berikutnya perbuatan dosa lagi yang mereka lakukan, yaitu Aborsi
Atau lahir seorang anak yang tidak diketahui Bapaknya, atau Bapaknya tidak bertanggung jawab.
Kasihan kaum perempuan bila menanggung beban seperti itu.
Apakah mereka bisa membangun negaranya ?
Tanggung jawab siapakah ini ?
Jelas tanggung jawab kita sekarang ini. Sama seperti kita memberantas Narkoba agar kita tidak hilang generasi penerus. Sama seperti kita mempertahankan Sumber Daya Alam untuk anak cucu kita kelak. Sama dengan menyelesaikan hutang negara agar anak kita tidak terbebani oleh hutang negara. Sama dengan kita melestarikan hutan saat ini demi anak cucu kita.
Pornografi
oleh: Romo William P. Saunders *
Pasangan saya kecanduan pornografi, tetapi ia menyangkalnya sebagai dosa. Saya ingin memahami masalah ini dengan lebih baik. Mohon tanggapan.
~ seorang pembaca Arlington Catholic Herald
Katekismus Gereja Katolik memberikan tiga alasan mengapa pornografi adalah salah dan dosa. PERTAMA, pornografi melanggar keutamaan kemurnian. Setiap umat Kristiani dipanggil untuk hidup murni, sebab itu ia wajib menghormati kekudusan seksualitas kemanusiaannya sendiri, yang meliputi integrasi jasmani dan rohani dari keberadaannya. Ia juga wajib menghormati kekudusan perkawinan. Dalam menanggapi pertanyaan kaum Farisi mengenai perceraian, Tuhan kita mengajarkan, “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu” (Mat 19:4-6). Sebab itu, cinta kasih suami isteri yang mencerminkan ikatan sakramental antara mereka, dan pengucapan janji perkawinan juga sakral. Ungkapan cinta kasih suami isteri haruslah mencerminkan cinta kasih yang setia, permanen, eksklusif, saling memberi diri dan saling menghidupi antara suami dan isteri.
Namun demikian, hormat terhadap perkawinan dan cinta kasih suami isteri tidak hanya terbatas pada ungkapan secara jasmani. Rasa hormat itu juga meliputi dimensi rohani. Yesus mengajarkan, “Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.” (Mat 5:27-28). Sebab itu patutlah, “kemurnian menjamin sekaligus keutuhan pribadi dan kesempurnaan penyerahan diri” (Katekismus Gereja Katolik, No 2337). Sebaliknya, pornografi merupakan tindak perzinahan batin yang menghantar pada ketidakutuhan rohani orang dan dapat menghantar pada perzinahan fisik atau tindak seksual yang tidak sah lainnya.
KEDUA, pornografi sangat merusak martabat semua mereka yang ikut berperan (para aktor, pedagang dan penonton). Masing-masing dari mereka mengeksploitasi diri atau mengeksploitasi yang lain dengan suatu cara demi kenikmatan atau keuntungan pribadi. Secara keseluruhan, martabat manusia – baik ia yang berpose, ia yang memproduksi, ia yang memperdagangkan, ataupun ia yang menikmatinya – direndahkan.
KETIGA, mereka yang terlibat dalam pornografi membenamkan diri dalam suatu dunia semu, dunia khayalan, lepas dari dunia nyata. Cinta kasih sejati senantiasa menyangkut memberikan diri demi kebaikan yang lain, sedangkan pornografi menarik orang untuk masuk ke dalam suatu dunia semu yang menyesatkan dan egois, yang kemudian dapat dilakukan dalam dunia nyata hingga mencelakakan diri sendiri dan orang lain. Masalah pornografi telah meningkat drastis sejak internet menyajikan hubungan seksual “virtual reality”.
Dosa pornografi tidak sekedar menyangkut “suatu tindakan pada suatu saat”, melainkan dapat menjadi semacam kanker rohani yang merusak manusia.
Dr Victor Cline (1996) mengemukakan empat dampak progresif dari pornografi: (1) kecanduan, di mana hasrat untuk menikmati tayangan-tayangan pornografi membuat orang kehilangan penguasaan diri; (2) meningkatnya nafsu liar, di mana orang menjadi kurang puas dengan hubungan seksual yang normal dan masuk ke dalam pornografi yang semakin dan semakin brutal, biasanya guna memperoleh tingkat sensasi dan gairah yang sama; (3) hilangnya kepekaan moral, di mana ia tidak lagi memiliki kepekaan moral terhadap tayangan-tayangan yang tidak wajar, yang tidak sah, yang menjijikkan, yang menyesatkan, yang amoral, melainkan menikmatinya sebagai tayangan yang dapat diterima dan mulai memandang orang lain sebagai obyek; (4) pelampiasan, di mana khayalan diwujudkan dalam tindakan nyata yang jahat.
Jelas dan nyata, pornografi menimbulkan dampak buruk yang merusak segenap masyarakat, teristimewa perempuan dan anak-anak. Pornografi mengajarkan bahwa perempuan menikmati “dipaksa” dan menikmati aktivitas seksual yang brutal; pornografi mendukung pelacuran, mendukung orang mempertontonkan aurat, mendukung voyeurism (= perilaku di mana orang mendapatkan kenikmatan dengan melihat secara tersembunyi orang lain menanggalkan busana atau melakukan hubungan seksual), dan menganggap semua itu sebagai perilaku yang wajar; pornografi menganggap perempuan sebagai obyek seks belaka yang dipakai guna mendatangkan kenikmatan diri. Pada sebagian pria, secara rutin menikmati tayangan pornografi membuat mereka menganggap normal serangan terhadap perempuan dalam hal seksual maupun dalam interaksi lainnya; pornografi meningkatkan toleransi atas serangan yang demikian terhadap perempuan dalam budaya yang lebih luas (Surrette, 1992). Yang sangat menyedihkan, dampak terburuk pornografi mungkin terjadi atas diri anak-anak, khususnya anak-anak lelaki berusia antara 12 hingga 17 tahun, oleh sebab pornografi menggambarkan aktivitas seksual di luar pernikahan sebagai hal yang wajar dan dapat diterima, tanpa menghiraukan ancaman AIDS atau penyakit-penyakit kelamin lainnya yang mengerikan, dan tanpa menghiraukan beban tanggung jawab terhadap kemungkinan hadirnya kehidupan manusia baru.
Sementara sebagian orang berusaha membenarkan penggunaan pornografi demi meningkatkan keintiman dalam hidup perkawinan mereka, sebagian besar dari orang-orang ini lebih mengkhayalkan aktor-aktor dan adegan-adegan dalam tayangan-tayangan pornografi tersebut daripada pasangan mereka. Keadaan yang demikian memerosotkan kesakralan cinta kasih suami isteri menjadi suatu tindak perzinahan – yang satu mempergunakan tubuh yang lain sebagai sumber kenikmatan seksual sementara “bersetubuh” dengan suatu figur khayalan. Dr Cline melaporkan, “Pasangan mereka hampir selalu mengeluh merasa dikhianati, dilecehkan, ditipu, diacuhkan, dianiaya dan tak mampu bersaing dengan khayalan.” Tak heran Asosiasi Psikiater Amerika mendapati bahwa 20% dari pecandu pornografi bercerai atau berpisah karena kecanduan mereka.
Pernyataan mengenai dampak buruk pornografi didukung pula oleh bukti-bukti kriminal. Terdapat bukti akan adanya hubungan langsung antara kasus-kasus pemerkosaan, pelacuran, penganiayaan anak dan penyiksaan fisik terhadap pasangan, dengan maraknya sajian / tayangan pornografi dan gaya hidup mesum dan bisnis yang berorientasi pada seksualitas dalam suatu komunitas (Uniform Crime Report, 1990). Beberapa contoh: Pada tahun 1991, Departemen Kepolisian Los Angeles mendapati bahwa dalam periode sepuluh tahun, pornografi terlibat dalam duapertiga dari seluruh kasus pelecehan terhadap anak-anak. Satu dari enam orang di penjara-penjara negara adalah pelaku kejahatan seks; kejahatan seks berada di urutan kedua setelah kejahatan obat-obatan terlarang. Pada tahun 1988, Federal Bureau of Investigation melaporkan bahwa 81 persen dari para pelaku kekerasan seksual secara rutin membaca atau menyaksikan tayangan kekerasan pornografi.
Sebagai umat Kristiani, haruslah kita waspada terhadap pornografi, bukan hanya menghindari penggunaannya saja, melainkan juga menolak gambar, bayangan atau pemikiran apapun yang muncul secara tak sengaja, seperti misalnya ketika secara kebetulan menyaksikannya saat menonton film. Haruslah kita bertindak amat bijaksana dalam memilah-milah apa yang hendak kita saksikan ataupun apa yang hendak kita dengarkan. Kita patut menentang segala sumber pornografi yang mencemarkan serta merendahkan masyarakat kita. Di samping itu, dalam doa-doa kita, patutlah kita mohon keutamaan kemurnian, mohon pada Tuhan rahmat agar kita senantiasa murni dan menghormati martabat setiap pribadi, teristimewa dari kalangan lawan jenis. Apabila kita jatuh, dan dengan sengaja kita ikut ambil bagian dalam suatu bentuk pornografi atau menerima suatu gambar, bayangan atau pemikiran pornografi yang tidak dengan sengaja dicari, namun demikian kita terima, kita patut bertobat, mengaku dosa dan menerima absolusi. Katekismus Gereja Katolik mengajarkan bahwa pornografi merupakan “satu pelanggaran berat,” artinya secara obyektif merupakan dosa berat. Jangan pernah kita menganggap remeh dosa ini dan membiarkannya berakar dalam hidup kita.
* Fr. Saunders pastor of Our Lady of Hope Parish in Potomac Falls.
sumber : “Straight Answers: Dealing with Addictions to Pornography” by Fr. William P. Saunders; Arlington Catholic Herald, Inc; Copyright ©2004 Arlington Catholic Herald. All rights reserved; http://www.catholicherald.com
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: http://www.indocell.net/yesaya atas ijin The Arlington Catholic Herald.”
Sebenarnya, perdebatan tentang RUU APP ini hanya membuang waktu..
Jika kalian semua memang beragama, percaya bahwa tubuh kita ini diciptakan oleh Tuhan, sudah seharusnya masalah ini kita serahkan pada Tuhan. Lanjutkan hidup seperti biasa.
Bukan berarti saya netral, dan tidak peduli dengan nasib bangsa ini.
Hanya saja.. Masalah ini menyangkut pendapat tiap orang. Tidak seharusnya kita semua memperdebatkan masalah ini. Mengapa? Karena PENDAPAT TIAP ORANG BERBEDA. Semua punya pendapat dan prinsip yang dipegang teguh masing2. Dan bila masalah ini terus diperdebatkan, tidak akan ada habisnya.
Pada akhirnya, waktu kita akan terbuang sia2 karena mencari bahan agar Pendapat / Agrumentasi kita, “MENANG”..
terlepas dari RUU APP karena saya blom pernah baca nih, yang jelas saya cinta keluarga dan anak2 saya. Saya tidak ingin anak saya “hilang” di tengah percaturan dunia. Memang tugas orang tua adalah membangun fondasi pagar bagi anak2nya, tapi akan lebih baik lagi bila bisa menciptakan lingkungan tempat tumbuh kembang anak yang baik. That’s all guys, emang isinya RUU APP apa sih??? mbok ya di”jlentrehke” dulu, jadi yang baca ikutan “mudeng” analisanya.
kl aku emang suka dengan the clash sejak dl yang nyeesl adalah pas kebandung ada yang jula CD the clash yg london calling.pas itu mintanya 150rb pdhl itu taon 98..ya apalah daya kantong mahasiswa..ya jelas gk kebeli. tp punk memang mampu merubah tata cara orang dalam fashion. dan jg dalam dunia graphic design punk cukup memberikan kontribusinya dengan design2 yang sederhana dan cuma 3 warna, hitam, merah dan kuning. sama dengan chord2 punk yg cuma 3 jurus, tapi tetep menohok..hahaha. dl waktu masih jd anak hardcore sering banget konser bareng dgn anak punk di jogja, solo dan sekitarnya. bahkan bassisku dl anak punk abis. punya band punk juga dab sempet dapet lagu dari rancid untuk dimasukan ke albumnya..nama bandnya NACL hallo ruduth..i miss you .
saya murid kelas 2 SMA yang kebetulan sedang melakukan penelitian mengenai pornografi dan pornoaksi.. cuma tugas sekolah memang, tp dr artikel2 yg saya baca, dsb, saya jadi sadar kalo RUU ini bisa menghambat karir masa depan saya! ga masuk akal bgt.. nudity kan bisa jadi form of art.. kalo yg ngeliat berpikiran yg aneh2, ya itu salahnya sendiri. lagipula, emangnya ruu app bisa memperbaiki mental bangsa?? drpd ngurusin beginian, mendingan mereka memperbaiki mutu pendidikan kek, ato apa kek gitu.. emangnya indonesia ga punya masalah2 lain yg lebih penting dan lebih layak diurusin? lagian kalo sampe ruu ini disahkan, gmn nasib fashion indonesia? butik2 mana pada mau kalo kyk gitu caranya? tutup semua bisa2.. ato mungkin mereka cuma jual kerudung sama jaket tangan panjang.. maleess bgt ga se!! ok, ini mungkin dr sudut pandang remaja bgt. maaf2. lanjut.
ruu app PASTI bw dampak negatif buat tourism. trus dg adanya ruu app, pasti byk muncul pengangguran, trus tingkat kriminalitas jd tinggi.. lagian, emangnya ruu app bisa mencegah pelecahan seksual? siapa bilang? itu kan asalnya dr diri org masing2.. kalo emang dr sananya dia b*jingan, yaaa mau baju perempuan sampe kyk kostum ninja juga tetep aja dia tergoda.. ya ga?
saya menolak bukan karena saya masih kecil dan ga tau apa2, bukan krn saya ga bermoral ato ga taat beragama, bukan karena saya suka hal2 yg berbau pornografi, tp saya ga terima aja kalo sampe ruu yg doesn’t make any sense gini bikin hancur semuanya..
kalo ampe disahkan, i’ll probably move to another country d.. ga bgt.
gak mau terperangkap ah sama pro kontra. ngabisin tenaga en capek jari nulis gak ada yang perhatiin nih orang gedean. cuman mau bagi cerita aja. si momon nih pasti belum punya istri dan anak. umur 24 gitu pasti lagi semangat-semangatnya ngeliat kuman di seberang lautan jadi nampak semua.
gini mon, aku ini seorang ibu dari seorang anak balita cewek. tentu aja aku ingin anakku jadi orang bener. kebetulan mon, aku hidup di negeri tetangga yang jauhnya 7 jam dari jakarta. tebak sendiri aja mon. nah, di negeri ini yang namanya iklan di tipi, bisa kamu bayangin sendiri mon, perempuan gak pake baju bahkan lepas beha dn celana karena iklannya tuh cewek musti mandi di laut, kemudian naik lagi ke kapal dengan suara mendesah, dan tatapan menggoda sambil ngiklanin kalo ga salah minuman apa apa ya, aku lupa. gak cuma itu. wong ngiklanin pembalut aja, si model iklan juga polos. walah, aku itu cuma pringas-pringis mon ngeliatnya. bukan karena ngiri tu model pada bagus badannya, tapi merasa sayang … badan bagus gitu kok diliatliatin sama banyak orang. kan eman-eman mon. lantas aku tanya mon, sama suamiku yang kebetulan warga negara asli, apakah engkau sebagai lelaki dan seorang ayah suka melihat perempuan seperti itu? apakah oragn-orang sebangsamu juga senang terhadap eksploitasi perempuan ini? maaf ya mon, aku pake kata ekspoitasi, walopun para perempuan itu tidak merasa tereksploitasi?
kau tau mon, jawaban suamiku? dia bilang, walopun aku lelaki normal, tapi aku justru tidak suka meliat tayangan perempuan seperti itu. suamiku tu mon, juga yakin bahwa para orang tua dan banyak laki-laki sebangsanya yang sebenarnya tidak suka. tapi kebanyakan mereka memang tidak perduli. bahkan mon, drama tipi di sini, yang namanya adegan seks, bisa vulgar mon. apakah penonton suka? mereka malah ketawa! abis adegannya jadi konyol betul! juga mon, yang namnya kartun, ya ampun, ngeri deh isinya! dan buku kartun macam gini mon, gak disegel. bebas diliat di convinient store. mana harganya murah lagi! lantas pertanyaanku selanjutnya mon pada suamiku, bagaimana keadaan moral kaum muda bangsamu? dia prihatin mon! banyak kaum muda yang jadi sakit jiwa. bunuh anak kecil, dlsb. mereka juga punya penyakit kelainan seksual. trus banyak yang pada bunuh diri. wis mon, pokoke macem-macem.
aku tu mon, yang dikaruniai gusti allah anak perempuan, terus terang ketar-ketir. aku dan suami mon, dari awal sudah menyusun ruu app bagi anakku. aku tak mau anakku jadi korban budaya yang ga cetha. oiya mon, perempuan disini tu pada aneh lo mon. kalo melihat temannya pake baju yang super irit mereka histeris! katanya, auh cakep sekali kamu! beli dimana bajunya? tapi apakah baju super irit itu pantas dipakenya? hhmmm… ntar kalo aku kasi komentar kamu bilang aku melanggar hak orang mon … wong aku ndak membelikannya. orang itu rak harus sawang sinawang to mon. jangan apa-apa kok melanggar ham. aku sebagai seorang ibu, merasa bahwa sedia payung sebelum hujan itu baek. walopun gak jadi hujan, kan bisa untuk melindungi dari panas matahari.
begitu mon.
bagi ibu yang nulis disini dan takut ditangkep polisi karena nyusui anaknya di dalam mobil, saya mau usul sebagai sesama ibu-ibu, jangan lupa tutup pintu mobil. juga coba berkunjung ke mall terdekat, pergi ke bagian maternity wear. ada beha sopan untuk ibu menyusui, juga atasan yang ndak usah mbuka semua kalo mau menyusui. jadi tetep aman, bu. si bayi kenyang, ibu ndak masuk angin.
sekarang mon soal inul. kamu yang orang jogja pernah dong jalan-jalan di, dimana ya,namanya aku lupa, tirtasari? itu lo tempatnya dangdut mania. kalo pernah, piye mon tanggapanmu? seru, aduhai, ato malah lucu?
aku pernah nonton langsung atraksi ning inul di kotaku mon. aku pikir ning inul biasa aja tu goyangnya, dibanding yang di tirtasari itu, wa ….. malah amazing tuh stamina dan performanya. aku yang perempuan jadi sangat bergairah! bukannya trus bergairah yang gituan mon, tapi bersemangat! ya muga-muga ning inul tetep seperti itu, ndak trus jadi keblinger. dan semuga tetep tabah diundamana wong sak ndayak.
kalimat terakhir mon, sesekali liatlah indonesia dari jauh, biar sedikit bau wangi, kalo dekat terus, bosen kan liat wajah bopengnya terus, dan busuk baunya, maaf mon pake koma terus, terlanjur nulis kalimat terakhir, wis!
alah ngomong aja! org gituh mah munafik semua huegggg
Buat Anonymous yang super getol mendukung RUU APP B(ullshit) dengan data-data yang masih harus dicek akurasinya, saya punya satu pertanyaan..
Kan konon banyak banget pelaku kejahatan seksual yang mendapat inspirasi dari materi pornografi..
Seperti juga konon banyak banget pelaku terorisme yang mendapat inspirasi dari kitab atau ajaran salah satu agama..
Jadi,
Mau dibikin RUU AAQ ga??
Ehehehehe.. :)
Peace.. NOT!!