Bulan Februari adalah bulan baik. Saat itu pukul 10 pagi, ketika matahari sedang hangat-hangatnya, email dari AMINEF muncul di inbox menyampaikan kabar baik pertama: status kandidat saya sudah diangkat menjadi principal candidate. Saya pasti akan berangkat sekolah ke Amerika.

Hal pertama yang saya lakukan adalah menelpon Ibu, sebuah pilihan yang sedikit saya sesali di kemudian hari. Andai saya mengatakannya langsung, saya bisa menyaksikan langsung wajah beliau menjadi gembira.

Akan tetapi, bulan Maret adalah bulan yang lebih baik saat berita kedua hadir. Saya diterima di Carnegie Mellon. Universitas terbaik di bidang software engineering. Siangnya, saya pergi ke kantor Ibu. Di teras kantor Ibu yang teduh, saya ceritakan berita Carnegie Mellon. Hal terbaik yang dapat dialami seorang anak adalah melihat senyum orangtuanya menjadi ketawa bahagia.

***

Malam harinya saya memenuhi undangan telepon direktur program Carnegie Mellon University (CMU) untuk berbincang-bincang tentang calon sekolah dan suasana belajarnya. Setelah berbicara 15 menit dan telepon ditutup, muncul rasa was-was, bagaimana jika beasiswa Fulbright tidak cukup untuk sekolah di Carnegie Mellon?

Selang beberapa hari kemudian, rasa was-was itu ternyata benar: AMINEF memberitahu bahwa Carnegie Mellon belum menyediakan keringanan biaya sekolah untuk saat ini. Artinya, ada kekurangan dana atau shortfall yang cukup banyak, dan saya harus mencari dana sendiri untuk menutup shortfall itu.

Tiba-tiba, bulan Maret menjadi bulan yang mendung.

***

Sebetulnya shortfall adalah sesuatu yang lazim terjadi. Teman saya ada yang mengalami shortfall, namun bisa ditutup dengan satu-dua bulan gaji. Beberapa lagi shortfallnya harus ditutup dengan merogoh tabungan senilai mobil atau sepetak tanah kecil. Dalam kasus Carnegie Mellon, semua itu masih tidak cukup.

Untunglah, saya kerja di kantor yang merasa sekolah itu penting. Sedetik saya selesai bercerita soal shortfall CMU ke Pak Djoko atasan saya, beliau langsung tersenyum selebar-lebarnya, kemudian—dengan dua-tiga gerakan sigap—seketika beliau menelpon mencari info beasiswa tambahan dari temannya di Dikti. Pak Djoko juga menghubungkan saya dengan Pak Rektor, yang kemudian menyarankan saya untuk menemui Pak Rachmat.

Pak Rachmat adalah pejabat rektorat yang sering membantu mencari beasiswa. Beliau menyarankan untuk menyusun proposal beasiswa tambahan untuk diusulkan ke Kemendikbud.

***

Proposal itu saya siapkan sebagus-bagusnya dengan sampul warna hijau cerah supaya menarik perhatian tim seleksi beasiswa Kemendikbud. Nampaknya jalan saya sudah ke CMU. Apalagi dari info seorang teman, Kemendikbud memiliki dana beasiswa yang banyak.

Empat belas hari menuju batas akhir yang ditetapkan CMU, proposal beasiswa tambahan masuk ke Kemendikbud. Waktu yang disediakan CMU memang tidak banyak, dan menyiapkan proposal butuh waktu untuk mengumpulkan data dan surat rekomendasi. Akan tetapi, saya harus optimis, karena ini adalah sekolah terbaik. Saya tidak boleh menyerah tanpa berusaha.

Namun, proses aplikasi beasiswa Kemendikbud memang membutuhkan waktu yang tidak cepat.

Setiap sore pukul 5, saat jam kantor Kemendikbud usai dan masih belum ada kepastian, hati saya retak sedikit. Kadang, jika satu hari ada sedikit kepastian, maka hari berikutnya akan disusul dengan berita ketidakpastian. Pak Rachmat sering membantu mengontak Kemendikbud, namun sore demi sore tetap berlalu meninggalkan saya terbenam. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi jika CMU lepas, karena universitas pilihan saya yang satunya—Northeastern University—juga tak kunjung memberi kabar.

Sore selalu diikuti dengan malam. Malamnya, saya hampir selalu mengecek thegradcafe.com, mencari tahu apakah ada mahasiswa lain yang sudah diterima di Northeastern. Akan tetapi, malam sudah seperti sore yang selalu tidak memberi kepastian: tidak ada info mahasiswa yang diterima di Northeastern. Dan pagipun tidak lebih baik, inbox hanya dipenuhi oleh email yang bukan tentang sekolah maupun beasiswa.

Pada sore terakhir, Pak Rachmat menelpon. Saya sedang di Jakarta. Beliau mengabarkan bahwa masih belum ada kepastian hingga saat itu. Saya berusaha untuk tidak kecewa. Di depan gerai Chanel Grand Indonesia saya duduk, kemudian mulai mengetik email untuk AMINEF.

“Dengan sangat menyesal, saya harus melepas kesempatan belajar di Carnegie Mellon University, karena belum mendapat kepastian beasiswa tambahan.”

Tombol Send ditekan. Saya merasa kosong. Suasana Grand Indonesia tetap ceria.

***

Email soal beasiswa itu datang tengah malam. Setelah sore sebelumnya saya kecewa luar biasa, keberanian untuk menerima berita bagus menjadi nyaris tidak ada. Di kamar gelap, saya membaca email itu sepelan mungkin. Saya masih belum siap membaca berita buruk. Namun, ketika sampai pada paragraf dua, saya merasa tidak yakin. Paragraf dua membawa berita bagus. Saya diterima di Northeastern University di Boston dan University of Minnesota.

Saya ulangi email itu dari atas. Saya tidak salah baca. Bahkan Northeastern memberikan pembebasan SPP, sehingga saya tidak perlu lagi memikirkan shortfall.

Seharusnya, malam itu saya bisa tidur lega. Akan tetapi saya terlalu senang untuk tertidur. Saya akan ke Boston.

***

Perjalanan mencari beasiswa adalah perjalanan yang sejauh-jauhnya berlabuh, hanya mengantar kita ke gerbang. Perjalanan yang sebenar-benarnya akan dimulai ketika kuliah sampai jam 9 malam, hidup berjam-jam di perpustakaan, dan tertidur di antara tumpukan buku-buku, tentu saja jika tidak bergadang mengerjakan tugas sampai subuh.

Namun, dalam perjalanan ini saya tidak berangkat sendirian. Semua dukungan dan motivasi, yang selama perjalanan ini telah disematkan oleh orang-orang terdekat, merupakan pengingat bahwa saya berangkat sekolah bersama dengan semangat-semangat mereka.

Saya rasa, kami yakin bahwa pendidikan akan membawa hal-hal baik menjadi lebih dekat dengan masyarakat.

Disclaimer: semua pernyataan dan informasi yang ditulis dalam posting ini merupakan pandangan saya pribadi, dan tidak mencerminkan pandangan organisasi lain. Pengalaman seleksi Fulbright adalah pengalaman saya pribadi, dan oleh karena tidak mencerminkan kebijakan AMINEF maupun Fulbright, setiap orang dapat melalui pengalaman yang berbeda.

Shortfall
Tagged on:

51 thoughts on “Shortfall

  • Pingback:Berita Baik Beasiswa di Inbox - Life - hermansaksono

  • July 6, 2012 at 11:01 am
    Permalink

    Selamat ya Mooooonnn… Ikutan seneng bacanya :) Selamat belajar :)

    Reply
    • July 6, 2012 at 11:02 am
      Permalink

      ih komen pertama! *girang setelah sekian lama ga komen di mana2*

      Reply
      • January 17, 2015 at 4:28 pm
        Permalink

        I’m not wothry to be in the same forum. ROTFL

  • July 6, 2012 at 12:02 pm
    Permalink

    Mon, 3 paragraf terakhir sebelum disclaimer entah kenapa membuatku harus menahan untuk tidak menitikkan air mata. Sedikit tips dariku, latihlah mantra patronus-mu sebelum berangkat. Aku prediksi bahwa akhir dari program beasiswa ini adalah pintu gerbang ke perjuangan yang lebih berat lagi. The FORCE is strong with you!

    Reply
    • July 6, 2012 at 12:26 pm
      Permalink

      Siap Kang! Aku akan melatih mantra patronusku sejak sekarang.

      Reply
  • July 6, 2012 at 12:09 pm
    Permalink

    Aku bacanya kok jadi trenyuh ya…terharu. Selamat, Mon.
    Kamu penulis dan pencerita yang baik, dan juga penerima beasiswa yang pantas :)

    Reply
  • July 6, 2012 at 12:40 pm
    Permalink

    yipppieeee akhirnya kisah shortfall ditulis juga * hidupppp momon :) :)

    Reply
  • July 6, 2012 at 1:01 pm
    Permalink

    congrats ya Momon… turut senang…

    Reply
  • July 6, 2012 at 1:29 pm
    Permalink

    Hebat…. rezeki tidak kemana untuk orang yang berusaha dengan keras….. lanjutkan mas.. semoga membawa bangga buat diri sendiri dan negara kelak disana ya…

    Reply
  • July 6, 2012 at 2:27 pm
    Permalink

    uwaw. yang ini udah balik lagi kayak yg pertama #standingovation

    Reply
  • July 6, 2012 at 2:41 pm
    Permalink

    Momooooon.. Selamat menempuh hidup baru di Boston! :)) Ih seneng ih..

    Reply
  • July 6, 2012 at 3:02 pm
    Permalink

    Selamat ya, Mon! Ikutan deg2an menunggu postingan ini publish :D

    Selamat menempuh perjalanan (lagi)!

    Reply
  • July 6, 2012 at 3:24 pm
    Permalink

    semoga kekhawatiranku soal Boston yang dulu kuceritakan kepadamu sudah tidak terjadi lagi… sekolahlah yang tinggi kawan…

    Reply
  • July 6, 2012 at 3:35 pm
    Permalink

    wuih, aku #barutahu ik …selamat Mon! aku ikut senang

    Reply
  • July 6, 2012 at 3:36 pm
    Permalink

    Walaupun daku yakin Kak Momon pasti berangkat, daku selalu menanti lanjutan dari tulisan sebelumnya :’) AAAAK! Selamat ya Mon! Daku turut senang, semoga sampai keberangkatan dan kuliahnya lancar kayak jalan tol disana (bukan di Jakarta). Plus semoga daku bisa berkunjung kesana, amien!

    Reply
  • July 6, 2012 at 3:51 pm
    Permalink

    Selamat moooon! Aku ikutan senang, membaca ceritamu, naik turun dan berakhir bahagia. Selamaat!

    Reply
  • July 6, 2012 at 4:13 pm
    Permalink

    Selamat ya Mon. Kamu bisa meraih impian yang tak bisa kuraih, belajar di Amrik

    Reply
  • July 6, 2012 at 6:27 pm
    Permalink

    Selamat ya Mooooon. Cara penulisanmu bagus banget. Aku sampe terharu membacanya… :’)

    Reply
  • July 7, 2012 at 3:04 am
    Permalink

    congratz dan goodluck Momon .. too good to be true ^_^

    Reply
  • July 7, 2012 at 6:32 pm
    Permalink

    keren mas postnya. i dream the same about studying in usa tapi aplikasi fulbright tahun ini gagal.
    baca post ini jadi semangat untuk mencoba lagi. yeah!

    Reply
  • July 8, 2012 at 5:12 pm
    Permalink

    Waow congrats mas!! Ini happy ending tapi bikin mewek saya. Keep on fighting :)

    Reply
  • July 9, 2012 at 1:24 pm
    Permalink

    Wah mas mon.. selamat yaaaa

    Reply
  • July 9, 2012 at 9:35 pm
    Permalink

    sedih dan sangat memotivasi saya, mas. Untuk tidak pernah putus asa.

    Selamat berjuang di boston ya, sukses. Doakan saya bisa mengikuti jejak hebatmu itu

    Reply
  • July 10, 2012 at 1:03 pm
    Permalink

    Aku terharu bacanya.

    Selamat ya, mooon…. semoga semua berjalan lancar sesuai yg diharapkan.

    Reply
  • July 11, 2012 at 10:18 pm
    Permalink

    Ga nyangka ternyata perjuangan anak graduate segitu dashyatnya.hebat kmu mas momon.ccip jadi cuma seperti kursus aja deh rasanya.udah dapet visane?jadine berangkat kapan?

    Reply
  • July 11, 2012 at 10:48 pm
    Permalink

    pak Rahmat yang disebut di tulisan ini pasti Pak Rachmat Sriwijaya, yang dosen di mesin ya mas?

    Reply
  • July 12, 2012 at 9:38 am
    Permalink

    hebaaaat, terharu deh bacanya… :)
    mudahan S3 saya bisa ke LN juga… ^^

    Reply
  • July 20, 2012 at 2:59 pm
    Permalink

    Selamat Mas, merinding dan terharu. Semoga sukses ya mas, dan jangan lupa selalu mengupdate blog ini, agar bisa di ikuti pengalaman pengalamannya.

    Reply
  • July 24, 2012 at 5:07 pm
    Permalink

    Shortfall kuwi opo to?
    Btw, aku tetep gumun karo kowe Mon, sukses ya

    Reply
  • August 2, 2012 at 12:54 am
    Permalink

    Welcome to the club! :D
    Postgraduate student ada suka dan dukanya mas….
    Tapi menjalani hidup di negeri orang untuk mencari ilmu, adalah sebuah pilihan yang tidak semua orang berani mengambilnya…
    Selamat ! :-)

    Reply
  • August 4, 2012 at 10:16 pm
    Permalink

    Selamat, sekali lagi!
    Senang akhirnya kita bisa bertemu sebelum kamu berangkat ke USA!

    Mampirlah ke Australia sesekali sesaat sebelum pulang! Kuyakin, gaji kerja sambilan sebagai apapun di sana bisalah untuk dipakai mampir ke Sydney barang seminggu atau dua minggu :)

    GBU!

    Reply
  • September 16, 2012 at 1:18 pm
    Permalink

    ooowh. saya telat komen :D
    Selamaat!

    Sptnya sedang sangat sibuk sekali…

    Reply
  • January 8, 2013 at 11:52 am
    Permalink

    Mon.. aku baca kata-demi kata dan paragraf demi paragraf (termasuk 2 postingan sebelumnya) ikut deg-deg kan Mon…

    Selamat Momon…

    Reply
  • February 4, 2014 at 1:21 am
    Permalink

    Hebaaaaaat! Selamat ya …. sukseess selalu…

    Reply
  • September 11, 2015 at 12:40 pm
    Permalink

    Congratulation Mas Herman.. Sya boleh mnta kontakx untk nanya2 g..?

    Reply
  • November 26, 2019 at 3:44 pm
    Permalink

    Hi,

    Blog ini pertama kali saya baca sekitar tahun 2014 di bulan November. Saat itu saya sedang duduk di semester 7 di sebuah PTN di Jogja, mempersiapkan skripsi dan di saat yg sama mempersiapkan beasiswa dan aplikasi pendaftaran S2 di US.
    Boston dengan segala pesona intelektualnya, membuat saya mantap mendaftar universitas di sana. Dan harus saya katakan blog ini memberikan semangat ekstra karena saya tahu betul suka duka menjadi seorang beasiswa hunter.

    5 tahun telah berlalu sejak pertama kali membaca blog Anda. Saat ini, saya masih di Boston. Telah menyelesaikan studi S2 dan sedang bekerja di pharma company di Cambridge. Nostalgia menyelimuti. Saya masih ingat postingan berjudul “Shortfall” membantu memantapkan saya untuk terus mencoba.

    Dini hari tadi, seorang kawan lama di Indonesia menelepon saya memberitahu rencana berkuliah di Boston dan sedang membutuhkan arahan. Reflek, saya mengirimkan link postingan ini kepadanya.

    “A word after a word after a word is power.”
    –Margaret Atwood

    Terima kasih.

    Reply

Leave a Reply to nicowijaya Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.