Agaknya jam terbang berdebat mempengaruhi penampilan para capres 2009. Dipandu oleh pengamat ekonomi UI, Aviliani, dalam debat capres semalam (25/6) JK dan SBY tampil istimewa.
Dan seperti biasa, Mega tidak memanfaatkan momen debat ini untuk menjabarkan programnya. Walaupun mantan presiden ini sudah mulai lumayan dalam memperkokoh posisinya sebagai agen perubahan, tetapi ia tidak menjelaskan langkah-langkah untuk membuat perubahan. Mega terlalu banyak memakai argumen “Jaman pemerintahan saya dulu…”, menimbulkan kesan kalau dia sebenarnya dia bukan agen perubahan.
Mega juga sempat keseleo lidah (mungkin) dengan mengatakan kalau pengentasan kemiskinan adalah antitesa dari tujuan proklamasi.
SBY, seperti biasa menunjukkan kapasitasnya untuk melihat permasalahan ekonomi secara menyeluruh. Rencana SBY untuk mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan ekonomi dan program pro-rakyat cukup baik, walaupun dalam penjelasan teknisnya hampir tidak ada program yang baru. SBY cuma menjanjikan program-program lamanya “diperkuat”, “dipertajam”, dan “ditingkatkan”.
JK sebetulnya tidak menjanjikan program baru, visinya juga tidak terlalu tajam. Akan tetapi ia menjanjikan sejumlah perubahan dalam menangani sektor ekonomi, termasuk UU Ketenagakerjaan. JK melihat UU tersebut bermasalah bagi pengusaha dan juga buruh, sehingga ada masih ada ruang untuk diperbaiki. Walaupuns angat menarik, solusi-solusi teknis JK harus dicermati dengan seksama, karena JK dikenal sering mengajukan solusi yang praktis tapi membawa konsekuensi berat yang lain.
Walaupun isi argumentasi SBY dan JK tidak terlalu banyak berbeda, tapi keberanian JK untuk menyerang SBY membuatnya menjadi bintang malam itu. JK menyerang kebijakan Boediono yang menolak garansi negara untuk proyek pembangkit listrik 10.000 MW. Dengan santun SBY menjelaskan kompleksitas masalah garansi negara untuk pembangkit listrik dan sekaligus kembali memposisikan dirinya sebagai sosok yang mengambil keputusan.
JK juga mengkritik “bunga” SUN Syariah yang terlalu tinggi dapat menganggu anggaran negara. Tetapi kali ini SBY tidak menanggapi, mungkin bagi SBY tidak terlalu tinggi.
Saya semakin yakin bahwa debat capres justru momen yang tepat untuk menilai capres mana yang akan Anda pilih. Iklan kampanye selalu memuat kebohongan dan janji semu; sementara debat tim sukses pasti berakhir menjadi perang retorika yang nonsense. Sebaliknya, debat langsung antar capres justru tidak memberi ruang untuk asal bicara dan asal janji karena lawan debat selalu bisa mengklarifikasi klaim atau tuduhan yang salah. Waktu yang terbatas juga membatasi mereka untuk to the point dan tidak bermain reotrika.
Aviliani sukses besar memoderasi debat tersebut. Empat jempol untuk SBY dan JK yang bisa berdebat dengan santun—sesuatu yang harus dicontoh warga Politikana.
gara2 nonton debat ke-2 ini, saya jadi pengen nonton yang ke-3, smoga lebih menarik lagi :D
Saya (lumayan) suka perang mie instan kali ini. ;))
Pingback:Blunder Mega: Pengentasan Kemiskinan Adalah Antitesa Proklamasi - hermansaksono
indomie diuntungkan dari debat kemaren malam
warga politikana tidak santun po dalam berdebat????
saya paling suka pertanyaan pertama Aviliani: 4 permasalahan dalam waktu 2 menit. Capres tidak diberi waktu untuk ngalor-ngidul dan retorik. Pertanyaan pertama ini menurut saya yang menang SBY.
Tapi karena berikutnya SBY kebawa situasi yang diciptakan JK akibat mie instan … JK lah bintang malam itu.
Lanjutkan dengan lebih cepat dan lebih baik :)
Mau mie, mas?
*kebawa situasi*
Lha ekornya malah Politikana :)
Good.. Good…
Barusan nonton di Youtube. Cuma, tiap megawati ngomong, aku fast forward. Gila, ngantuk bener dengarinnya.