Ibu dari dua balita itu dipenjara sejak Rabu 13 Mei lalu, terpisah dari si bungsu berusia setahun tiga bulan yang masih memerlukan ASI dan si sulung yang baru tiga tahun. Dia menjadi tersangka pencemaran nama baik. Hanya karena e-mail berisi keluhan tentang pelayanan rumah sakit.
Dan sejak saat itu, kita, blogger selalu dijejali perasaan cemas. Was-was. Bolehkah saya menulis ini? Apakah tulisan ini bisa membuat saya dipenjara?
Inilah masalah utama Pasal 27 ayat 3 UU ITE: UU buatan DPR 2004-2009 telah MUSTAHIL memberikan kepastian hukum dalam kemerdekaan berpikir dan bersuara. Definisi “kapan melanggar” dan “kapan tidak melanggar” yang terlalu lentur, sangat rentan menjadi bahan permainan di pengadilan. Dengan cacat ini, maka keputusan pengadilan sangat rawan tertumpu pada retorika ruang sidang. Dalam proses peradilan yang kotor, bukan tidak mungkin pasal karet ini mempermudah praktik suap.
Dan inikah Undang-Undang yang semestinya melindungi rakyat Indonesia?
Tidak dan Bukan.
Lalu bagaimana kita menyikapi cacat serius dalam aturan main ini?
Kita bisa berlagak seperti anak kecil yang mau menang sendiri.
Atau, kita bersikap dewasa dengan memaknai pasal ini sesuai tujuannya, yakni mencegah adanya kerugian dengan cara beradab. Masyarakat beradab akan mengutamakan dialog, bukan konfrontasi. Mengutamakan diskusi demi kesepahaman bersama, bukan debat demi kemenangan satu pihak saja.
Oleh karena itu, saya, meminta Ibu Prita dibebaskan, untuk menunjukkan kalau kita masih punya hati untuk saling menyelamatkan dari perangkap perundangan yang busuk.
Pranala: ibuprita.suatuhari.com
emosi nya momon keluar di postingan ini..
Beromantika mon?
bernostalgia leks
Semoga ngga dejavu, Mon. Saya berpikir, apabila Bu Prita menyampaikan keluhannya ke surat pembaca di media massa, apakah akan bernasib sama?
Setahu saya ada pihak yang mengajukan judicial review terhadap UU ITE ini ke MK.
Ayo, mari kita kedepankan dialog bukan represif.
Semoga rumah sakit itu sadar bahwa tindakannya memenjarakan Ibu Prita akan sangat merugikan bagi image-nya.
sad, but true. kenapa tidak diadu dengan hak anak saja? Salah satu pasalnya menyatakan bahwa menyusui adalah hak anak. Ini konvensi internasional, mungkin bisa dijadikan argumen untuk penangguhan penahanan…
free prita. boycott omni. freedom of spèech, freedom to speak our mind. stand up for consumer’s right.
Pingback:Pada Siapa Ku Harus Mengadu?
Kemaren sempet mikir untuk ngedelete beberapa postingan di blog karena takut keseret2…..nasib kita, pemegang saham terbesar pemerintahan yang kakinya diborgol ketakutan masa lalu…..:(
“Sampaikanlah Kebenaran itu meskipun pahit”
koq bisa2nya judicial review pasal karet itu di tolak MK …
rasa keadilan, bukan semata hukum. itu yang membuat ada ganjalan di hati saya. sebuah korporat menghadapi keluhan — bukan gugatan — seorang konsumen dengan langsung main gebuk.
rumah sakitnya bukannya perbaiki kualitas malah menutupi kesalahan dengan menyeret org yang sebenarnya korban buruknya kualitas pelayanan ke tahanan….
bebaskan bu prita!!!!
malah tambah jelek keliatannya tuh rumah sakit
Indonesia berada di tubir jurang yang bernama sama dengan Orde Baru: rezim penyekapan bersuara
Pernah masuk rumash sakit itu juga mas?
[OOT]
Pingback:Blogger di Balik Jeruji Besi « Di Sini.
Ok Erin, these are really my kids. My sis is just bowroring them for a bit. haha! OMG, I love these shots. I want you to take my boys pics sometime when Im in town. Amazing Job! And your right, shes def the best hairdresser EVER! XOXO
Seharusnya RS berterimakasih ketika diberi kritik malah dipenjarakan. Kalau gitu mari kita black list rame-rame dan jangan mau lagi berobat di RS itu.
pasal karet di UU ITE sedang diuji..kita lihat saja apakah kekhawatiran yang ada selama ini terhadap belum siapnya aparat dalam implementasi UU ITE ini benar terbukti atau tidak…
sementara kita para blogger berjuang untuk ibu Prita dengan cara yang lebih elegan dari RS Omni tersebut….
hukum yang aneh.. huh!
*nampaknya saya harus kembali ke kampus*
ini gak bener banget. pake ditahan di penjara itu lho yang bener2 gak berperikamanusiaan.
Mo nanya sama tu rumah sakit, polisi, jaksa, hakim, di mata mereka sosok ibu Prita itu kayak apa sih, seorang penjahat besar? seorang kriminal berbahaya? seorang teroris? kok tega-teganya memenjarakan.
Agaknya emang bener, kebebasan berpendapat terhadap pelayanan yang diberikan oleh lembaga umum seprti rumahsakit seharusnya menjadi hak daripada konsumen. bukan malah di adukan ke hukum dan di penjara!!!
Saudara Prita sudah dikeluarkan dari penjara…tapi kasus ini masih terus bergulir di pengadilan…
http://www.detiknews.com/read/2009/06/03/163005/1142174/10/keluarga-bersyukur-prita-bebas
perjuangan berikutnya Mon: ‘paksakan’ revisi UU ITE :D
kenapa sampai bisa dipenjarakannya itu yang mengherankannya, misalnya kenapa gag tahanan rumah dulu atau apalah…
gag bener ini! gag bener! LAWAN
Simple aja sih…
Ibu Prita kalah banyak duit nya dibanding sama RS OMNI, jadi nya kalah di pengadilan.
Mari kita bikin blogspot yang banyak.. trus publikasikan kisah Ibu Prita ini.
Persatuan blogger gak ada putus nya. tul gak ?
Rumah Sakit kayak gitu mah mata duitan, gak peduli nyawa orang laen.
catatan : Saya pribadi pernah mengalami hal yang sama, bukan di omni. Tapi gak sampe parah.
masih banyak sebetulnya kejadian serupa yg tidak naik ke permukaan, mungkin karena tidak bisa menulis email ? atau boro-boro masuk warnet untuk nyewa akses selama 1 jam yang hanya rata2x 3500/jam mungkin mikirin untuk makan aja sudah kelabakan…..
menghipun simpati itu baik namun tidak cukup hanya dengan itu. bagi saya, ini adalah konsekuensi dalam menyatakan sebuah pendapat. jika pendapat prita benar, sahih & dapat dipertanggungjawabkan adanya, mengapa musti takut? menurut saya, sah-sah saja rumahsakit itu melakukan gugatan terhadap prita. bukankah prita sah-sah saja mengeluarkan pendapatnya?
Semoga Ibu Prita segera dapat menghirup udara bebas, dan menimang lagi buah hatinya…
Kasus ini musti diambil hikmahnya. Meski berpendapat itu bebas, namun haruslah objektif…
Smoga ada jalan keluar terbaik bagi ke-2 belah pihak. Yuuuk introspeksi…
masalahnya simpel, Kita perlu mempertegas bahwa ini bukan pencemaran nama baik.
Tapi dia meminta haknya sebagai pasien tentang rekam medis dari pihak rs omni hospital.
Dimana hanya ditanggapi dengan saran/ keluhan.
Jadi sudah jelas ini bertentangan dengan permenkes tentang informasi rekam medis yang menjadi milik pasien.
JADI Menteri kesehatan kita yang buat PERMENKES REKAM MEDIS DIA SENDIRI YANG TIDAK TEGAS.
Sekarang mau buat UU tentang RS.
Hebat buat undang-undang yang panjang dan aneh tapi tidak ada yang kontrol.
ikut prihatin atas musibah yang menimpa Ibu Prita
bener2 agak deg-degan kalo mo nulis2 yg berbau kritik2…
padahal di surat kabar ada rubrik surat pembaca, dan biasanya kan isinya keluh kesah dan kritikan…
kritik kan untuk membangun, menjadikan sesuatu untuk lebih baik..
harusnya boleh2 saja…
Bebaskan Prita. Boikot OMNI. Jangan berobat disitu, entar kita dituntut oleh mereka. Mentang-mentang tuch banyak duit.
Maju TerUz Bu Prita…!!!!
Jangan Menyerah Cuman Gara2 MasALah sepeRti, yakin pada Tuhan,,,
Biasalah orang2 yang punya duit banyak khan sukanya cari masalah dan memperpanjang masalah!!!
huft…!!!Indonesia kapan maju kalo pemerinatahanya kyak gini melulu….???
MATINYA KEBEBASAN BERPENDAPAT
Biarkanlah ada tawa, kegirangan, berbagi duka, tangis, kecemasan dan kesenangan… sebab dari titik-titik kecil embun pagi, hati manusia menghirup udara dan menemukan jati dirinya…
itulah kata-kata indah buat RS OMNI Internasional Alam Sutera sebelum menjerat Prita dengan pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik.
………………………………………………………………………………………….
Bila kita berkaca lagi kebelakang, sebenarnya pasal 310 KUHP adalah pasal warisan kolonial Belanda. Dengan membungkam seluruh seguruh teriakan, sang rezim penguasa menghajar kalangan yang menyatakan pendapat. Dengan kejam penguasa kolonial merampok kebebasan. tuduhan sengaja menyerang kehormatan, nama baik, kredibilitas menjadi ancaman, sehingga menimbulkan ketakutan kebebasan berpendapat.
Menjaga nama baik ,reputasi, integritas merupakan suatu keharusan, tapi alangkah lebih bijaksana bila pihak-pihak yang merasa terganggu lebih memperhatikan hak-hak orang lain dalam menyatakan pendapat.
Dalam kasus Prita Mulyasari, Rumah sakit Omni Internasional berperan sebagai pelayan kepentingan umum. Ketika pasien datang mengeluhjan pelayanan buruk pihak rumah sakit, tidak selayaknya segala kritikan yang ada dibungkam dan dibawah keranah hukum.
Kasus Prita Mulyasari adalah presiden buruk dalam pembunuhan kebebasan menyatakan pendapat.
Pingback:Keadilan yang Berperikemanusiaan | Well Informed Society
Pingback:9 Peristiwa Menarik di Dunia Internet Indonesia 2009 » Benny Chandra dot com
yaa gini kalo idup di Indonesia…..
The lack of this publicity contributes directly to the amount of the
population that watches other sports instead
of soccer. What will prevent soccer from establishing itself as a major force in the USA.
in China but there is an ongoing debate over whether the first casinos began in Ancient China or the Nile Delta.