Bagi saya memilih bukan sesuatu yang sakral. Memilih juga bukan panggilan. Bagi saya memilih adalah pekerjaan. Oleh karena itu harus dilakukan secara rasional, bukan emosional.
Dari mereview 5 partai saya juga memetik manfaat. Karena dengan menelisik lebih dalam saya dapat melihat kelebihan dan kekurangan tiap partai secara lebih dekat dan obyektif.
Dan realitanya—jujur saja—tidak ada partai yang sempurna.
Tapi kita memang selalu dihadapkan pada pilihan sulit. Tidak ada laptop yang sempurna. Tidak ada mobil yang sempurna. Tidak ada rumah dijual yang sempurna. Tidak ada SD untuk anak yang sempurna. Tapi pada kenyataannya kita harus memilih.
Dalam konteks politik, saya merasa harus memilih untuk menyadarkan para politisi DPR bahwa jabatan, gaji, dan kekuasaan mereka adalah pemberian rakyat.
Dalam tebangan pertama, saya pasti akan memilih caleg dari partai yang besar. Suara saya bisa terbuang percuma kalau memilih partai kecil yang tidak akan masuk DPR.
Partai tua dan korup jelas tidak masuk pilihan saya. Memilih mereka sama sekali tidak memberikan edukasi politik bagi kadernya. Oleh karena itu Golkar dan PDIP harus keluar dari daftar.
Kemudian saya juga tidak dapat memilih partai yang mencampur-adukkan the church and the state. Sebagai bangsa yang begitu beragam, sikap campur-aduk akan merusak keutuhan kita. Dengan berat hati, walaupun PKS nampak begitu moderen dan bersih, saya tidak akan memilih mereka. Demikian juga untuk PPP.
Bagi saya penegakan HAM dan kemerdekaan berekspresi itu penting. Dan saya ragu Gerindra dapat menjamin itu. Mereka memang menjanjikan ketahanan pangan dan memberdayakan petani, nelayan, dan pedagang pasar. Saya juga mengidamkan kalangan grassroot negeri ini lebih terjamin hidupnya. Tidak lagi lapar dan kekurangan.
Tapi saya juga memikirkan apa yang terjadi setelah para petani, nelayan dan pedagang pasar itu sudah kenyang dan kecukupan. Apakah mereka dapat mengkritik kepada pemerintah soal distribusi pupuk, misalnya, tanpa merasa takut? Bisakah mereka menuntut penurunan harga BBM tanpa terancam keselamatannya? Bisakah Gerindra menjamin yang aspek itu? Saya belum begitu yakin.
Maka pilihan yang tersisa adalah PAN dan Partai Demokrat. Seperti hasil review saya sebelumnya, saya sudah tidak lagi melihat PAN sebagai partai yang memiliki visi kuat. Demikian juga Partai Demokrat.
Akan tetapi jika melihat pertarungan calon presiden, sebetulnya pilihannya sudah disempitkan menjadi SBY, Mega, JK, dan Prabowo. Salah satu dari mereka punya banyak catatan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Saya merasa perlu untuk mengamankan salah satu yang terbaik dari yang terjelek.
Menjadi non-partisan memang lebih enak. Besok saya akan mencontreng seseorang dari Partai Demokrat.
Jati:
Kamu tipikal orang Indonesia kuno: berdebat dikira emosi. Dudududududu.
Jadi INTINYA saja Mas. Intinya apa? Lebih baik kita golput karena dengan golput kita terhindar dari pilihan yang tidak tepat?
Kalo begitu kenapa Mas Jati memilih untuk menulis disini? Padahal mungkin bagi sebagian pembaca disini menganggap tulisan Anda tidak tepat/benar. Jadi kalo ada yang beranggapan tulisan Anda tidak tepat, seharusnya Mas Jati tidak menulis disini dan seperti menjadi golput?
Kalo tidak mengerti maksud saya: jadi dengan Anda beranggapan golput adalah pilihan yang tepat sementara memilih adalah langkah yang sia-sia, maka sama saja lebih baik Mas Jati diam saja di rumah tidak usah melakukan apapun sampai mati karena belum tentu apa yang Anda lakukan itu tepat.
bahwa jika tidak siap ‘berdueL’ ya jangan menjadi apapun dan jangan berbicara apapun.. tidur aja dirumah, atau mancing di baLong.. hehehe…
Bagi saya, Andapun juga tidak siap berduel dalam post ini. Tapi apakah saya berhak mengatakan bahwa Anda sebaiknya jangan berbicara apapun dan lebih baik mancing saja? Saya rasa tidak.
Saya lihat disini orang2 ngomong mlulu, macam betul kalian smua. Ada yang emosi (paling banyak), ada yang ngomporin (cuma seorang saya liat), ada yang kena perangkap kompor, ada yang sok bijak, ada yang sok ngomong macam diplomat, dan segala rupa. Kayak kentut, ada yang bau, ada yang tidak bau, ada yang bunyi, ada yang tidak bunyi, macam betul..
yahh too bad i read this article stlh pemilu lewat. setidaknya ada gambaran lagi.
kmrn aku golput mas momon.
habisnya semua sama aja
ditunggangin kepentingan, masing2 punya majikan
jiji ngeliatnya
they are always hunger for greater power TANPA responsibility
HOAHMMMM… politik indonesia ‘gini2 aja mbah’ kalo kata iklan reg spasi joko bodo
hahaha
cheers