Warung Sate Klathak

Coba telusuri jalan dari Terminal Giwangan Jogja ke selatan. Setelah perempatan lampu merah pertama berarti Anda sedang melalui ‘Jalan Sate’. Nama resminya adalah Jalan Imogiri Timur. Panggilan itu dilimpahkan karena ada banyak warung sate kambing di sepanjang jalan itu. Jenis sate yang disajikan bukan sembarang sate, melainkan khas Jogja yang disebut Sate Klathak.

Sate Klathak adalah sate kambing muda dengan bumbu garam dan sedikit merica. Potongan daging-daging itu kemudian ditusuk dengan kawat dari jeruji sepeda, lalu dibakar dengan bara arang yang panasnya sedang. Konon, sate klathak yang ngetop bisa ditemui malam hari, di dalam Pasar Jejeran Wonokromo (juga di Jalan Imogiri Timur).

Di malam hari, Pasar Jejeran memang nyaris gelap gulita. Sumber cahaya cuma berasal dari bara arang sejumlah pedagang dan beberapa lampu redup di ujung pasar. Suasananya tenang, walaupun sesekali terdengar suara percakapan beberapa pengunjung duduk bersila di tikar. Sebagai manusia yang dimanjakan dengan penglihatan superior, ambiens tenang temaram membantu kami mengapresiasi hal-hal kecil yang mudah terlewatkan andaikata pasar itu terang benderang. Hal-hal kecil tapi ‘indah’, seperti suara letupan-letupan lirih bara arang, aroma harum warung bakmi jawa, serta cita rasa teh poci gula batu yang wasgitel sempurna.

Oleh karena antrian pesanan cukup panjang, sate kami baru siap 50 menit kemudian. Tapi penungguan itu tidaklah sia-sia, karena satenya benar-benar enak. Bumbu yang minimalis membantu lidah menikmati cita rasa daging segar yang dibakar hingga matang pas. Dagingya empuk tapi tetap liat. Untuk pemula sate klathak, disedikan kuah gulai untuk membantu menikmati sate bercitarasa polos ini. Tapi saran saya, jauhkan saja gulai berbumbu itu, karena rasa tambahan akan merusak kesempurnaan rasa daging kambing bakar itu. Kalau perlu, jangan dimakan dengan nasi, karena rasa nasi juga mengubur kelezatan Sate Klathak.

Sate Klathak

Proses memasak serba sedehana ini memang bukan barang baru di bidang haute cuisine. Lazim disebut nouvelle cuisine, gerakan kuliner ini menekankan pada proses memasak yang singkat serta penggunaan bahan-bahan yang segar. Terlepas Sate Klathak pantas menyandang gelar itu atau tidak, saya benar-benar menikmati suasana temaram yang nyaman, teh anget yang pas, sate klathak yang lezat, dan teman ngobrol yang seru.

*) Dua foto keren di atas adalah hak cipta Ryansan dan Kaniav.

Sate Klathak
Tagged on:

46 thoughts on “Sate Klathak

  • December 7, 2008 at 8:22 pm
    Permalink

    aku masih terngiang ngiang sate klathak itu.
    Eniwei, satu porsi cuma 2 tusuk, dan setiap tusuknya ada 5 daging.
    walopun terkesan sedikit, justru itu yang bikin kita ngerasa ‘nagih’ dan pengen lagi dan lagi :p~

    Kesempurnaan Zen ya?

    Reply
  • December 7, 2008 at 8:26 pm
    Permalink

    enak juga tuh kayaknya…

    Tapi kalau mengharapkan sate yang sangat spicy, mungkin akan kecewa.

    Reply
  • December 7, 2008 at 8:49 pm
    Permalink

    foto pertama cakep. pake tripod?

    Itu yang motret bukan saya :D, melainkan Ryansan.

    Reply
  • December 7, 2008 at 9:41 pm
    Permalink

    Sejarahnya gimana sih kok bisa pake ruji sepeda?

    Katanya begini, kalau pake bambu, supaya bagian dalam mateng mbakarnya lama harus lama. Akibatnya bagian luar jadi kering.

    Nah ruji sepeda kan besi yang merupakan konduktor panas. Dengan menggunakan tusuk dari besi sate bisa matang luar dalam, sehingga masaknya bisa cepat dan rata

    Reply
  • December 7, 2008 at 10:06 pm
    Permalink

    Mon, satenya tolong dikirim ke Tangerang ya besok. Thanks before.

    Kalau nggak dimakan panas dari BBQ rasanya nggak maknyus Nen.

    Reply
  • December 7, 2008 at 10:06 pm
    Permalink

    menahan liurrrr yang tak tertahan….

    *ambil ember…*

    Reply
  • December 7, 2008 at 11:16 pm
    Permalink

    wah kamu menulis ini di saat yang tepat…kebetulan aku emang mau ke sana, mon…thanks!

    Reply
  • December 7, 2008 at 11:34 pm
    Permalink

    lanjut ke bakmi mbah mo, bakmi jokteng wetan (yg kl sdg beruntung, di sebelahnya ada warung jualan menu daging bajing, kalong, dll), trus apalagi ya kuliner malam di jogja selain gudeg…

    oia, di kotagede, selain sate karang, juga ada sate sapi apa gt namanya lupa. jualan pake grobag dorongan dan mangkal di tegal gendu kl ga salah. di deket kotagede, tepatnya di pertelon tegal gendu juga ada warung angkringan “anggo suwe”.

    apalagi sih, kuliner malam di jogja itu ??

    Reply
  • December 8, 2008 at 12:13 am
    Permalink

    harus pesen berapa tusuk biar kenyang klo makannya gak boleh pake nasi?

    Reply
  • December 8, 2008 at 1:55 am
    Permalink

    aku dulu nyari pasar jejeran sampek nyasar lho

    Sama! Soalnya pasarnya nggak obvious banget!

    Reply
  • December 8, 2008 at 2:24 am
    Permalink

    Wah belum pernah makan ini…
    Besok kalo mudik coba ah…

    Tapi kalau mengharapkan sate yang sangat spicy, mungkin akan kecewa.

    Maksudnya? Ga pedes ya?

    Maksudku, kenikmatan sate ini bukan pada bumbunya, tapi pada teknik memasak yang menghasilkan citarasa daging bakar yang dominan

    Reply
  • December 8, 2008 at 2:44 am
    Permalink

    suwasana temaram memang bikin nyaman mas. apa lagi kalau… , ah sudahlah :D

    Kalau apa? :P

    Reply
  • December 8, 2008 at 3:18 am
    Permalink

    mon harap sy dipandu kl daku ke jogja :P

    Baiklah…

    Reply
  • December 8, 2008 at 6:01 am
    Permalink

    Saya belum kesampaian makan sate ini meski sudah 15 taon tinggal di Jogja…Sek nek bali meh mrono ah

    Reply
  • December 8, 2008 at 8:50 am
    Permalink

    enak…tapi saya ga doyan kambing… gimana donkz???

    Di Pasar Jejeran ada bakmi jawa juga kok

    Reply
  • December 8, 2008 at 1:04 pm
    Permalink

    waduh, blum nyoba sate kronggahan udah ada sate lain lagi. *ambil catetan*

    Reply
  • December 8, 2008 at 1:38 pm
    Permalink

    Mau ….

    ~masukkan dalam daftar yang harus dikunjungi April mendatang.

    Reply
  • December 8, 2008 at 4:09 pm
    Permalink

    saya tinggal jalan kaki
    lha omahe eyangku cedak kono
    baratnya GSP ada sate klathak juga, tapi gak tau rasanya gmn.

    Reply
  • December 8, 2008 at 4:15 pm
    Permalink

    Kok menurutku malah rasanya aneh ya, mon? Mgkn g terbiasa aja. Rasa “hambar” (dan sedikit bau kambing) membuat aku trasa pengen muntah..

    Untung gulainya mampu menetralisir. Eh, Butet Kertaredjasa ama Djaduk Feryanto kadang terlihat di antara penikmat sate..

    Hehe..

    Reply
    • January 14, 2015 at 6:19 pm
      Permalink

      Three’s nothing like the relief of finding what you’re looking for.

      Reply
    • August 7, 2016 at 11:12 am
      Permalink

      It’s a pluraese to find someone who can identify the issues so clearly

      Reply
  • December 8, 2008 at 5:53 pm
    Permalink

    oya buat yg takut nyasar, sekarang sate klathak ada di samping gd pusat UGM. jln kaliurang.

    Reply
  • December 8, 2008 at 8:04 pm
    Permalink

    hmm… masaknya sebentar gitu jadi ‘rasa kambing’-nya masih kerasa ya? hmm… kalo aku mungkin harus dibantu kuah gule :D

    Reply
  • December 9, 2008 at 12:26 pm
    Permalink

    kalo aku sempet ke jogja lagi, elingno dan kancani aku mrono yo, Mon.

    Reply
  • December 9, 2008 at 9:56 pm
    Permalink

    andaikan malam itu pengki tak harus segera ngantor….

    Reply
  • December 9, 2008 at 10:16 pm
    Permalink

    Sate klathak memang lezat
    Khas, unik, dan enak
    Cocok bagi para pemburu kuliner
    Pak Bondan udah ke sini belum ya ?

    Malah sudah masuk bukunya Bondhan :D

    Reply
  • December 10, 2008 at 12:18 pm
    Permalink

    Hwaaa…..kangen4x ! Kemarin pas pulang sempet nyamperin warungnya Pak Pong, kok Bang Herman malah submit artikel sate…bikin kangen aja, …
    hiks…

    Sunu
    Ladkrabang, Thailand

    Reply
  • Pingback:back from vacation « fistonista

  • April 28, 2009 at 9:57 am
    Permalink

    heeeeeeepgn bgt semenjak gempa sy blm pernah pulang niiiiiiii masih ada ngak ya warung mie ayam butumini,heeeeeeee saya sama temen 2 pt nexton serng jajan sate klatak dan mie ayam situ,heeeeee bacanya sambil ngler nii kak yang nulis tanggung jawb kirimmin dong,nanti ongkos kirim nya diganti,ohhh jogja ku tercinta entah ku tau keadaannya sekarng setelah gempa,sebentar lagi akan ada tangisan hru disana.heeeeeeeee jogja sehari menanti ibarat 2 thn menntijogja sungguh sgt kgnnnnnnnnnnn bgt.heeeeeeeee

    Reply
  • Pingback:Ini Obrolan di Warung Sate « inirudy

  • November 15, 2011 at 11:59 am
    Permalink

    Jalan Imogiri Timur Yogyakarta, tepatnya setelah perempatan ke arah monumen ngoto, banyak sekali penjual sate, harganya pun variasi, ada yang satu porsi (sate, nasi, minum) Rp. 12.000,-
    Kuliner khas Yogyakarta

    Reply
  • October 26, 2012 at 11:10 am
    Permalink

    jd kepingin makan . nyam22

    Reply
  • July 27, 2015 at 4:08 pm
    Permalink

    Daerah endi to iku. Aku nganti kecebur Selokan Mataram kok ora ketemu Sate Klathak UGM. Nganti lijik Jln. Kaliurang tak liwati. Opo deket Lampu Merah yo, malah ketemu pos polisi bulak sumur

    Reply

Leave a Reply to Agus Prijanto Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.