smsan di handphone

Gara-gara si Tika panik soal pajak SMS, akhirnya saya kok jadi gatel untuk berkomentar.

Pajak SMS, yah gimana lagi? Emang negara butuh duit, apalagi defisit APBN mulai meningkat akibat berbagai situasi yang tidak menguntungkan. Belum lagi sektor migas mulai tidak bisa diandalkan tentunya dibutuhkan alternatif pendapatan lain. Disini pajak menjadi pilihan yang paling masuk akal. Efektif iya, short-sighted bisa juga.

Lagipula ciri negara yang maju kan dikit-dikit pajak. Goyang kanan pajak, goyang kiri pajak. Kita bisa ge-er dikit dong kalau sms dipajakin berarti kita menuju menjadi negara maju. :P

Tapi saya rasa mengadakan pajak baru harus ditimbang-timbang dengan bijak. Benar-benar bijak, karena alih-alih menambah pendapatan negara, kalau akhirnya orang jadi males SMS dan operator selulur jatuh, yang rugi negara juga. Yang jelas perjalanan pajak SMS ini masih jauh mengingat statusnya baru usulan, belum RUU, berarti untuk disahkan menjadi UU masih lamaaa banget. Masih ada kesempatan untuk protes. Jadi kalau anda tidak setuju dengan pajak SMS, mulailah untuk menyalurkan aspirasi anda dengan cara yang paling efektif: melalui anggota DPR yang dulu anda pilih sewaktu Pemilu.

Sebentar…. Indonesia kan tidak menganut pemilihan anggota DPR langsung. Berarti anda tidak bisa menghubungi wakil anda langsung, kalau begitu anda bisa menyalurkan aspirasi lewat Partai yang dulu anda pilih sewaktu pemilu. Atau jangan-jangan dulu anda milih partai karena kampanyenya bagus atau ikut-ikutan aja?

Pajak SMS
Tagged on:

10 thoughts on “Pajak SMS

  • September 19, 2005 at 11:11 am
    Permalink

    Pasti sebentar lagi akan ada yang protes kalau cukai sms rawan korupsi.

    Walaupun ini benar, saya rasa pajak sms dan korupsi pajak adalah dua masalah yang berbeda. Sehingga tidak berarti kita tidak memajaki sms karena pasti akan dikorupsi. Pajak sms, jika itu pantas dan menguntungkan rakyat, harus dilakukan, tapi agenda pemberantasan semua tindakan korupsi harus jalan terus.

    Reply
  • September 19, 2005 at 11:40 am
    Permalink

    sebentar mon .. klo aku mandang sih kok rada shortsighted ya .. sebenarnya aku rada sewot sih, rasanya ini dikit2 dipajakin. Iya klo negaranya udah makmur gitu .. iya klo ada kepastian yang cukp meyakinkan bahwa rencana ini akan berbuah sesuatu .. klo sekali lagi hanya akan jadi trial and error usaha-perbaikan-ekonomi-dgn-melibatkan-seluruh-warganegara ke sekian aku gk bakalan rela ..

    Tk bisakah kita melihat yang lain-lain. Mgk ada bagian lain dari sistem yang masih bisa dibenahi, diefisiensikan ato apa sebelum melempar semuanya kembali ke rakyat.

    “Hoiii, rakyat, mari kita membangun bangsa bersama-sama”, menurutmu terdengar seperti teriakan apa .. sapa rakyat, siapa mau jadi rakyat .. klaim yang tidak bertanggung jawab

    *Rela bukan berarti bsia nolak lo ya, sayangnya ..*

    Reply
  • September 19, 2005 at 11:51 am
    Permalink

    Mungkin perlu digarisbawahi kalo paragraf tentang ‘goyang-pajak’ tadi lebih cenderung bercanda, walaupun ada poin yang cukup penting disitu: yaitu negara maju yang pajaknya gede, biasanya rakyatnya juga lebih kritis dengan pemerintahnya karena merasa telah membiayai penyelenggaraan negara. Dan kerna telah merasa membayar otomatis merasa berhak menuntut pemerintahan yang lebih baik. Sama kalau kita dah bayar mahal di gajah Wong, kalau sopnya ada rasa minyak tanah kita bisa marah-marah dan minta diganti makanan lain.

    Jadi aku kok masih merasa pajak itu bisa mendorong pemerintahan yang lebih baik.

    Reply
  • September 19, 2005 at 11:58 am
    Permalink

    Masalahnya gini loh mon.Kalo emang yang narik pajak tuh bener gakpapa. (Kekhawatiranmu akan protes cukai sms rawan korupsi terbukti..hihi..)
    Rasanya gak balance aja, DPR ngajuin narik pajak buat nambah pendapatan negara. Tapi trus mereka minta gaji mereka dinaikin. Kesannya kok pajak yg kita bayar cuma buat bayar gaji mereka ya?!!
    Pendapatan negara macam mana yang dimaksud. Pendapatan negara untuk sektor ongkos kunjungan seneng-seneng petinggi?
    mmm…
    piye yooo…

    Reply
  • September 19, 2005 at 2:02 pm
    Permalink

    Paak yang kita bayar, bersama pendapatan dari migas digunakan untuk berbagai macam kebutuhan, mulai dari membayar utang LN, bantuan sosial, subsidi BBM, rumah sakit pemerintah, membangun infrastruktur sampai menggaji pegawai negeri yang jumlahnya banyak sekali.

    Anggota DPR yang mengajukan pajak SMS mungkin merasa sms adalah jasa yang dapat dikenai pajak. Itu masuk akal dan layak menjadi wacana.

    Terlepas dari anggota DPR ada yang suka ke luar negeri dan mengajukan pajak untuk SMS, tidak salah kan kalau langkah itu dijajaki.

    Reply
  • September 19, 2005 at 3:29 pm
    Permalink

    mungkin poin isunya dalah transparansi dan pertanggungjawaban.

    Transparansi: klo mmg mau menarik pajak dari SMS, akan dikemanakan dananya, dan bagaimana caranya rakyat bisa mengontrol bahwa dananya telah diproses dengan benar

    Pertanggungjawaban: jika nantinya ada kesalahan, atau terbukti terdapat penyalahangunaan wewenang atas dana atau bahkan atas munculnya isu pajak sms, pihak yang terkait harus bisa dimintai tanggungjawab. tanggungjawab disini bukan berarti laporan bahwa dana hilang ato dsb, itu basi.

    aku dulunya percaya pada pemerintah .. didikan Orde Baru (busuk tp bagi banyak orang menenangkan). Tapi, sekarang, boro2 deh. Sekarang urusannya mirip investasi. Percaya pada pemerintah? Setujui saja pajak SMS (misalnya)? resikonya bisa semakin parah atau tidak ngefek sama sekali. Ujungnya sakit ati. Tp klo berhasil, kmu akan ikut senang juga.

    Sekarang, mau invest apa gk?

    Reply
  • September 19, 2005 at 3:42 pm
    Permalink

    ember bocor kalo diisi seberapa banyak juga, tetap aja bocor…

    Reply
  • September 21, 2005 at 12:00 pm
    Permalink

    Bener sih kata toni.

    Istilahnya, denger kebijakan pemerintah macam apa juga, jadi rada waswas.
    Kesan yang ditangkep tuh, mereka bikin suatu kebijakan or keputusan cuma sekedar napsu sesaat aja, gak ada yg pasti.
    (kayak yg toni bilang tuh, transparansi ama pertanggungjawabannya)

    “Wah, banyak rakyat di bawah garis kemiskinan!”
    “OKe, kita bikin program JPS!”
    “Oke, kita bikin program RasKin!”

    Sekarang kabarnya gimana? Masi gak? Ada yang tau gimana ceritanya? Ibunya momon aja bisa dapet beras dari raskin!
    (Upzz.. Kok jadi ibunya momon? :D)
    Wajar gak sih trus orang-orang jadi apatis?

    Kalo mo idealis sih, wah, wajar banget sms ditarik. Namanya juga bantu negara. Sapa sih yang gak mau dibilang bantu negara…
    Tapi kalo diliat dari pengalaman yg udah udah, waahh..
    Bntar deh mas…

    “Pendapatan negara kurang banyak?”
    “OKe, tarik pajak.”
    “Pajak dari mana nih?”
    “Wah, kan banyak yang pake hape!Udah, tarik aja dari sms!”
    “Trus duit dari pajak mo diapain?”
    “Ntar deh, gampang!”

    ??!!

    Reply
  • September 23, 2005 at 5:04 am
    Permalink

    hmmm.. masih trauma ama kata2 *korupsi*..itu pajak bener2 kepake ato buat beli hp2 yang urus soal pajak2 :D hihihih.. comment gini dibunuh ga yah :(

    Reply
  • September 23, 2005 at 8:42 am
    Permalink

    Sepertinya kamu melewatkan point penting yang aku sampaikan tik. Masalah pajak untuk menutup APBN dan korupsi (atau apapun yang tika ungkapkan karena aku gak tahu itu kategorinya apa) adalah dua masalah yang terpisah, saling berhubungan iya, tapi tidak ada korealasi langsung. Sehingga pemecahannya pun beda. Artinya dengan ada atau tidak pajak sms, korupsi bisa saja terus berlangsung dan bisa saja tidak berlangsung.

    Ini adalah masalah makro, yang tidak bisa dipandang dengan sudut pandang mikro.

    Terlepas dari itu, kalau mengeluhkan kok anggota DPR gini atau anggota DPR gitu, pertama tanya dulu kepada diri anda apakah anggota DPR itu berasal dari partai yang dulu anda coblos. Kalau iya, anda berhak marah dan mungkin tidak mencoblos partai itu lagi di masa depan. Kalau tidak… yah mungkin itu adalah indahnya demokrasi. Ingat bahwa anggota DPR bertanggung jawab kepada konstituennya, bukan kepada rakyat. Walaupun saya sendiri ragu apakah seluruh anggota DPR sadar akan hal itu. Tapi mungkin kita bisa mulai mendidik mereka?

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.