Salah satu cara memperoleh kenyang tanpa menimbun nasi di piring adalah minum yang banyak. Saya, kalau makan, biasanya lebih banyak minumnya daripada makannya. Bukankah banyak minum es bikin gemuk? Ah siapa bilang. Yang bener minum es yang diberi gula itu bikin gemuk. Penggemuk ada di kimiawi gula (yak, bahkan gula itu termasuk kimia), bukan di suhu.
Tapi tentu ada orang-orang yang merasa tidak nyaman melihat saya banyak minum. Ekspresi yang paling wajar itu kaget sambil teriak “Dua Mon?”. Nah untuk ini saya sudah punya jawaban yang manjur: “Mampu kok”, tentu dengan memasang ekspresi kalem. Biasanya manjur, mereka yang reseh itu langsung gondok.
Belakangan ungkapan “mampu kok” jadi populer di CahAndong untuk menunjukkan kejumawaan dalam kebercandaan. Padahal aslinya ungkapan itu untuk membuat orang reseh lekas diam.
Tetapi hobi minum banyak ini lebih sering membawa mudharat. Kemarin lusa di Nanamia, gara-gara pesan Aqua dua, pelayannya lupa tidak membikinkan Strawberry Lassi. Lantaran di meja sudah ada dua minuman, pelayannya berasumsi kalau pesanan sudah lengkap jika jumlah gelas di meja sama dengan jumlah orang yang duduk di meja itu.
Dan kemarin ke Nanamia lagi, hal yang serupa terulang lagi. Betul, saya jadi meragukan maksud dan tujuan menulis pesanan di kertas.
Yang paling menyebalkan tentu saja hari ini di kantin Perpustakaan UGM (jika tidak begitu menyebalkan, tentu saya tidak akan menulisnya di sini bukan?). Di kantin itu, sudah lumrah saya pesan “soto tanpa nasi ples es teh tawar dua”. Tentu saja pesanan itu sempat membuat ibu-ibu pengelola kantin tertegun, tapi setelah makan di sana berbulan-bulan mereka mulai agak terbiasa.
Hari ini nyaris sempurna. Tidak ada lagi tatapan aneh ketika memesan “soto tanpa nasi dengan es teh tawar dua”. Sotopun terasa segar dan gurih. Tak lama kemudian “es teh tawar dua” saya mendarat di dekat mangkuk soto yang gurih itu. Dan—dengan inosennya—orang yang duduk di sebelah saya mengambil satu dari dua gelas es teh tawar itu. Dan langsung menyeruputnya. Dan langsung celingukan mengeluarkan ekspresi aneh.
“Tawar ya mas? Itu punya saya,” saya bilang.
Saya belajar banyak hari ini. Lain kali saya pesan “es teh tawar tiga”. Mampu kok.
Foto dari Swastika Rahmadani.
selera yang unik…
LOL *pelukpeluk* eh kok ga diceritain bahwa org itu bilang, ‘abis warnanya sama sih’ :D
itu hanya kuceritakan ke dirimu seorang
Soal pemesanan teh di warung itu agak unik.
Di jogja wajarnya, pesen teh tanpa embel-embel akan diberikan teh dengan tambahan gula. Sedangkan di daerah Sunda pesen teh tanpa embel-embel akan diberikan teh yang tawar.
Itu ada faktor dulunya di jogja banyak pabrik gula milik bangsawan nggak ya?
Akibatnya gula diasosikan sebagai makanan bergengsi, sehingga ketika gula menjadi terjangkau konsumsi gula menjadi euforik.
lalu si peminum teh mu mengganti teh yang sudah terlanjur di minumnya ga Mon?
siapa tau kan orang itu dalam hati berkata “ini teh mu saya ganti, mampu kok.” ;))
Masalahnya dia nggak ngganti mbak.
Hahahaha.. wangun, wangun….
Tapi hidup cuma sekali, kamu menghindari begitu banyak kenikmatan hanya demi sesuatu yang sementara :)
Badan kurus itu kenikmatan Mas.
hahaha. itung2 sedekah.
atau disruput abis jg mon?
Kalo di Kalimantan Barat, pesan es tawar berarti air putih dengan es. Kalo mau pesan es teh manis, bilang saja teh es.
itu karma..
karena kamu juga sering lupa menyeruput minuman orang lain kalau minumanmu habis…
hahaha ngasal itu orang, ya?
dan komentar pangsit itu, apa benar, sih?
Iya e :D
pas baca bagian : ” pelayannya lupa tidak membikinkan Strawberry Lassi..” , lupa tidak membikinkan itu negasi-nya dua kali bukan? berarti pelayannya ingat membikinkan strawberry lassi?
ga penting banget deh, hehehe. maap kalo komennya terdengar spt sok utk koreksi, pdhl nilai ujian saya dulu pas2an amat. atau mgkn karna itu yah, ga bisa mencerna kalimat yg diatas? anyway, sbg silent reader yg sudah bertaun2 lama-nya…akhirnya ini komentar ga penting saya yg pertama. salam kenal, mon. Pis =)
hub alvin ya di 083862963293