Seperti Tarzan, alien, dan koboi, James Bond adalah produk Amerika yang sudah diperah habis-habisan oleh Hollywood. Jadi, ketika Martin Campbell mengumumkan kalau Casino Royale adalah reboot dari seri James Bond yang sudah ada, orang-orang yang jenuh dengan Bond si raja gadget yang flamboyan menyambutnya dengan suka cita. Ini tentu saja akan merombak image James Bond yang selama ini dirintis Sean Connery, Roger Moore, Pierce Brosnan dkk, menjadi Bond yang lebih tepat untuk abad 21. James Bond dengan vulnerability.

Casino Royale menghadirkan Bond baru (diperankan oleh Daniel Craig), yang tanpa basa-basi . Dalam misinya, agen 007 ini bertugas menangkap pembuat bom, teroris serta bertanding poker dengan financer teroris. Tanpa adanya gadget yang muluk atau spesial efek komputer yang kelewatan, film ini mengandalkan plot, karakter, dan action. Hasilnya?

Film action yang seru tapi disajikan pelan dan tidak tangkas.

Makanya, ketika film selesai dan lampu bioskop nyala, saya bertanya-tanya. Apakah film ini nggak salah? Ternyata begini, walaupun saya sudah pasrah menikmati sajian film Bond yang direformasi, saya masih mengharapkan film ini disajikan memakai alur three-act structure.


Apa itu three-act-structure? Ini adalah cara kasaran yang dipakai penulis skenario untuk membagi sebuah film. Cara ini membantu menentukan kapan titik-titik alur yang penting (seperti klimaks) diletakkan. Act pertama dimulai dari pembukaan hingga terjadinya katalis, dimana tokoh utama mengalami masalah pokok. Act kedua adalah konflik, dimana tokoh utama mulai berusaha menyelesaikan masalahnya hingga terjadi konfrontasi. Act terakhir adalah resolusi, ditandai dari si tokoh mulai menyelesaikan masalah utamanya hingga masalahnya selesai dan akhirnya ditutup dengan epilog.


Film yang cukup patuh mentaati ‘aturan’ ini antara lain adalah Mission: Impossible III. Act 1 selesai ketika kendaraan yang membawa villain diserang dan istri Ethan Hunt diculik. Act II mulai dari rencana Ethan masuk ke gedung penyimpan rabbit-foot hingga ketika dia berhasil melumpuhkan kroco-kroco di sarang musuh. Act III dimulai dari konfrontasi dengan Devian hingga film selesai.

Inilah alasan kenapa MI3 dan film Bond sebelumnya terlalu membosankan. Karena terlalu taat.

Casino Royale tidak hanya mereformasi karakter James Bond tetapi juga merubah penyajian alur film menjadi tidak terduga, sehingga ketika anda keluar dari bioskop, mungkin rasanya seperti nonton film art-house, bukan film blockbuster.

Saya harus menarik kembali komentar saya kalau penuturan film ini tidak tangkas. Sebaliknya, film ini adalah langkah berani yang tidak hanya melahirkan kembali idola lama, tetapi juga mendefinisikan kembali alur cerita sebuah genre film spy dan film action.

James Bond, Casino Royale dan Three Act Plot
Tagged on:

6 thoughts on “James Bond, Casino Royale dan Three Act Plot

  • November 25, 2006 at 8:18 pm
    Permalink

    Suatu kali orang memang harus berani menentang harapan umum ya…seperti si sutradaranya ini.

    Reply
  • November 26, 2006 at 11:49 am
    Permalink

    Hallo, sudah lama ga keliatan nih.. :)

    Klo aku yg awam sih, menurutku oke juga koq. Aku bisa nikmati alurnya, dan yang jelas filmnya terasa lebih real daripada JB-JB yang sebelumnya… :)

    Reply
  • November 26, 2006 at 10:10 pm
    Permalink

    Wah, sudah bangkit lagi! :D Welcome back!

    Reply
  • November 27, 2006 at 5:44 pm
    Permalink

    Keberanian si pembikin cerita malah membuat saya bingung. Saya mengira aksinya sudah selesai, ternyata masih ada. Bukannya berarti “tak terduga” sehingga mengejutkan, tapi justru karena tidak berharap ada aksi tambahan karena penonton sudah dibawa ke titik nol.

    Penampilan sosok rahasia saat Bond sedang berlibur ke Venesia justru membaut saya berpikir “oh, ternyata nanti ada sekuelnya”. Dan sama sekali tidak ada perasaan bahwa aksinya masih akan berlanjut. Kurang menarik dan kurang membuat penasaran?

    Alhasil, saya pun bingung mulai titik tersebut, dan berujung pada kebingungan saat film berakhir.

    Dari suatu sudut pandang, ini bisa dianggap kejeniusan, tapi sayangnya buat saya malah jadi perusak acara. :D

    *bukan kritikus film, apalagi yang terpercaya*

    Reply
  • Pingback:Transformers The Sucky - Reviews - hermansaksono

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.