Pertanyaan ini sudah menjadi bahasan abadi ibu-ibu PKK sejak tahun 1973: Apakah arisan itu termasuk perjudian?

Saya mencoba membuat perhitungan sederhana untuk menjawab pertanyaan itu. Tentu ini bukan sebuah metodologi yang sangat akurat binti ilmiah, tetapi minimal bisa jadi starting-point.

Metodologi ndeso saya ini berandai-andai ada 10 ibu-ibu PKK desa Sukamaju yang mengikuti arisan bulanan. Iuran per bulan adalah Rp 20.000 per orang, sehingga pada tiap arisan, ibu yang menang undian menggondol pulang Rp 200 ribu. Kita anggap uang ini langsung dipakai untuk beli beras.

Sampai di sini tidak nampak ada perjudian, karena semua ibu pada akhirnya mendapat Rp 200 ribu dengan adil.

Tetapi menurut BPS, harga beras (dan harga-harga yang lain) itu naik sedikit demi sedikit tiap bulan. Inflasi istilah kerennya. Bahkan, menurut Antara, dari bulan Januari 2006 hingga Desember 2006 harga beras naik 7,5 %. Beras yang harganya Rp 4000/kilo di bulan Januari, menjadi Rp 4300 di bulan Desember. Ini membuat saya gundah karena artinya ibu yang menang di awal tahun jelas mendapat beras yang lebih banyak daripada ibu yang menang di bulan Desember, walaupun keduanya sama-sama membayar iuran yang sama. Supaya tidak binun, saya bikin tabelnya:

Bulan Pemenang Kenaikan harga (%) Harga Beras (Rp/kg) Beras yang didapat (kg)
Jan Bu Ani 4,29 4.000 50
Feb Bu Hatta 1,18 4.047 49
Mar Bu Sofyan -0,88 4.012 50
Apr Bu Budi -0,85 3.977 50
Mei Bu Ningsih 0,28 3.989 50
Jun Bu Darsono 1,12 4.033 50
Jul Bu Susilo 0,99 4.073 49
Agt Bu Dibyo -0,34 4.059 49
Sep Bu Yusuf 0,62 4.085 49
Okt Bu Aburizal 2,17 4.173 48

Persentase kenaikan harga pangan saya comot dari website BPS. Nampak kalau Ibu Aburizal memang paling tidak beruntung karena hanya mendapat beras 48 kg, sementara Bu Ani mendapat 50 kg. Apakah seperti negative-sum-game? :) Tapi apalah arti 2 kg beras?

Hmmmm… Mari situasi kita ekstrimkan sedikit dengan memindah kesepuluh ibu ini ke Jakarta, kita dandanin supaya nampak seperti ibu-ibu socialite crème-de-la-crème, dan iurannya kita lipatkan menjadi 100 kalinya: 2 juta rupiah per bulan. Artinya per bulan tiap ibu tidak lagi mendapat Rp 200 ribu, tapi Rp 20 juta. Kalau semua ibu ini juga langsung beli beras, Bu Ani bisa beli beras 50 kuintal, dan Bu Aburizal cuma bisa beli beras 48 kuintal, rugi 2 kuintal. Semakin tinggi iuran arisan, kerugian akibat penurunan nilai riil uang semakin terasa. 2 kilo beras cuma bisa buat makan beberapa kali, tetapi 2 kuintal beras bisa buat nraktir makan orang satu kampung. Karena inflasi negara yang sehat itu cenderung naik, maka pemenang arisan di awal jelas lebih untung karena nilai uang yang didapat lebih berharga, daripada yang menang terakhir.

Kalau saya boleh menyimpulkan… kerugian arisan baru akan terasa signifikan kalau iurannya besar. Ibu-ibu (dan bapak-bapak) yang ikut arisan dengan iuran kecil, mungkin malah mendapat manfaat banyak dari silaturahmi dan tukar pikiran yang lazim terjadi sewaktu arisan. Kerugian menjadi neglegible. Selain itu, jika yang diarisankan bukan uang, tapi barang seperti panci, kulkas atau mobil, unsur untung-untungannya tidak ada (walaupun kalau kita memperhatikan time value sebuah barang, jadi rada untung-untungan jugak :p).

Bagaimana pendapat anda? :)

Telah diedit pada 6 Jan, 2007 pukul 10.46 PM, karena kelupaan tidak menyinggung soal inflasi.
Benarkah Arisan Itu Perjudian?
Tagged on:

17 thoughts on “Benarkah Arisan Itu Perjudian?

  • January 6, 2007 at 5:22 pm
    Permalink

    dasar wong ndesoo..
    dapet arisan koq buat beli beras..
    dapet arisan tuh buat jalan-jalan gitu.. ke luar negeri sono..
    atau sukur-sukur bisa bayarin penyanyi dangdut gitu.. asal jangan bawa-bawa hengpon..

    pokonya jangan beli beras aja, ndeso..

    yuk, kembali ke lapp…

    Reply
  • January 6, 2007 at 7:03 pm
    Permalink

    wah aku ketinggalan beberapa menit buat nyetak hattrick komen pertama di blog ini… :-(

    yang aku tanyain, siapa sih yang nyiptain arisan pertama kali…??

    @herman : do’ain yeh biar aku bisa nyetak hattrick komen pertama di blogmu hehehehehe. RSS nya kadang telat updatenya.

    Reply
  • January 6, 2007 at 7:16 pm
    Permalink

    waduh.. selama ikutan arisan bapak2 di kampung Mon, gak pernah mikirin masalah value of dapet duit arisan. Mungkin karena memang skalanya kecil ya.. tapi rasanya arisan (yang bener) itu dimana-mana lebih berat ke value of silaturahminya deh, tanpa melihat besarnya ‘modal’. Kalo mo itung2an mah, rasanya kayak rugi gitu, tapi diliat sisi positifnya ajalah.. arisan sebagai ajang ‘nabung bersama’ sambil berbagi informasi :). just my 2 cents..

    Reply
  • January 6, 2007 at 7:34 pm
    Permalink

    Betul mas Guntur, arisan memang tidak jadi masalah kalau iurannya tidak terlalu besar dan tujuan utamanya memang untuk guyub.

    Yang saya ‘highlight’ kan arisan-arisan yang iurannya gede, dan arisan yang tujuannya memang cari duit. :)

    Syah: Amin. Tapi jangan ngoyo-ngoyo mas :) Sudah mampir, tidak harus yang pertama, saya sudah sangat berterima kasih kok. ;) Sejarah arisan? Ada yang mau nulis? :D

    OmjacK: lapp….angan bola! Jack ayo main bola lagi! :D

    Reply
  • January 6, 2007 at 8:59 pm
    Permalink

    kalo arisan sistem ggur gimana?

    Reply
  • January 6, 2007 at 9:56 pm
    Permalink

    lebih baik perhitungannya pake index inflasi. pertama, karena merupakan rata2 kenaikan harga, bukan cuma beras. dan kedua, lebih menggambarkan penurunan nilai mata uang, bukan kenaikan harga barang.

    contoh soal: kalo arisannya emas, bukan rupiah misalnya, maka nilai arisan di bulan januari dan bulan desember sama persis. tapi kalau emas di bulan januari bisa membeli lebih banyak beras daripada bulan desember, maka itu memang akibat harga berasnya yang naik, bukan nilai emasnya yang turun.

    Reply
  • January 6, 2007 at 10:02 pm
    Permalink

    Arisan sistem gugur itu gimana mas Luthfi?

    Mas Pri, awalnya saya memang mau pake index inflasi, cuman rasanya agak ketinggian kalau pake index inflasi. Apalagi mayoritas ibu-ibu lebih concern terhadap kenaikan harga beras, daripada inflasi. Walaupun keduanya sama-sama menunjukkan penurunan nilai riil uang.

    Reply
  • January 7, 2007 at 2:52 am
    Permalink

    benar deh kayaknya….bentar, tanyak bang rhoim dulu.

    kenapa eee kenapa..berjudi itu haram….karena eee karena….//music

    gak pernah ikut arisan, mon.

    Reply
  • January 7, 2007 at 8:20 am
    Permalink

    wah kalo ditempat saya dulu. arisan karang taruna.. duit arisannya dipake buat konsumsi pas acara arisan.. jadinya impas.. seringnya tekor malah.

    tulisan yang bagus mas..
    :-D

    Reply
  • January 7, 2007 at 7:08 pm
    Permalink

    wah arisan disangkut pautin ama inflasi segala :)

    ikut arisan juga, 3000 sebulan, yg ngurus malahan, sekedar sambung rasa buat muda-mudi kampung :p dapet di depan blum tentu enak… jadi berasa berat di belakang, heheh :p

    nah… kalo tukang becak yang mangkal di dekat rumah saya menjadikan arisan sebagai alternatif cara dapet duit, (yg susah kalo via jalur formal), beneran buat cari duit, duit arisan boleh ngambil di depan, jadinya mirip cicilan. gmn tuw mas?

    Reply
  • January 8, 2007 at 11:45 pm
    Permalink

    misal ada 10 orang arisan ..
    A, B, C dst sampe J
    bulan 1 – A yang dapet, nah, si A gak perlu nglanjutin arisan, .. pokoknya begitu arisannya tembus, otomatis peserta langsung gugur, gak perlu iuran dan ikut arisan pertemuan selanjutnya ….

    nah, kalo gak salah, utk peserta yang terakhir … gak tau dapet apa ….

    Lupa, ini dulu pernah jadi kasusu koq di solo

    Reply
  • January 9, 2007 at 6:01 am
    Permalink

    Arisan, atau bahasa ilmiahnya Rotating Savings and Credit Association (ROSCA), telah menjadi sumber banyak penelitian terutama oleh ekonomi dan ahli antropologi.

    Herman betul bahwa semakin besar jumlah yang dipakai semakin besar pula kerugiannya. Selain itu, semakin besar pula resikonya karena biasanya arisan tidak menyertakan kontrak resmi sehingga uangnya mudah dibawa lari.

    Satu artikel menarik tentang arisan bisa dibaca disini

    Btw, post yang bagus dan salam kenal.

    Reply
  • January 11, 2007 at 6:41 pm
    Permalink

    OOT: Nama ibu-ibunya itu terinspirasi dari mana tuh? :D

    Reply
  • January 12, 2007 at 4:18 pm
    Permalink

    bagaimana kalo arisannya ngga pake mata uang tp pake logam mulia? misal emas? ngga akan ada untung2an atawa rugi2an kan? ngga perlu takut sama inflasi kan?

    komen ngasal… :D

    Reply
  • January 13, 2008 at 10:57 am
    Permalink

    Maas herman tulisannya cukup menarik juga…tapi mungkin harus diingat bahwa sebagian orang berpikiran bahwa
    arisan adalah cara lain untuk berinteraksi sosial sekaligus menabung(karena dalam menabung anda tidak akan mempertimbangkan penurunan nilai mata uang dalam periode tertentu)…berpikirlah sederhana dan
    as long as nobody gets hurt…I think it’s fine

    Reply
  • May 25, 2011 at 12:21 pm
    Permalink

    bagaimana dengan arisan motor yang sekarang lagi tren ya? kan harganya bisa sampai Rp 16 jutaan tuh?? Apa ada yg mau kasih opini yg bisa dijadikan dasar berfikir?mksh mas har.

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.