Kalau sudah lama tinggal di Indonesia, semestinya familer dengan kebiasaan melepas alas kaki ketika masuk ke rumah orang lain. Begitu kata orang. Tapi bagaimana kalau lantainya kotor? Masak ya harus dilepas? Andaikata memang harus dilepas, sementara lantainya jorok, berarti si pemilik rumah justru membuat kaki si tamu kotor. Kalau begini caranya, kebiasaan ini malah menjadi budaya yang negatif.
Saya sering lupa: ketika kita menjalankan budaya, tradisi, atau kebiasaan, tentunya ada syarat yang harus ditepati. Dalam kasus melepas alas kaki, syaratnya: lantai harus bersih, karena tujuan utamanya adalah tidak membuat lantai pemilik rumah yang bersih jadi kotor. Kalau syarat tidak dipenuhi, ya kebiasaan itu tidak berlaku. Itu untuk melepas alas kaki, untuk budaya-budaya dan kebiasaan yang lain, ya nanti bisa dibikin daftarnya
Acapkali, saya merasa terjebak melakukan hal-hal yang saya sendiri tidak tahu kenapa harus dilakukan. Hal-hal yang dilakukan hanya karena harus dilakukan. Jika boleh berandai, sepertinya akan cukup menyejukkan ketika budaya kita lakukan bukan demi ritualnya, tetapi karena esensinya.
Gambar sandal ngambilnya dari sini.
repot juga kalo disuruh lepas alas kaki tapi lantainya kotor…
nah kebiasaan basa-basi menyuruh tamu memakai alas kaki juga harus dibudayakan
I’ve been lonokig for a post like this for an age
maap lho kalo aku bertamu gak ngelepas sepatu….dari dulu kebiasaan makai sendal didalam rumah. itu lho, sendal kucing, kelinci…rasanya telapak kakiku jd tebal and kotor kalo nginjak lantai and bakalan nyuci kaki tiap 5 menit. thats one of my weird habits
i see.. i see…
by the way, pake sendal itu budaya indo asli, kan. Mengapa sih kita harus make sepatu yg merupakan budaya comotan?
*Lagi membayangkan betapa kerennya ke kantor pake sendal, pertemuan formal, acara kenegaraan, semua pake sendal (budaya asli indo)*
emang banyak orang melakukan sesuatu hanya karena kebiasaan/ ritual semata, bukan karena esensi. selain melepas sandal ketika bertamu, ada lagi saks:
1. mengangangap tangan kiri lebih jelek daripada tangan kanan. sehingga beraktifitas yang berhubungan dengan orang lain memakai tangan kiri dianggap tak
sopan.
2. budaya balas dendam. aku masih sering melihat seorang ibu ketika anak kecilnya menangis karena berantem dengan kakaknya, lalu sang ibu (pura-pura) memukul kakaknya agar si kecil berhenti menangis. selain itu kenapa kakak harus selalu disuruh mengalah, meskipun ia berada di pihak yang benar?
3. mengirim parcel di hari raya. utamanya parcel dikirim untuk pimpinan atau minimal selevel. apa esensinya selain “pelacuran”? kalau memang benar membantu, kenapa tak ke panti asuhan, panti jompo, anak jalanan atau di daerah yang tak ada sinyal hp nya?
4. basa basi menawari makan siang, padahal dihadapannya benar-benar hanya punya sepiring nasi. aku lebih suka bilang, maap ya aku makan dulu, kecuali kalau makan di warung dan benar2 mau mentraktir.
5. budaya menawar ketika membeli. meskipun tahu harga seikat sayur yang di jual di pasar beringharjo itu sudah sangat murah dibanding di supermarket, aku lihat ibu-ibu masih menawar.
apa lagi ya?
Kw, utk #1, katanya karena tangan kiri dipake buat cebok :)) Kalau saya ceboknya pake tangan kanan gimana? hehe.
Di Jepang, melepas alas kaki hal yang biasa. Alasannya menjaga kebersihan, terutama rumah. Tapi di sini, menjaga kebersihan kaki, salah apa enggak, entahlah :D
Cuman suka bingung kalau melihat lantai rumah yang agak kurang bersih. Apakah a) melepas alas kaki dengan resiko kaki kita kotor, atau b) tetap memakai alas kaki dengan resiko pemilik rumah merasa bahwa kita menganggap dia gak becus membersihkan lantai :D
Hey kebetulan sekali, topik ini baru dibahas di kantor saya. Karena sebagian besar pekerjanya adalah orang asing, kita membahas kebiasaan masing2 yang paling berkesan. Dari Jerman, mengucapkan “Gesundheit (bless you)” ketika orang bersin; dari Jamaica, kebiasaan menyumbangkan lagu saat kumpul bersama; dari Denmark, sering membawa sarapan kue beras madu utk dimakan bareng; dan dari Indonesia (saya), budaya melepas alas kaki!!…
Dan budaya kita dianggap paling unik…hahaa…
Lucunya budaya bos saya sendiri dari Amerika dianggap paling “negatif”: membawa bir sekerat saat lembur.
kl banyak sandal/sepatu parkir di dekat pintu, berarti harus lepas juga
gw sih by default lepas alas kaki kl bertamu ke rumah orang, biasanya kl tuan rumah ga keberatan kan dia bakal bilang untuk dipake aja
kl kebalikannya, defaultnya ga dilepas, kadang tuan rumah ga enak ati untuk minta lepas alas kaki
halah.. alasan kowe mon..
orang masuk kantin aja kamu gak pernah copot sepatu.
padahal yang laennya nyopot..
lha ya malah kamu tho yang bikin lantai jadi kotor..
wakakakakk…
Jadi gini Tik, sejak dulu lantai kantin udah kotor. Awalnya, aku lepas sepatu juga. Tapi malah kakiku jadi kotor. Kaos kaki ikutan kotor, dicuci gak bisa bersih. Makanya sejak saat itu aku ndak pernah lepas sepatu di kantin. Kalau yang lain tidak ingin ikut basa-basi lepas sepatu silahkan, tapi lantai kantin sudah kotor walaupun aku ndak lepas sepatu.
masalahnya, nganu jeh…
saia ndak mau/enggan melepas sepatu itu lantaran kakik saia itu `mambu` gituh. Kadangkala ya saia `isin` atas kaos kakik saia yang bolong :o
melas…
doc wong, maaf harus kulaporkan kalau orang australia di sini bilang kalau sandal itu adalah budaya mereka (dipakai terutama pas musim panas)…
mon, budaya melepas alas kaki di indonesia, mungkin lho, sedikit banyak mungkin memang dipengaruhi budaya islam, seperti kl mau masuk masjid di mana pun hrs lepas sepatu.
entahlah… menurutku sih, itu budaya yang baik…
Tapi kan rumah bukan mesjid to mas?
Saya suka berlari tanpa alas kaki di rumput