Permen Pahit Tolak RPM Konten

@hermansaksono ada apa tho dgn rpm content? td liat di kompas dikit, kayanya biasa2 aja. bagus2 aja. kt tetap butuh rule of the game dunk.

Yang namanya opini tidak akan pernah sama. Jika di jaman Pak Harto opini terlihat sama, apa yang terjadi adalah opini dipaksakan sama.

Inilah repotnya ketika pemerintah berniat menyensor opini, karena kita tidak akan sepakat. Kita mungkin sepakat bahwa pornografi itu musti dibatasi, tapi apa yang disebut porno? Model cantik memakai bikini tidak porno bagi orang biasa, tapi porno sekali bagi kaum puritan. Kita mungkin sepakat bahwa menghasut itu tidak baik, tapi apakah mengkritik kinerja presiden juga dianggap menghasut? Mustahil kita bisa membatasi kalau batasannya saja tidak ada.

Kerumitan seperti ini yang mungkin tidak dipahami pendukung sensor. Kebanyakan mereka adalah domba-domba yang jangankan bisa berbeda pendapat, berpikir sendiri saja tidak bisa! Tidak adil kalau saya diposisikan untuk jengkel dengan mereka. Sama tidak adilnya jika peraturan ini dibiarkan jalan dulu lalu dikoreksi sambil jalan.

Dalam prakteknya, menyensor internet adalah hal yang mendekati mustahil. Bagaimana caranya menyensor Twitter selain mencekal keseluruhan situs itu (termasuk mencekal informasi-informasinya yang bermanfaat)? Bagaimana caranya mencekal sebagian dari YouTube? Jika tujuannya adalah mencegah fitnah, penipuan atau kejahatan online, maka sebetulnya kita sudah punya segudang undang-undang untuk menangani itu. Undang-undang itu juga tidak mengamanatkan menteri untuk membuat lembaga sensor konten. Mengapa musti membuang energi dan uang untuk itu?

Sulit mencari itikad baik dari RPM Konten terbitan kementrian pimpinan Bapak Tifatul Sembiring ini. Saya sangat kuatir peraturan menteri ini nantinya berakhir menjadi alat yang digunakan ketika diperlukan. Seperti pisau lipat yang serbaguna. Tidak menyelesaikan masalah, tapi cukup praktis ketika dibutuhkan. Apalagi saat ini terlihat benar kalau masyarakat Internet adalah kalangan yang paling berani mengkritik pemerintah.

Maka sebelum runyam, kita tolak terus RPM konten!

Menolak RPM Konten
Tagged on:

18 thoughts on “Menolak RPM Konten

  • February 18, 2010 at 12:58 am
    Permalink

    Domba? Walah. Dan akhirnya injak-injak dangkal pun punya kilah, “Lho kami kan belum rembukan sama pemerintah, malah kami minta masukan masyarakat.” Tapi kalau didiamkan, tahu-tahu jadi permen. Bagi saya, Neo-Deppen perlu diwaspadai, karena kalau tidak kekonyolan demi kekonyolan akan terjadi. Buktinya Deppen dulu bisa mewajibkan relay berita RRI. Juga pernah mewajibkan pemilik antene parabola untuk lapor. :D

    Reply
  • February 18, 2010 at 2:15 am
    Permalink

    kqkqkqkq. saya si domba yang manis ituh

    common sense saja.
    seingatku, di kompas tadi, bahwa menyimpan dan mengedarkan materi yg *tidak baik* diberi sanksi-kalau ga salah 3 hari dari mengetahui, harus lapor. good? setuju.

    taglinenya, “dilarang aja ngaco, apalagi dibebasin”. so, shock terapi itu spt shock terapi pelarangan software bajakan. akan sulit diberangus, tapi efek mengetahui bahwa itu salah, dalam hemat saya, sudah cukup.

    guilty conscience-nya akan berjalan, itu modal untuk pembangunan kedepannya

    Reply
    • February 18, 2010 at 6:52 am
      Permalink

      Kekhawatiran saya dan kebanyakan orang bukan pada adanya aturan, tetapi pada pemerintah mengendalikan konten.

      Jika konten-konten tersebut selama ini kritis terhadap pemerintah, saya sama-sekali tidak yakin pemerintah bisa menjadi pengendali yang layak.

      Reply
  • February 18, 2010 at 6:40 am
    Permalink

    Fokus terhadap hal negatif dan mengesampingkan hal yang positif, jika kita fokus terhadap masalah banyaknya perceraian, bisa jadi nanti pernikahan dilarang, kasus…

    Reply
  • February 18, 2010 at 8:43 am
    Permalink

    saya cuma bertanya-tanya, cara apa yg akan mereka ambil untuk mengawasi ini. software khusus? pantengin internet satu demi satu? atau sewa FBI?

    Reply
    • February 18, 2010 at 8:49 am
      Permalink

      Kominfo kan gak mau tau. Itu jadi tanggung jawab ISP. :P

      Reply
  • February 18, 2010 at 8:45 am
    Permalink

    “Apalagi saat ini terlihat benar kalau masyarakat Internet adalah kalangan yang paling berani mengkritik pemerintah.”

    Bisa jadi inikah motif-nya? ;)) Atau cuma keributan baru di atas keributan yang lain? :D

    Reply
  • February 18, 2010 at 10:29 am
    Permalink

    yg balas twitter-mu, bilang butuh rules of the game? Dia udah pernah/selalu baca Terms of Service segala layanan yg dia pake belum ya? Di situlah ada segala rules of the game yang dia cari. Jadi ngapain lagi pake ditambahin RPM yg ga jelas itu!

    Reply
  • February 18, 2010 at 10:36 am
    Permalink

    “Seperti pisau lipat yang serbaguna. Tidak menyelesaikan masalah, tapi cukup praktis ketika dibutuhkan.”

    Saya suka analogi ini.. :)

    Reply
  • February 18, 2010 at 2:49 pm
    Permalink

    sepertinya perlu lebih banyak lagi yang dilibatkan untuk duduk bersama membahas RPM Konten ini. Kalo yang sekarang baru APJII aja ya keliatannya

    Reply
  • February 18, 2010 at 6:59 pm
    Permalink

    dibilangin, saya yg ngereply twitit momon ituh.
    iyah, silahkan diatur2 aja deh. saya manut. kqkqkq.

    Reply
  • Pingback:Diskusi Hak Cipta dalam Konten di Internet « Indonesian Visual Art Archive

  • February 23, 2013 at 11:49 pm
    Permalink

    I am typically to running a blog and i actually appreciate your content. The article has really peaks my interest. I am going to bookmark your web site and keep checking for brand spanking new information.

    Reply

Leave a Reply to antyo rentjoko Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.