Tiga Cawapres Berdebat: Prabowo, Boediono, dan Wiranto

Dengan lantang dan keras Prabowo mengambil posisi menyerang, ia mengkritik pemerintahan SBY-JK. Boediono berusaha tenang, tapi nampak gugup. Wiranto berusaha meyakinkan pemilih dengan memaparkan mimik muka yang meyakinkan dan intonasi yang tegas. Ia juga menyanyi dua kali di podium.

Hal-hal seperti itu adalah derau. Delivery selalu noise. Debat tim sukses selalu noise. Demikian juga dengan tepuk tangan penonton. Tugas kita adalah memilah manakah noise yang tidak relevan, dan manakah esensinya.

Pada malam debat cawpres itu, Prabowo telah berhasil memposisikan diri sebagai agen perubahan, atau dalam bahasa Obama: “CHANGE”. Sayangnya Prabowo tidak mengelaborasi langkah-langkah apa yang ditempuh untuk membuat perubahan itu. Bisa jadi ini memang disengaja, semata demi memperkuat kampanye kerakyatan Mega-Pro yang selalu ia dengungkan. Argumentasinya soal agama dan pendidikan juga terasa samar-samar.

Boediono, telah menunjukkan pandangan seorang negarawan dengan melihat posisi agama di atas negara, tetapi juga menekankan peran negara untuk melindungi hak untuk beribadah. Menanggapi masalah kecelakaan transportasi, Boediono beranggapan kalau pemerintahan yang bersih akan menjamin pengawasan atas moda-moda transportasi yang ada. Sayang, argumentasi untuk peningkatan mutu pendidikan terasa kurang komprehensif.

Wiranto tidak mengatakan satupun gagasan yang pantas dilontarkan oleh seorang cawapres. Usul kawin antar suku untuk meningkatkan nasionalisme tidak seperti program yang benar-benar dipikirkan. Rencananya untuk menjalankan Gerakan Disiplin Nasional terdengar seperti lelucon, karena program ini gagal bahkan dalam masa pemerintahan seorang otoriter. Kritik soal “Ganti Mentri, Ganti Buku” memberi kesan kalau Wiranto tidak mengerti wacana atau justru terlalu menyederhanakan wacana.

Secara umum tidak argumentasi ada yang istimewa dalam debat ini. Akan tetapi, momen terbaik ada ketika Wiranto menekankan pentingnya agama untuk mencegah politik saling serang.

“Boleh saja nilai agama secara substansial dipakai dalam politik. Hasilnya, ada politik yang santun, tidak menyerang, hubungan harmonis, dan politik tujuannya kenegaraan.”—Wiranto

Lalu dijawab Boediono:

“Saya kira kita melihat ada perbedaan antara kata dan perbuatan. Kalau kita jujur pada diri sendiri kita sudah aman dan damai tidak perlu banyak berdebat.”

Review Debat Tiga Cawapres

19 thoughts on “Review Debat Tiga Cawapres

  • June 24, 2009 at 12:05 am
    Permalink

    Pertamax! (Akhirnya)

    Wuih, cepet banget reviewnya udah keluar. Saya merekomendasikan Momon untuk menduduki jabatan penting di pemerintahan, sebab kerjanya cepat!

    Reply
  • June 24, 2009 at 3:50 am
    Permalink

    Lumayan yah tadi, Prabowo bisa menghidupkan suasana, hahaha :D
    Jadi gak terlalu monoton kayak yang capres kemarin :D

    Reply
  • June 24, 2009 at 6:02 am
    Permalink

    Kayaknya lebih seru ketimbang debat capresnya ya..?
    Menang sapa kayaknya? Susah juga ya menilai diantara noise yang menutupi konten.
    Btw, kontennya emang ada hehehe :) ?

    Reply
  • June 24, 2009 at 7:51 am
    Permalink

    hmmm…..entah kenapa mata saya tidak tertarik untuk melihatnya tadi malam :D

    Reply
  • June 24, 2009 at 8:28 am
    Permalink

    sama ajh prabowo sma mega,,,kcewa saiiia!!

    Reply
  • June 24, 2009 at 9:18 am
    Permalink

    pak guru ngomongnya gugup karena dia banyak yang ingin disampaikan sambil berfikir bagaimana membuat delivery yang top.. sementara timer terus jalan hehehe..

    Reply
  • June 24, 2009 at 11:24 am
    Permalink

    pas Budiono njawab soal agama dan politik itu, aku pengen banget liat air muka Wiranto, sayangnya wajah Wiranto baru terlihat di layar beberapa detik kemudian :|

    Reply
  • June 24, 2009 at 12:33 pm
    Permalink

    yang jelas, saya menyumbang satu SMS u/ Wiranto

    Seneng lho, ngeliat persentase Wiranto cepet sekali naiknya menyalip Prabowo, dan Boediyono berkurang secara konstan, meski akhirnya kembali ke angka 53% (kalo gak salah)

    Saya berharap pasangan JK-WIRANTO berhasil sbg Presiden.

    Reply
  • June 24, 2009 at 1:19 pm
    Permalink

    Wiranto itu memang tampaknya klop dengan JK. Tangkas menjawab (menjual). Tapi konsep persatuan lewat kawin antar suku itu bikin geli.

    Dari debat capres dan cawapres semuanya menggunakan pendekatan sesuai background masing-masing, eg: militer, niaga, nasionalisme, dll. Yang multidisipliner justru jarang.

    Apa aku yang kelewatan mon? Bagaimana?

    Reply
  • June 24, 2009 at 1:24 pm
    Permalink

    Wiranto memang tangkas dalam menajwab, dan tidak garang seperti Prabowo—yang mungkin justru efektif, tapi who knows?. Tapi aku kesulitan sekali menemukan substansinya. Apa yang dia janjikan selain retorika. JK payah juga sewaktu menanggapi isu-isu kenegaraan, tapi jawaban JK untuk isu-isu domestik lebih berisi daripada Wiranto.

    Reply
  • June 24, 2009 at 1:35 pm
    Permalink

    Mungkin ketangkasan itu memang sengaja dilatih sesuai slogan-nya: Lebih cepat (dijawab) lebih baik :D

    Reply
  • June 24, 2009 at 4:03 pm
    Permalink

    ane seh ngapaen c perlu debat” geto?
    penuh dengan janji” manis nan indah,
    yg blm tentu terlaksana nantinya…
    ini toh hanya iklan” sementara krna mo deket pemilu aja,tar kl udh lewat br bisa kita liat ada buktinya or gk…

    Reply
  • June 25, 2009 at 3:26 am
    Permalink

    Wiranto banyak sound bite, Prabowo kayak pemimpin kaum yang tersakiti oleh rezim penguasa, Boediono campuran sound bite maker, sama gaya bicara seperti orang yang baru pertama kali debat. Agak2 geter2 gitu. :))

    Saya cuma penasaran satu, Prabowo bilang mari kita ubah sistem, selama kita merdeka kita menjalani sistem yg salah, tp disisi lain dia bilang kembali ke amanat founding fathers.

    Sadarkah dia bahwa sistem yang dijalankan kita saat ini adalah peninggalan Founding Fathers?

    Terlepas dari apapun amanat mereka yg secara normatif tertulis di kertas konstitusi, sistem ekonomi yang menjual aset ke asing kan dijalankan Soeharto dengan amanat Pancasila.

    Petani aja dulu klo ga mau ngelepas lahan dianggep komunis. Gimana tuh. ;))

    Reply
  • June 25, 2009 at 11:11 am
    Permalink

    semuanya terkesan tidak terlampau siap dengan serangan2 dari pihak yang dianggap lawan eh ?

    Reply
  • June 25, 2009 at 1:42 pm
    Permalink

    numpang review Mon …

    debat cawapres kemarin pemenangnya: Stasiun TV dan provider SMS!

    bayangin aja Mon, karena fluktuasi SMS-nya ditampilkan … para pendukung cawapres berusaha menaikkan atau mempertahankan polling SMS. Kalo’ per SMS 1000 rupiah, dan andaikan hit-nya sampe 10.000.000 SMS (dan aku pikir lebih) dalam satu malam itu dana terserap ke Stasiun TV dan provider SMS-nya 10 milyar!

    debat cawapres kemaren nggak ada yang menang. Buatku, semua cawapres nggak ada yang paham mengenai pendidikan. Boediono terlalu lama di birokrasi, Prabowo terlalu memikirkan pencitraannya di mata rakyat kecil, Wiranto bau Orde Baru-nya menyengat banget. Ndak ada yang paham ketika dihadapkan pada persoalan Pendidikan yang dilontarkan Komarudin Hidayat. Yang paling bagus jawabnya Prabowo … tapi harusnya dia tambahin: “bila saya jadi wapres saya akan mengusahakan UN dihapuskan!”

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.