Badai

Bersiaplah kawan. Tiga badai bergerak semakin dekat.

Pertama, adalah naiknya beban subsidi minyak yang menggerus APBN. Konon, solusinya adalah menaikkan harga BBM, dan biasanya harga yang lain juga ikutan naik. Orang-orang jadi lebih miskin.

Kedua, adalah krisis pangan. Harga bahan pokok semakin meroket, ada yang sampai 200%.

Ketiga, krisis keuangan Amerika Serikat yang ikut berdampak pada perekonomian Indonesia.

Dalam situasi tanpa kepastian ini, kebijakan pemerintah belum banyak yang terasa cespleng. Sementara itu, si lajur pacuan sebelah, tokoh-tokoh daur ulang seperti Wiranto, Sutiyoso, dan Prabowo mulai meraih popularitas untuk Pemilu 2009 .

Sepuluh tahun yang lalu, kita juga menyaksikan ekonomi Indonesia jatuh terpelanting. Harga makanan pokok naik drastis, menjadi langka, dan akibatnya masyarakat ngamuk. Tetapi, dari sana, sebuah rezim jatuh, dan demokrasi bangkit sedikit-demi sedikit. Sebuah capaian yang harus dibayar mahal.

Entah apa yang terjadi kalau krisis kembali menghajar negara miskin ini. Apakah mungkin demokrasi jatuh, dan totalitarian bangkit?

*Ini Indonesia Bung! Tiap hari adalah kejutan*

Tiga Krisis
Tagged on:

42 thoughts on “Tiga Krisis

  • May 9, 2008 at 1:01 am
    Permalink

    krisis pengangguran
    krisis kriminal
    krisis moral

    lha wes kelakon kabeh ya Her..

    Reply
  • May 9, 2008 at 1:03 am
    Permalink

    satu lagi krisis yang belom disebut :
    krisis kepercayaan… orang yang kita pilih langsung pun, akan menuju gerbang ketidakpercayaan rakyat.
    Tapi, dia nama yang nggak pa pa kalo disebutkan itu, patut dikasih satu jempol. Dia berani mengambil kebijakan yang sangat tidak populer disaat orang-orang sedang menjilat rakyat untuk pemilu tahun depan

    Reply
  • May 9, 2008 at 2:29 am
    Permalink

    Saya berpendapat, bahwa kita juga mengalami krisis sense of crisis.

    Reply
  • May 9, 2008 at 2:37 am
    Permalink

    Hehe, itulah Indonesia. Klo Koes Plus bilang tongkat dan kayu jadi tanaman, sekarang berubah total. Tongkat dan kayu bukan jadi tanaman, tapi buat senjata tawuran antar pelajar, tawuran antar mahasiswa, kisruh demo pilkada, ribut penggusuran PKL, dll.

    NKRI = Negeri Krisis Rontok Imannya

    Reply
  • May 9, 2008 at 2:38 am
    Permalink

    saya berpendapat kamu lagi krisis kecap mon,..
    mon, kecap mon!

    Reply
  • May 9, 2008 at 2:46 am
    Permalink

    rasanya kok ‘hanya’ akan bener2 dirasakan rakyat dengan kelas ekonomi menengah ke bawah ya..

    Indonesia, negeri krisis yang jalanannya penuh mercy dan genggaman tangan orang2nya diisi vertu ?

    *jual motor buat beli bensin*

    Reply
  • May 9, 2008 at 5:26 am
    Permalink

    begini nasib jika kita hidup masi dalam kungkungan penjajahan.. negara kita masi tramat rapuh.. belum solid. blum bisa menyembuhkan diri sndiri

    Reply
  • May 9, 2008 at 6:04 am
    Permalink

    Krisis bandwidth terjadi gak kira2?

    Reply
  • May 9, 2008 at 8:11 am
    Permalink

    negara miskin karena duitnya habis buat mbayarin kelakuan aparat, liat aja mobil dinasnya, rumah dinasnya, selebritas dinasnya, dll dinasnya :(

    Reply
  • May 9, 2008 at 8:36 am
    Permalink

    kata nenek Byrne: Otakmu! (pikiranmu!)
    (hehehe, keracunan buku de-sikrit)

    Reply
  • May 9, 2008 at 9:08 am
    Permalink

    krisis aja kamu tetep gemuk ya mon..???
    apalagi tidak krisis…!!!

    *tdk bisa membayangkan*

    Reply
  • May 9, 2008 at 9:30 am
    Permalink

    satu-satunya yang kita bisa, Dihadapi saja semua itu mas.

    Reply
  • May 9, 2008 at 9:39 am
    Permalink

    ambar:
    krisis pengangguran
    krisis kriminal
    krisis moral
    Bisa jadi itu bakal lebih parah lagi.

    anonymous
    satu lagi krisis yang belom disebut :
    krisis kepercayaan… orang yang kita pilih langsung pun, akan menuju gerbang ketidakpercayaan rakyat.
    Itu yang saya khawatirkan, krisis kepercayaan menyebabkan krisi lain: krisis gampang percaya asal bukan yang sekarang

    Mbilung
    Saya berpendapat, bahwa kita juga mengalami krisis sense of crisis.
    Right on the money!

    iway
    negara miskin karena duitnya habis buat mbayarin kelakuan aparat, liat aja mobil dinasnya, rumah dinasnya, selebritas dinasnya, dll dinasnya :(
    Iya, jangan sampai beban ekonomi yang berat ini cuma ditanggung oleh yang lemah-lemah saja, tapi juga yang turut membuat kebijakan

    doc_wong
    kata nenek Byrne: Otakmu! (pikiranmu!)
    gimana ituh, saya belum baca the secret

    kabarihari
    satu-satunya yang kita bisa, Dihadapi saja semua itu mas.
    Jadi penonton pahit ya :D

    Reply
  • May 9, 2008 at 10:15 am
    Permalink

    dari krisis-krisis yang kamu sebut, sayangnya sampai sekarang solusi yang mereka berikan lebih memberatkan kalangan bawah. mereka yang bisa kipas-kipas duit gak ngerasain hal seperti ini.

    saya menunggu sampai krisis ini berhenti. kira-kira kapan ya?

    Reply
  • May 9, 2008 at 10:48 am
    Permalink

    Siap-siap nongkrongin kawasan Mangga Dua, siapa tahu ada chaos lagi. Laptop dan HP menunggu di sana.

    :)

    Reply
  • May 9, 2008 at 11:47 am
    Permalink

    kasian 37 juta rakyat miskin indonesia, udah miskin, tambah miskin pula. duh duh duh

    Reply
  • May 9, 2008 at 11:51 am
    Permalink

    bersahabat kok sama krisis ya mon :p

    Reply
  • May 9, 2008 at 2:31 pm
    Permalink

    Mungkin krisis pede juga akan meraja di Indonesa. Mengapa? karena semua jadi mahal, orang gila makin banyak, dan orang gila yang keliaran pada gak mandi = bawu, jadi ya terciptalah sebuah krisis pede yang masiv.

    Reply
  • May 9, 2008 at 3:37 pm
    Permalink

    oh, anak-cucuku…bayarlah utang2 mbahmu ini…

    Reply
  • May 9, 2008 at 6:40 pm
    Permalink

    saya g kaget lagi.. udah terlalu sering. tiap tahun naek BBM nya.
    capek sendiri mikirnya. g bisa membayangkan jalanan bakal penuh dengan anak2 lagi. huahhh :cry: krisis..krisis..

    Reply
  • May 9, 2008 at 7:08 pm
    Permalink

    pas pameran kartun GM. Sudharta di bentara budaya, nonton ora, mon ??

    itu dokumntasi yg bagus sekali ttg perjalanan indonesia dr masa awal orde baru hingga skrg.
    *dan sejarah jd terlihat sgt menyenangkan dan humoris*

    ternyata sedari dulu, kita mengalami masalah yg sama, ber-ulang2. bahkan kebijakan menaikkan harga BBM pun, sudah sedari dulu masa awal Mbah Harto (alm) menjabat presiden.

    drpd komplen trs, gmn kl sibuk cari solusinya ???
    aku heran, kl baca di koran tuh, srg penemuan ttg energi alternatif, misal biogas. dr gapi (tahi) sapi ato manusia. knp ga dikembangkan ??
    pernah jg liat di TV, ponpes mana gt, ngembangin energi alternatif dr eceng gondok. ada juga dosen di jogja yg ngembangin, banyu geni.
    lha tapi kok senyap ??? mbok dibantu utk sosialisasinya. dan mari kita gunakan.

    dg begitu, kan jd berkurang satu krisis.

    NB. jgn percaya dg biofuel ato biodiesel. denger2, kl hal ini dgalakkan, malah memacu kerusakan lingkungan lbh parah, hutan2 makin cepet gundul diganti lahan utk sawit.
    lagi2, mereka yg puny modal gede yg untung :(

    Reply
  • May 10, 2008 at 12:38 am
    Permalink

    kenapa belum dipake? mestinya banyak hal, belum efisien, mahal, belum populer.

    kalau aku Med, juga kuatir dengan imbas krisis ini ke situasi politik kita. ya semoga tidak ke arah kediktatoran.

    Reply
  • May 10, 2008 at 12:40 am
    Permalink

    Sebelum krisis-krisis begitu (kembali) datang lagi, saya malah sudah duluan krisis kepercayaan sama pemerintahan ini…

    *sabar menunggu pemerintahan ambruk*

    Reply
  • May 10, 2008 at 12:47 am
    Permalink

    wah mas alex, anda menangkap kekhawatiran saya.

    saya menangkap pemerintahan sekarang belum memiliki leadership yang cocok untuk kondisi kritis seperti ini.

    tapi coba perhatikan kandidat2 yang akan menyaingi SBY, menurut saya track record SBY lebih bersih dibanding mereka.

    Ini yang saya khawatirkan, dan sedang saya sampaikan melalui postingan ini:citra SBY yang kian melemah, beresiko menjadikan tokoh2 lama naik daun.

    Kalau begini kan repot. Sudah krisis, tertimpa tangga pula.

    Reply
  • May 10, 2008 at 4:55 am
    Permalink

    mendingan mari kita kasih “pemnbelajaran” buat para politisi daur ulang itu dengan nggak memilihnya…

    Reply
  • May 10, 2008 at 5:35 am
    Permalink

    @ Herman Saksono

    Pemerintahan sekarang ini, dengan 10 tahun reformasinya, memang belum memiliki leadership yang cocok, Man.

    Bukan presiden/wapres saja, tapi secara umum. Dari menteri sampai itu para raja-raja kecil di kecamatan.

    Ada yang bagus beberapa orang, tapi sayang ‘dibantai’ oleh segerombolang lainnya dengan berbagai dalih yang dibungkus argumen konstitusi, stabilitas, etc.. etc…

    Misalnya MS Ka’ban itu. Setidaknya saya salut dengan usulnya buat ‘nodong’ negara maju utk bantu penjagaan hutan di Indonesia. Tapi mana pemimpin lainnya yang mau sedikit keras mendukung? Dicekoki laporan tahunan kerusakan hutan sama negara-negara maju cuma manggut-manggut saja, dan pikun bahwa negara-negara itu sudah duluan mbabat hutan mereka dan cuci-tangan di negara ini.

    Saya akui track record SBY lebih bagus dari para mantan atau bakal calon presiden ke depan. Tapi apa yang bikin saya miris, beliau terlalu ‘santun’ utk bisa berkata ‘tidak’ baik itu pada parlemen yang makin ndak jelas utk dipilih itu atau pada barisan yang mengaku sesepuh-sesepuh negara. Kasus purnawirawan yang berkecimpung dalam politik itu, misalnya. Ndak perlu segan-segan cuma karena bekas senior di AMN utk meminta mereka jangan grasak-grusuk bikin suasana makin rusak.

    Ya. Citra SBY memang sedang melemah dan dilemahkan. Sayang saja, beliau orang yang cukup baik di mata saya. Hanya saja saat ia memimpin musibah datang beruntun, sementara ia pontang-panting mengurusinya, eksekutif dan legislatif lain pula sibuknya :(

    Mungkin Pemilu 2009, black campaign perlu kita halalkan, atau rakyat terjebak memilih sosok-sosok perpanjangan tangan yang sama lagi.

    *tersadar sudah ngomel2 di sini* :P

    Reply
  • May 10, 2008 at 11:33 am
    Permalink

    hmmm, postingan yg sungguh gloomy

    tiap hari adalah kejutan karena kita memang tak biasa berpikir jangka panjang
    tak pernah siap

    kaykna skrg saatna percaya aja dan mendukung pemerintah (not the legislative :p) dlm menghadapi krisis ini
    mau gimana lagi
    drpd ribut-ribut sendiri cenderung destruktif

    Reply
  • May 10, 2008 at 1:03 pm
    Permalink

    @ Herman Saksono

    black campaign untuk white purpose? Sayang RUU ITE sudah diteken SBY :D

    Hhhh….

    Parah.

    Apa memang tidak ada produk perundang-undangan negara ini yang digodok tanpa sisipan kepentingan politik temporer begitu ya?

    Produk yang lahir selalu sesuai dengan kepentingan politikus, siapapun dan kapanpun dia pegang pemerintahan :(

    Reply
  • May 10, 2008 at 4:20 pm
    Permalink

    indonesia butuh pemimpin muda yang fresh belom terkenal… sampeyan saja gimana??? *ini bukan muji tapi mblondrokke…

    Reply
  • May 10, 2008 at 9:21 pm
    Permalink

    *manggut-manggut ae*
    Tak bisa berkata-kata..
    :(

    Reply
  • May 11, 2008 at 5:26 am
    Permalink

    nunggu Momon jadi presiden! :D

    Reply
  • May 11, 2008 at 3:17 pm
    Permalink

    Yang membingungkan..
    tidak sedikit para bupati kita di masukkan ke “prodeo” karena korupsi M M an…dikemanakan uang nya yaaa?..
    Coba uang tsb di gunakan untuk membangun prasarana untuk kepentingan rakyat…misal…jalan ,pasar,sekolah dll dll..kan rakyat jadi lebih makmur..sang bupati juga bisa lebih “menanjak” lagi dan lebih ber pahala…iya nggak?

    Siapa yang teliti menjumlah uang rakyat/negara yang sudah terbukti di korupsi para pejabat/penguasa/pengusaha negeri ini….kira-kira krisis kita teratasi nggak yaa?

    Ternyata ..dijajah oleh bangsa sendiri lebih merana yaa……

    Jadi cur hat nnih…..

    Reply
  • May 11, 2008 at 4:20 pm
    Permalink

    ‘keBANGKRUTAN NASIOANL’….
    indonesiaku kaya….
    indonesiaku NELANGSA….

    aduuuuhhhh biyuuuung…
    kok anak putu jadi koyo ngeneee…

    Reply
  • May 12, 2008 at 11:59 am
    Permalink

    ga usah nyalahin pemerintah..
    saat nya sekarang justru kita yang aktif .. menciptakan keadaan yang lebih.. bae..

    ga usah saling menyalahkan lagee
    mulailah dari diri sendiri..

    (“,)

    Reply
  • May 12, 2008 at 12:17 pm
    Permalink

    kowe kok pethuk to mith :P

    bagiamana caranya menyelesaikan krisis pangan se-Indonesia kalau tidak diorkestrasi pemerintah?

    Reply
  • May 12, 2008 at 3:34 pm
    Permalink

    semua kan ada pasang surutnya. dulu pernah terpuruk, lain waktu baik2 saja. krisis gak akan terus2an. selalu ada cara mengatasinya. ra sah gumun wolak-walike jaman.

    Reply
  • May 12, 2008 at 4:47 pm
    Permalink

    klo SBY tetap aman gara2 kebijakan tidak populer ini, maka ini adalah untuk pertamakali dalam sejarah. seorang presiden naik dan turun dengan cara NORMAL.

    Reply
  • May 13, 2008 at 5:48 pm
    Permalink

    bukan tidak mungkin juga akan timbul social crisis, dimana kita tidak lagi peduli akan sesama, sibuk memperkaya diri sndiri (itu mah dari dulu sampe sekarang udah ada… hanay kadarnya akan menjadi sangatttt besar)…

    Setiap orang akan sibuk menyelamatkan hidupnya sendiri dan keluarganya, sikut menyikut, saling menjatuhkan akan menjadi makanan sehari2…

    Duhh, seram membayangkan hidup seperti itu nanatinya..

    Helpless… and hopeless..

    silly

    Reply
  • May 31, 2008 at 5:23 pm
    Permalink

    Banjarbaru, Kalimantan Selatan, 31 Mei 2008

    Matinya Ilmu Administrasi dan Manajemen
    (Satu Sebab Krisis Indonesia)
    Oleh Qinimain Zain

    FEELING IS BELIEVING. C(OMPETENCY) = I(nstrument) . s(cience). m(otivation of Maslow-Zain) (Hukum XV Total Qinimain Zain).

    INDONESIA, sejak ambruk krisis Mei 1998 kehidupan ekonomi masyarakat terasa tetap buruk saja. Lalu, mengapa demikian sulit memahami dan mengatasi krisis ini?

    Sebab suatu masalah selalu kompleks, namun selalu ada beberapa akar masalah utamanya. Dan, saya merumuskan (2000) bahwa kemampuan usaha seseorang dan organisasi (juga perusahaan, departemen, dan sebuah negara) memahami dan mengatasi krisis apa pun adalah paduan kualitas nilai relatif dari motivasi, alat (teknologi) dan (sistem) ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Di sini, hanya menyoroti salah satunya, yaitu ilmu pengetahuan, system ilmu pengetahuan. Pokok bahasan itu demikian penting, yang dapat diketahui dalam pembicaraan apa pun, selalu dikatakan dan ditekankan dalam berbagai forum atau kesempatan membahas apa pun bahwa untuk mengelola apa pun agar baik dan obyektif harus berdasar pada sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan. Baik untuk usaha khusus bidang pertanian, manufaktur, teknik, keuangan, pemasaran, pelayanan, komputerisasi, penelitian, sumber daya manusia dan kreativitas, atau lebih luas bidang hukum, ekonomi, politik, budaya, pertahanan, keamanan dan pendidikan. Kemudian, apa definisi sesungguhnya sebuah sistem, sistem ilmu pengetahuan itu? Menjawabnya mau tidak mau menelusur arti ilmu pengetahuan itu sendiri.

    Ilmu pengetahuan atau science berasal dari kata Latin scientia berarti pengetahuan, berasal dari kata kerja scire artinya mempelajari atau mengetahui (to learn, to know). Sampai abad XVII, kata science diartikan sebagai apa saja yang harus dipelajari oleh seseorang misalnya menjahit atau menunggang kuda. Kemudian, setelah abad XVII, pengertian diperhalus mengacu pada segenap pengetahuan yang teratur (systematic knowledge). Kemudian dari pengertian science sebagai segenap pengetahuan yang teratur lahir cakupan sebagai ilmu eksakta atau alami (natural science) (The Liang Gie, 2001), sedang (ilmu) pengetahuan sosial paradigma lama krisis karena belum memenuhi syarat ilmiah sebuah ilmu pengetahuan. Dan, bukti nyata masalah, ini kutipan beberapa buku pegangan belajar dan mengajar universitas besar (yang malah dicetak berulang-ulang):

    Contoh, “umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu” (Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1982:4, PT Gramedia, cetakan VII, Jakarta). Juga, “diskusi secara tertulis dalam bidang manajemen, baru dimulai tahun 1900. Sebelumnya, hampir dapat dikatakan belum ada kupasan-kupasan secara tertulis dibidang manajemen. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai bidang ilmu pengetahuan, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang masih muda. Keadaan demikian ini menyebabkan masih ada orang yang segan mengakuinya sebagai ilmu pengetahuan” (M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, 2005:19, Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, Yogyakarta).
    Kemudian, “ilmu pengetahuan memiliki beberapa tahap perkembangannya yaitu tahap klasifikasi, lalu tahap komparasi dan kemudian tahap kuantifikasi. Tahap Kuantifikasi, yaitu tahap di mana ilmu pengetahuan tersebut dalam tahap memperhitungkan kematangannya. Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hanya saja ilmu-ilmu sosial umumnya terbelakang relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmu-ilmu eksakta, karena sampai saat ini baru sosiologi yang mengukuhkan keberadaannya ada tahap ini” (Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, 2005:18-19, PT Refika Aditama, cetakan ketiga, Bandung).

    Lebih jauh, Sondang P. Siagian dalam Filsafat Administrasi (1990:23-25, cetakan ke-21, Jakarta), sangat jelas menggambarkan fenomena ini dalam tahap perkembangan (pertama sampai empat) ilmu administrasi dan manajemen, yang disempurnakan dengan (r)evolusi paradigma TOTAL QINIMAIN ZAINn (TQZ): The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ Administration and Management Scientific System of Science (2000): Pertama, TQO Tahap Survival (1886-1930). Lahirnya ilmu administrasi dan manajemen karena tahun itu lahir gerakan manajemen ilmiah. Para ahli menspesialisasikan diri bidang ini berjuang diakui sebagai cabang ilmu pengetahuan. Kedua, TQC Tahap Consolidation (1930-1945). Tahap ini dilakukan penyempurnaan prinsip sehingga kebenarannya tidak terbantah. Gelar sarjana bidang ini diberikan lembaga pendidikan tinggi. Ketiga, TQS Tahap Human Relation (1945-1959). Tahap ini dirumuskan prinsip yang teruji kebenarannya, perhatian beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal di tingkat organisasi. Keempat, TQI Tahap Behavioral (1959-2000). Tahap ini peran tingkah-laku manusia mencapai tujuan menentukan dan penelitian dipusatkan dalam hal kerja. Kemudian, Sondang P. Siagian menduga, tahap ini berakhir dan ilmu administrasi dan manajemen akan memasuki tahap matematika, didasarkan gejala penemuan alat modern komputer dalam pengolahan data. (Yang ternyata benar dan saya penuhi, meski penekanan pada sistem ilmiah ilmu pengetahuan, bukan komputer). Kelima, TQT Tahap Scientific System (2000-Sekarang). Tahap setelah tercapai ilmu sosial (tercakup pula administrasi dan manajemen) secara sistem ilmiah dengan ditetapkan kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukumnya, (sehingga ilmu pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan eksakta). (Contoh, dalam ilmu pengetahuan sosial paradigma baru milenium III, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain) atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas dan D(ay) atau Hari Kerja – sistem ZQD, padanan m(eter), k(ilogram) dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta – sistem mks. Paradigma (ilmu) pengetahuan sosial lama hanya ada skala Rensis A Likert, itu pun tanpa satuan). (Definisi klasik ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur. Paradigma baru, TQZ ilmu pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang tersusun secara teratur membentuk kaitan terpadu dari kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum yang rasional untuk tujuan tertentu).

    Bandingkan, fenomena serupa juga terjadi saat (ilmu) pengetahuan eksakta krisis paradigma. Lihat keluhan Nicolas Copernicus dalam The Copernican Revolution (1957:138), Albert Einstein dalam Albert Einstein: Philosopher-Scientist (1949:45), atau Wolfgang Pauli dalam A Memorial Volume to Wolfgang Pauli (1960:22, 25-26).
    Inilah salah satu akar masalah krisis Indonesia (juga seluruh manusia untuk memahami kehidupan dan semesta). Paradigma lama (ilmu) pengetahuan sosial mengalami krisis (matinya ilmu administrasi dan manajemen). Artiya, adalah tidak mungkin seseorang dan organisasi (termasuk perusahaan, departemen, dan sebuah negara) pun mampu memahami, mengatasi, dan menjelaskan sebuah fenomena krisis usaha apa pun tanpa kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukum, mendukung sistem-(ilmu pengetahuan)nya.

    PEKERJAAN dengan tangan telanjang maupun dengan nalar, jika dibiarkan tanpa alat bantu, membuat manusia tidak bisa berbuat banyak (Francis Bacon).

    BAGAIMANA strategi Anda?

    *) Ahli strategi, tinggal di Banjarbaru, email: tqz_strategist@yahoo.co.id (www.scientist-strategist.blogspot.com).

    THANK you very much for Dr Heidi Prozesky – SASA (South African Sociological Association) secretary about Total Qinimain Zain: The New Paradigm – The (R)Evolution of Social Science for the Higher Education and Science Studies sessions of the SASA Conference 2008.

    Reply

Leave a Reply to Herman Saksono Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.