Herdi, seorang pegawai konstruksi, mengalami mimpi yang aneh. Dalam mimpi, dia mendapati dirinya terbangun di desa asalnya, Klaten. Tidak seperti biasanya, pagi itu rumahnya sangat sepi, tidak ada bapak ataupun ibunya. Murwanti—adik bungsunya—ataupun Herjun, suami Murwanti, juga tidak terlihat. Suasananya terasa serba tidak wajar; desanya yang biasanya cerah dan sejuk, pagi itu terasa singup berkabut.

Tiba-tiba, di ujung jalan muncul sosok kakek tua berpakaian putih seperti seorang imam. Berbaris di belakangnya ada beberapa orang yang memikul keranda. Kakek tua itu mendekat, menghampirinya, dan berkata: “Masih bisa untuk satu orang lagi, nak.” Ucapan itu membuat Herdi berjengit dan menggelengkan kepalanya. Kemudian kakek tua itu menundukkan kepala dan berjalan menjauh, sambil terus-menerus berteriak: “Masih bisa untuk satu orang lagi! Bisa satu orang lagi!,” sampai akhirnya suaranya tak terdengar, terkubur oleh kabut dan kesunyian pagi.

Herdi tidak ingat betul lanjutan mimpinya, apalagi mimpi itu lalu tercampur dengan mimpi-mimpi yang lain. Tapi kedatangan kakek tua dan kerandanya terus terngiang dalam benaknya.

Keesokan harinya, seperti biasa, Herdi kembali bekerja di sebuah lahan konstruksi di daerah Kelapa Gading. Menjelang jam istirahat, dia diperintah mandornya untuk menangani lantai 15. Herdi pun bergegas menuju lift. Di sana ia mendapati dua buruh lain sudah di dalam lift yang juga disesaki beberapa bahan bangunan. Salah satu buruh berkata: “Ayo, masih cukup kok. Masih bisa untuk satu orang lagi.”

Kata-kata itu membuat Herdi ketakutan setengah mati. Dia langsung terhenyak menjauh meninggalkan kedua temannya. Beberapa saat kemudian, ketika berada di lantai 13, terjadi kerusakan pada lift sehingga lift tersebut jatuh. Dua temannya tewas seketika.

Kisah Mimpi Tentang Keranda
Tagged on:

23 thoughts on “Kisah Mimpi Tentang Keranda

  • February 1, 2007 at 5:22 pm
    Permalink

    ada untungnya juga jadi orang yang kekeuh sumekeuh, ga mau nurutin ajakan. hmm.

    Reply
  • February 1, 2007 at 5:50 pm
    Permalink

    mimpinya serem amat… hiii…
    Kalo dijadiin pilem bagus juga kayaknya.. Mas momon kalo dah bosen jadi GD jadi script-writer aja mas.. Hehehehe..

    Reply
  • February 1, 2007 at 5:51 pm
    Permalink

    sebetulnya endingnya bisa diganti begini, “… di lantai 13, mereka menemukan tas berisi uang Rp 10 juta. mereka lalu membagi dua uang itu sama rata. dan herdi pun gigit jari.”

    Reply
  • February 1, 2007 at 6:08 pm
    Permalink

    Klo mimpinya mimpi basah pertanda apa ya mas. :-D

    Klo dibuat sinetron pasti script ini bakalan jadi panjang. Perjalanan Herdi akan berliku-liku tentunya. (Gaya sinetron indonesia)

    Reply
  • February 1, 2007 at 6:38 pm
    Permalink

    lhooo, fiksi ya?? Aku kira based on true story… :D

    Reply
  • February 1, 2007 at 10:23 pm
    Permalink

    nananias
    ada untungnya juga jadi orang yang kekeuh sumekeuh, ga mau nurutin ajakan. hmm

    Biasanya orang semacam itu penganut nihilistik. :P


    ariawan
    kayaknya.. Mas momon kalo dah bosen jadi GD jadi script-writer aja mas.. Hehehehe..

    Halah, tiap hari saya sudah berurusan dengan javascript :P


    ndoro kakung
    sebetulnya endingnya bisa diganti begini, “… di lantai 13, mereka menemukan tas berisi uang Rp 10 juta. mereka lalu membagi dua uang itu sama rata. dan herdi pun gigit jari.”

    Gigit jari sampai jarinya patah. Lalu ada yang bilang, “masih bisa satu lagi,” sembari menunjuk jari kelingking Herdi yang masih utuh. :D


    micokelana:
    Klo mimpinya mimpi basah pertanda apa ya mas.

    Mimpi basah pertanda tak dalam


    Zilko:
    lhooo, fiksi ya?? Aku kira based on true story… :D

    Enggak, ini based on true fiction.


    tika:
    ah, momon ni, basi..

    Hari ini komennya nambah berapa tik?

    Reply
  • February 1, 2007 at 10:37 pm
    Permalink

    hah? ini herman kah? kok tumben2an posting cerpen? tapi ga papa ding… ceritanya bagus n ga jayus pula. btw, endingnya bisa kutebak tuh… :P

    Reply
  • February 1, 2007 at 10:42 pm
    Permalink

    syah:
    btw, endingnya bisa kutebak tuh…

    Lha iya, jelas bisa ketebak lha wong itu based on american urban legend kok. :|

    Reply
  • February 1, 2007 at 10:45 pm
    Permalink

    Urban legend kayak gitu banyak juga kan di masyarakat kita. Percaya atau tidak, percaya ga percaya :)

    Reply
  • February 2, 2007 at 8:19 am
    Permalink

    wehh, tak kirain beneran je..

    ha saya juga pernah mimpi yg membuat saya termenung..

    Reply
  • February 2, 2007 at 8:30 am
    Permalink

    ndoro kakung
    mereka menemukan tas berisi uang Rp 10 juta
    woo ini pasti pasang baner yg beasiswa itu… :)

    jangan2 nanti pada takut naik lift, tanggung jawab mon..hehe

    Reply
  • February 2, 2007 at 9:05 am
    Permalink

    true fiction? benar2 fiksi, atau fiksi yang dibenarkan?

    Reply
  • February 2, 2007 at 1:41 pm
    Permalink

    imajinasi mati yang paling sering aku rasakan tuh pas naek pesawat, ngebayangin malaikat mencabut nyawa, terus pelan-pelan badan melayang diudara. terus sampe kesuatu tempat yang sepi.. sepi..

    Reply
  • February 3, 2007 at 2:05 am
    Permalink

    lha komenku kemaren kemana yak ?! masuk ke keranda jangan2x

    Reply
  • March 16, 2007 at 8:55 am
    Permalink

    Mirip ama “Believe it or Not, Fact or Fiction” bow….

    Reply
  • April 25, 2014 at 7:46 pm
    Permalink

    Duh mas ta kirain bneran..kbtulan q jg mimpi ttg keranda..cr2 ktemu crita u..baca bkin tkut.

    Reply
  • November 8, 2014 at 8:10 pm
    Permalink

    Kalo mimpinya lagi mikul dan bawa keranda mayat yg tdak jrlas brsama tman dekat. Trus lewat dirumah2 yg ada keranda dan org2 melayat pake baju putih. stlah jalan smnil bawa keranda ktemu ustad dan disuruh buka kemudian setelah tolak menolak akhirnya tman buka liat mayat itu siapa. Ternyata mayatnya hanya kepala nenek tua dan rambutnya hampir semua putih.
    Itu artinya apaa?

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.