Seiring dengan hangatnya kontroversi poligami di Indonesia, saya merasa jengah dengan argumen pro poligami yang acapkali salah. Saya pribadi lebih menyerahkan poligami itu ke masing-masing individu, tetapi dengan aturan tertentu dari pemerintah, sehingga ikatan yang melibatkan tiga orang (dan lebih) ini tidak menghasilkan ekses yang negatif.

Tetapi logika-logika yang dipakai proponen poligami ini sungguh susah diterima, sehingga saya mencoba membantahnya, dan mengajak mereka untuk melontarkan argumen yang lebih dapat diterima.

“Kalau bisa memenuhi syarat yaa silahkan. Agama juga tidak tidak secara mutlak melarang [poligami]. Apalagi dalam kenyataannya, jumlah perempuan lebih banyak dibanding laki-laki.

Hidayat Nur Wahid, ketua MPR RI (Republika, 7 Desember 2006)

Argumen klasik, tetapi sebenarnya tidak logis. Walaupun populasi perempuan lebih banyak dari pada pria, tetapi kita harus mempertanyakan berapa persen perempuan yang bersedia dimadu dari sekian banyak populasi?

“Hidayat mencontohkan kisah poligami KH Abdullan Gymnastiar (AA Gym). Istri AA Gym, kata Hidayat, bisa menerima kenyataan itu. Adapun masalah video mesum seorang anggota DPR, yaitu YZ, Hidayat mengatakan istri yang bersangkutan jauh lebih tertekan”

Hidayat Nur Wahid, ketua MPR RI (Republika, 7 Desember 2006)

Kita patut kembali mempertanyakan seberapa dekat Hidayat dengan istri-istri AA Gym, sehingga beliau dapat berkata kalau istri AA Gym bisa menerima (karena nampaknya tidak demikian). Kalaupun satu istri bisa menerima, apakah jutaan wanita yang lain akan menerima kalau hendak di-poligami? Pernyataan Hidayat yang ke-dua tidak disertai dengan data yang meyakinkan sehingga susah untuk diterima, dan justru terkesan membenarkan poligami karena seolah-olah nampak lebih baik daripada berselingkuh. Walaupun pada kenyataanya, kedua-duanya membuat istri sakit hati.

“Apa zina yang haram mau difasilitasi, poligami yang halal didiskriminasi? Mau dibawa ke mana negeri yang berdasarkan Ketuhanan YME ini?”

Lalu Misbach Hidayat, Anggota DPR dari FKB (detik.com). Pernyataan yang mirip dilontarkan Sekretaris Fraksi PPP DPR Lukman Hakiem.

Poligami tidak diposisikan sebagai sesuatu yang sunnah (disarankan), tapi mubah (diijinkan). Poligami dapat menyebabkan banyak orang sakit hati, mulai dari istri yang dimadu, anak-anaknya, orang tuanya, dan bahkan keluarga besarnya. Membuat sakit hati sama sekali tidak sunnah, mubah, apalagi diwajibkan.

“Dari sudut pandang laki-laki, masalah `kehausan` nafsu birahi sedikit banyak dipengaruhi kepada kepuasan hubungan seksual dengan isteri. Bila isteri mampu memberikan kepuasan skesual, secara umum kehausan itu bisa terpenuhi dan sebaliknya bila kepuasan itu tidak didapat, maka kehausan itu bisa-bisa tak terobati. Akhirnya, menikah lagi sering menjadi alternatif solusi.”

Ustadz Ahmad Sarwat, eramuslim.com

Diakui oleh ilmu kedokteran, hormon testoteron memang membuat nafsu seks pria lebih besar dari wanita. Namun nafsu besar tidak berarti harus nambah istri sepanjang satu-satunya istri masih mampu memenuhi. Nambah istri jelas bukan untuk mengakomodir nafsu besar, tapi nafsu ingin mencoba barang baru, bosan pada barang lama. Kalau nafsu ini dituruti, apa kalau istrinya sudah empat lalu tidak kepingin mencoba barang baru lagi? Lagipula, bukankah menahan diri adalah salah satu keunggulan ajaran Islam? Kalau menahan makan saja kuat, masa sih menahan keinginan untuk mencoba barang baru tidak kuat?

Argumen Pro Poligami
Tagged on:

44 thoughts on “Argumen Pro Poligami

  • December 8, 2006 at 1:36 pm
    Permalink

    mas herman dah menikah belum?

    *ga nyambung*

    Reply
  • December 8, 2006 at 2:28 pm
    Permalink

    Saya sih masih tetap pada argumen saya, bahwa negara tidak perlu mencampuri urusan-urusan pribadi warga negaranya (moral, agama, perkawinan dll). Dengan demikian ketika saya tidak setuju ada UU cara berpakaian, saya juga tidak setuju ada UU yang melarang poligami or model perkawinan lainnya. Intinya, serahkan saja pada pribadi-pribadinya.

    Tapi memang tidak semua orang konsisten. Yang dulu bersikeras pingin agar negara bisa mencampuri urusan pribadi warganya, sekarang malah menolak untuk kasus poligami ini.

    Reply
  • December 8, 2006 at 4:27 pm
    Permalink

    Masalah poligami itu urusan pribadi. Di dalam Alquran uda jelas diperbolehkan. Kok msh banyak ya yang mempertanyakan bahkan kontra dgn poligami?? Menyiapkan segala dalih dan argumen… padahal, perlu diingat, logika manusia terbatas… Terlalu men”dewa”kan Akal bisa berbahaya. Ingat, Allah lebih mengetahui apa yg manusia tidak ketahui.

    Reply
    • January 17, 2015 at 2:05 pm
      Permalink

      I was looking evrwerheye and this popped up like nothing!

      Reply
  • December 8, 2006 at 6:56 pm
    Permalink

    walaupun poligami diperbolehkan, daku Insya Allah gak melakukannya…kasihan perempuan,hatinya pasti sakit…karena daku terlahir dari perempuan juga…!

    Reply
  • December 9, 2006 at 12:33 am
    Permalink

    Masalah poligami itu urusan pribadi. Di dalam Alquran uda jelas diperbolehkan. Kok msh banyak ya yang mempertanyakan bahkan kontra dgn poligami?? Menyiapkan segala dalih dan argumen… padahal, perlu diingat, logika manusia terbatas… Terlalu men”dewa”kan Akal bisa berbahaya. Ingat, Allah lebih mengetahui apa yg manusia tidak ketahui.

    Anonymous, Allah SWT menganugerahkan akal kepada manusia agar manusia berusaha memahami wahyu Allah dengan logika yang arif. Saya berusaha keras berpikir dan memahami wacana poligami supaya dapat menyajikan beberapa argumen logis untuk membantah beberapa argumen yang invalid. Tidak berarti argumen pro poligami yang lain salah, saya cuma mengharapkan sebuah diskusi yang lebih layak.

    Saya justru mempertanyakan posisi Anonymous, yang sama sekali belum melontarkan argumen yang jitu. Mungkin Anonymous terlalu takut untuk berpikir sendiri dan justru sedang membodohkan akalnya. Padahal akal itu adalah anugrah terbesar dari Tuhan. Sayang sekali.

    Reply
  • December 9, 2006 at 12:54 am
    Permalink

    logika manusia terbatas..Terlalu men”dewa”kan akal bisa berbahaya.

    Ketahuilah, bahkan kaum non-Muslim pun mengakui, ayat-ayat dalam Qur’an sangat indah menyentuh hati. Tapi inilah yang justru dilakukan sebagian umat Islam, membaca QS An-Nisa, 4: 2-3 seperti membaca KUHP. Menurut Faqihuddin Abdul Kodir sebenarnya, satu-satunya ayat yang berbicara tentang poligami ini, tidak mengungkapkan hal itu pada konteks memotivasi, apalagi mengapresiasi poligami. Ayat ini meletakkan poligami pada konteks perlindungan terhadap yatim piatu dan janda korban perang. Jadi mereka yang menggunakan ayat ini untuk mendukung nafsu syahwatnya sendiri justru yang menggunakan akal, bahkan berusaha mengakali dan menyiasati Al Qur’an, memanfaatkan ajaran Allah yang agung guna memuluskan jalan bagi tersalurkannya nafsu syahwatnya.

    Reply
  • December 9, 2006 at 3:54 am
    Permalink

    Ok, dalam kasus yang sekarang ini siapa istri keduanya? Yatim piatu? Janda korban perang?
    Seperti biasa, tulisan yg bagus, mon

    Reply
  • December 9, 2006 at 6:48 am
    Permalink

    Mas Momon, menarik apa yang ditulis mas Momon. Kalo saya, sebagai orang Islam saya benar-2 tidak menafikan apa yg telah ditulis dalam Al Quran, termasuk poligami. Namun, saya juga heran mengapa penerapan poligami di tanah air ini selalu menuai pro dan kontra. Di luar argumen pro dan kontra itu, saya sangat yakin, bahwa ada yang kurang dalam penerapan poligami itu, mungkin bisa dikata bagaimana menerapkan poligami yg sehikmah mungkin. Sehingga poligami tidak menuai perdebatan tanpa ujung di umat Islam itu sendiri. Islam adalah agama kedamaian dan menenangkan, akan semakin tenang jika semakin dekat dengan Islam. Nabi bisa menerapkan poligami dgn baik dan saya yakin dengan hikmah. Nah..bagi saya poligami yg seyogyanya adalah sebagaimana yg dilakukan nabi. Walaupun sedetail cerita bgmn proses poligami nabi saya kurang hafal, tp sebagai panutan zaman, silakan gali, belajar dr kisah rosul berpoligami. Dari masalah motivasi, siapa yg dinikahi, usianya berapa karena apa…dll…Bukan berarti saya menyalahkan yg skrg berpoligami tidak..urusan salah menyalahkan bukan kapasitas saya yg dangkal akan pengetahuan Islam. Coba, berpikir, akal yg bagus ini insyaAllah bisa memikirkan sebijaksana mungkin, krn memang AlQuran selalu menekankan “utk org yg berpikir”..artinya..gunakan akalmu..bukan berarti mendewakan lho…

    Reply
  • December 9, 2006 at 8:26 am
    Permalink

    Abdi: Saya menangkap beberapa point yang sangat kuat dari reply di atas ;) terima kasih.

    Tito: Makasih. Tapi sebenarnya yang special itu justru bbrp comment di sini yang bagus2.

    Reply
  • December 9, 2006 at 8:56 am
    Permalink

    wah…manusia emang ud wataknya dr sono gitu, ud dikasih satu minta dua ,ud nyoba dua , nyoba yang ketiga, emang bener kata orang orang Rumput tetangga lebih lebat eh salah lebih hijau.. kembali ke kesadaran diri apalagi untuk menyakiti…

    Reply
  • December 9, 2006 at 6:29 pm
    Permalink

    like what i’ve said,
    poligami dipermasalahkan karena menyangkut urusan hati pada ujungnya.

    dan menjadi kompleks ketika banyak orang melakukan pembenaran dengan alasan yang gak banget.

    basically sih, itu urusan pribadi.
    kayak mas topan bilang tuh.
    jadi sorotan ketika public figure yang melakukan.. ^_^

    *capek juga ya ngomongin poligami..*

    Reply
  • December 11, 2006 at 11:16 am
    Permalink

    Saya pribadi tidak terlalu mempermasalahkan poligami…
    Balik lagi ke status “diperbolehkan” jika mampu
    Karena ini masalah pribadi, maka balik lagi ke pribadi masing-masing, merasa mampu kah berbuat adil
    jika berpoligami??
    oiya,,jangan sampe masalah nafsu terlalu dibesar2kan dalam masalah poligami..
    saya akui memang faktor nafsu berperan besar disana, tapi itu kan bukan faktor utama
    (pada beberapa pelaku poligami yg “benar”)
    Pada pelaku yg “benar” itu, insya allah faktor agama yang menjadi faktor utama.
    Yang sering salah di masyarakat, dalil di al quran dipakai tanpa memperhitungkan semua faktor
    terutama faktor kompentensi:) (ilmu,agama,harta,dll), faktor nafsu yang jadi faktor utama..
    ini yang merusak “makna” poligami.

    Btw,maaf kalo postingan sebelumnya menyinggung..
    Nice to discuss with u,bro:)

    *just my humble opinion*

    Reply
  • December 11, 2006 at 9:04 pm
    Permalink

    saya setuju berliana
    saya bahkan berpendirian laki-laki sebagai peminpin boleh saja otoriter untuk menikah lagi tanpa harus memberitau terlebih dahulu. AKan menjadi sangat janggal bila seorang pemimpin meminta ijin yang dipimpinnya untuk sebuah keputusan atau tindakan. Meminta pendapat, adu argumen, dan seterusnya tentu saja boleh dan bagus. Dan saya (terpaksa) juga setuju bila istri yang tak mau dimadu meminta cerai dari suaminya.

    Reply
  • December 12, 2006 at 8:53 am
    Permalink

    Cuma mau meluruskan. Sekarang, alasan poligami karena jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki, sudah nggak lagi bisa diterima. Berdasar data bps sex ratio untuk Indonesia di tahun 2000 adalah 100,6. Artinya untuk 1000 orang perempuan akan ada 1006 laki-laki (perbedaannya akan signifikan mengingat jumlah penduduk Indonesia sudah lebih dari 200juta orang).

    Reply
  • December 13, 2006 at 1:12 pm
    Permalink

    Posting yang bagus Mon, saya tambahkan ya….

    Efek negatif kalo ‘merasa’ ilmu agama paling tinggi adalah “meng-klaim bahwa pikirannya sudah sesuai dengan keinginan Allah, sesuai Al-Quran”. Orang lain yg tidak sepaham dianggap belum mengerti Al-Quran. Itulah yg namanya “KEBLINGER”.

    Poligami harus dipandang secara mendalam, bukan hanya mengutip SEBAGIAN ayat dalam Al-Quran saja. Pemahaman secara dangkal seperti ini sangat berbahaya! Manusia yg picik akan cenderung menganggap dirinya sudah sesuai dengan ajaran Allah/Al-Quran. Termasuk dalam menyikapi suatu kejadian sebagai “KEHENDAK ALLAH”, padahal kejadian tsb adalah “KEHENDAK MANUSIA” itu sendiri.
    Itulah yg namanya “AGAMA DIPAKAI SEBAGAI KEDOK” pembenaran atas perbuatan maksiat. Berbahaya sekali! Contohnya nggak usah jauh2, semua teroris/pengebom azahari/noordin m. top, semuanya merasa melakukan perintah Allah/Al-Quran. Wow… Allah tidak bisa di-klaim serendah itu.

    Demikian Nabi Muhammad tidak bisa dianggap rendah dengan melakukan poligami, karena setting waktu & tempat yang berbeda dengan keadaan sekarang. Intinya Nabi justru melakukan kebaikan dengan poligami-Nya. Nah kita semua ‘manusia biasa’, janganlah sok-sok an dengan menyetarakan diri seperti Nabi, berpikiran seperti Nabi. Itu namanya KEBLINGER!.

    Apalagi sebagai pemimpin sebuah pesantren yg ‘dulu’ ngetop (sejak poligami langsung gak ngetop lagi deh, kawatir jadi “pesantren poligami”). Mengatakan “aa ingin memberikan contoh poligami yang baik” Wah.. kebablasan bener nih. Bagaimana contoh yg baik, bisa muncul dari tindakan yang ‘buruk’, disebut buruk karena:
    1. ternyata aa tidak melakukan prosedur yg benar menurut Al-Quran.
    2. ijin poligami aa, baru diurus kemarin, setelah berita “istri simpanan’ terekpos oleh media masa. (saya lebih cenderung menyebut rini sbg istri simpanan)
    3. perselingkuhan sudah terjadi 3-5 tahun yang lalu tapi ijin poligami baru kemarin.
    4. prasayarat poligami tidak dipenuhi oleh aa (istri tidak mampu punya keturunan, istri sakit, istri meninggal, ijin dari istri pertama yg terlambat)
    5. istri kedua ternyata bukan janda yg memerlukan banyak bantuan (janda2 korban perang, janda bencana tsunami, janda korban gempa, dll).
    6. tidak ada manusia biasa yg bisa adil terhadap istri-istrinya. (kalo MERASA bisa adil mah banyak… )
    7. poligami aa ternyata ‘nafsu syahwat’ belaka jadi nggak pantas untuk ditiru, apalagi ingin jadi panutan… keblinger banget…

    Demikian sedikit pendapat saya, semoga menjadi jernih dan jelas.

    Kalangan NU dan Muhamadiyah pun sudah sejak tahun 1928 tidak melakukan praktek poligami lagi.

    Reply
  • December 13, 2006 at 2:34 pm
    Permalink

    Poligami itu seperti meniti tali tanpa alat bantu apa pun di atas jurang. Very very dangerous *don’t try this at home*

    Bila selamat dari syarat-syarat adil de es be e te ce, masih ada ancaman riya’. Karena secara tidak langsung, seseorang yang melakukan poligami menjustifikasi bahwa dirinya adil. Nah lo …

    Riya’ itu udah syirik kecil.

    Udah deh … kembaliin ke masing-masing kita aja. Kalo’ aku pribadi jelas nggak pengen poligami.

    RasuluLlah poligami setelah menjadi pemimpin Negara dan mendapatkan tuntutan sosial pada konteks budaya Arab saat itu. Bahkan beliau melarang keras/tidak rela Ali bin Abi Tholib RA. mempoligami Fatimah RA. putri RasuluLlah.

    RasuluLlah memiliki 8 orang istri setelah wafatnya istri pertama yang amat sangat dicintainya dan melakukan monogami selama 25 tahun: Khadijah RA. 7 diantaranya (selain Aisyah RA.) berumur lebih dari 45 tahun. Dan beliau berpoligami tidak lebih dari 10 tahun menjelang wafatnya. Dan setauku, beliau tidak memiliki keturunan selain dari Sayyidah Khadijah RA.

    Jadi pada prinsipnya, RasuluLlah benar-benar seorang pria yang setia dan monogam. ShalaLlahu ‘alaih.

    Jadi Poligami itu BUKAN SUNNAH.

    Tapi jelas selingkuh itu HARAM. Mari kita tempatkan sesuatu pada tempatnya saja.

    Reply
  • December 14, 2006 at 12:12 am
    Permalink

    Seorang tokoh yang dikenal sebagai da’i
    Dalam hal wanita ternyata Aa Gym nggak beda ama pelaku poligami pada umumnya. Mereka sama – sama berlindung di balik “Islam” ( islam dalam tanda petik ).

    Istri pertamanya tidak ikhlas. Itu terlihat jelas dalam wawancara di televisi. Demikian pula anak-anaknya. Mereka terpaksa ikhlas. Habis mau apa lagi.

    Kasihan istrinya. Memang masih banyak wanita yang merasa wajib menerima apapun perlakuan suaminya.

    Adalah jauh lebih baik bila Aa Gym secara gentle mengakui bahwa beliau terpaksa kawin lagi karena tidak bisa menahan nafsu cintanya melihat wanita lain tersebut.

    Ada yang bilang bahwa istri pertama Aa Gym sedang menerima cobaan dari Allah, jadi memang harus sabar dan ikhlas. Padahal yang disebut “cobaan” itu bukan hanya urusan kesabaran saja, tapi bisa nggak dia pakai akal-pikirannya untuk keluar dari masalahnya atau pasrah saja diiming-imingi surga versi suaminya.

    Keikhlasan, kesabaran, kemampuan memaafkan memang jalan menuju surga. Maka ketabrak becak pun, bila ikhlas, juga bisa masuk surga.

    Ada pula yang bilang bahwa Aa Gym menikah bukan karena hawa nafsu.
    Wah kalau Aa Gym menikah tanpa rasa cinta, lebih kacau lagi. Disebut apa orang yang berhubungan suami-istri tanpa rasa cinta ?

    Sebetulnya Aa Gym, secara samar, sudah mengakui keterbatasannya dengan menyebut kawin laginya itu sebagai “emergency exit”. Artinya dia tak mampu membendung hasrat egonya dengan melukai hati anak dan istrinya.

    “Jagalah hati, jangan kau nodai,” itu senandungnya. Sayangnya justru beliau sendiri tak mampu membendung hasrat hatinya hingga perlu “emergency exit”.

    Al Qur’an memang tidak secara gamblang melarang poligami, tapi dalam Al Qur’an surah An Nisaa (4) : 129 dinyatakan : “ Kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap para istrimu, walau kamu sangat ingin berbuat demikian”. Aa Gym harusnya tahu dan mampu menghayati ayat tersebut.

    Harus dibedakan antara masalah poligami dengan kasus Aa Gym. Poligami boleh-boleh saja, asal memenuhi syarat. Masalahnya Aa Gym tidak memenuhi syarat. Anak dan istrinya tidak ikhlas.

    Dalam wawancara di televisi, istri pertama aa Gym selalu berujar, “ do’akan saya, agar bisa ikhlas,…do’akan saya agar mampu menjalani hidup bersama Aa”. Itu artinya dia dalam kondisi tidak ikhlas. Istri Aa Gym tidak ikhlas. Tapi terpaksa ikhlas.

    Pada umumnya wanita yang mengizinkan suaminya kawin lagi (berpoligami), memiliki ciri-ciri : 1. Tidak paham sepenuhnya ajaran Islam, khususnya tentang hak-hak seorang istri (wanita). 2. Wanita yang tidak mandiri. Sangat tergantung pada sosok laki-laki.
    Ciri-ciri no 2 tersebut nampak jelas pada diri istri pertama Aa Gym. Ini Wajar: anak banyak dan ketergantungan financial.

    Orang sering bilang,”Daripada zina, lebih baik poligami.” Pertanyaannya : Mengapa poligami dibandingkan dengan zina yang jelas-jelas salah dan dosa ? Bandingkan donk poligami dengan monogami. Ini ibarat orang tua ditanya, mengapa pukul anaknya yang nakal, dan dia menjawab: “Daripada saya bunuh !”

    Pengertian adil itu apa ? Sama rata, sama rasa, sama-sama ?
    Kalau itu ukurannya, maka : nggak makan satu nggak makan semua, kelaparan satu kelaparan semua, itu sudah memenuhi kreteria adil. Tapi apakah rumah tangga macam ini membahagiakan.

    Para pria pelaku poligami harusnya dapat lebih secara jujur mengakui bahwa ia jatuh cinta lagi, bahwa ia mencintai dirinya sendiri, bahwa kadar cinta kepada anak dan istri pertamanya memang sudah berkurang. Ngaku gitu aja koq repot.

    Janganlah mengaku-ngaku karena Allah, sunnah rasul, ingin menolong, mengangkat derajat wanita. Kalau ingin menolong, ya tolong aja. Kenapa harus dikawini. Kalau mau angkat derajat wanita, ya angkat aja. Kenapa harus dikawini.

    Dan tentang rasul dan para nabi, mereka tidak dapat dijadikan ukuran. Mereka adalah orang-orang yang terjaga hati dan perbuatannya. Dan mereka hidup di zaman dengan tatanan sosial budaya yang berdeda dengan kita sekarang.

    Diperbolehkannya menikah sampai empat dalam Al Qur’an bertujuan pembatasan, karena pada masa Al Qur’an di turunkan masyarakat Arab hobby menikah sebanyak-banyaknya, hingga banyak istri dan anak-anak yang terlantar, nggak keurus.

    Jadi bukannya yang sudah monogami dianjurkan berpoligami. Pernikahan ideal adalah monogami. Namun bila jatuh cinta lagi dan nggak bisa tahan diri, boleh nikah lagi asal izin anak-istri, anak istri ikhlas (tidak melukai hati mereka) dan… ADIL !
    Tetapi patut direnungkan QS. An Nisaa (4) : 129 , yang menyatakan: “Kamu tidak akan dapat berlaku adil terhadap para istrimu, walau kamu sangat ingin berbuat demikian…”

    -000-

    Reply
  • December 14, 2006 at 2:00 pm
    Permalink

    Hai lam kenal,,, nama saya indah,, kalo bagi saya pribadi, saya tidak setuju dengan poligami, meski pada akhirnya saya pasti akan tetap menerimanya jika hal itu terjadi. Atau mgkn saya memilih menangis dan bunuh diri hehehe Poligami memang urusan personal seseorang, tapi terkadang begitu banyak pihak perempuan yang dirugikan. Oh ya berzina jangan selalu dijadikan alasan poligami. Itu cuma sebuah pendapat koq,,, ;p

    Reply
  • December 15, 2006 at 7:14 pm
    Permalink

    Ingat tujuan menikah , membentuk keluarga sakinah mawadah, warahmah,…kalau dg berpoligami menghilangkan salah satu tujuan tsb bagi salah satu istri….maka sdh dipastikan itu poligami yg sesat. Dan Nabi pun pernah menangis ketika mengetahui Ali hendak beristri lagi….kenapa Nabi menangis?..Apakah Nabi tdk mematuhi hukum Allah ttg diperbolehkannya poligami??…sebaik baiknya laki laki,..adalah yang berbuat baik kepada istrinya. Kalau istri jelas gag mau dimadu….ya jangan dimadu. Poligami jelas tidak dilarang,..tapi poligami yg bagaimana yg diperbolehkan?…itu yg hrs dipelajari para poligamer….jangan plogimai nya kambing dan pitik…hanya krn nafsu dan syahwat. Sedih banget agama yg begitu sempurna rusak gara gara pengumbar syahwat berkedok agama

    Reply
  • December 16, 2006 at 4:11 pm
    Permalink

    Wah topik yang sangat menarik. Poligami sebetulnya sudah membudaya dan mendarah daging di Indonesia, hanya saja keberadaan poligami tidak banyak diberitakan sampai akhirnya seorang public figur melakukannya.

    Saya pribadi bukan seorang muslim tetapi saya sangat tertarik dengan isu poligami yang akhir-akhir ini cukup memanas sampai diadakannya sebuah debat poligami “Adil untuk siapa?” beberapa waktu lalu di RCTI.

    Bagus sekali tulisan ‘sang kelana’ yang mengatakan “Kalau ingin menolong, ya tolong aja. Kenapa harus dikawini”. Kebanyakan poligamer bersembunyi di balik agama sebagai pembenaran atas tindakannya. Padahal bila tujuan utama adalah menolong, banyak sekali masyarakat yang perlu dibantu, terlebih dari segi financial seperti korban bencana Lapindo dsb. Tidak perlu ditutupi bahwa sebenarnya poligami hanya tindakan keadilan untuk ‘anunya’ saja (maaf jika saya kurang sopan). Dari sisi mana pun tidak ada tanda-tanda bahwa poligami tersebut adil, terlebih dari sudut pandang wanita (saya adalah seorang wanita). Saya lebih berpendapat bahwa poligami hanya sinonim dari selingkuh. Jika banyak orang berkeyakinan perselingkuhan itu menyakitkan (baik bagi suami atau istri yang diselingkuhi), mengapa tidak banyak yang memahami bahwa poligami juga sama menyakitkannya seperti diselingkuhi. Bedanya hanya setipis kertas ‘akte nikah’.

    Sampai kapan pun manusia berusaha bersikap dan bertindak adil, tidak akan pernah terjadi karena sesungguhnya keadilan hanya milik yang kuasa.

    Reply
  • December 18, 2006 at 5:15 pm
    Permalink

    Dan Nabi pun pernah menangis ketika mengetahui Ali hendak beristri lagi….kenapa Nabi menangis?..Apakah Nabi tdk mematuhi hukum Allah ttg diperbolehkannya poligami??

    Mas/mbak, pelajari dulu hadis ttg “Ali mau nikah lagi”, baru berkomentar… Kalo anda cuma memaknai secara sederhana tanpa mengetahui latar belakang adanya hadis tersebut… jelas bisa dimaknain lain..

    Belajar dulu ya..

    Reply
  • December 18, 2006 at 6:48 pm
    Permalink

    Kenapa boody nggak sekalian menjelaskan kenapa Nabi menangis/marah ketika Ali hendak memadu putri Nabi?

    Reply
  • December 19, 2006 at 1:56 pm
    Permalink

    Buat Yg punya Blog:

    “Suatu ketika ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’anhu berniat meminang putri Abu Jahl. Mendengar berita itu, Fathimah radhiallahu’anha mengadu kepada ayahnya. Naiklah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam ke atas mimbar. Setelah bertasyahud, beliau berkata : Tidaklah aku mengharamkan yang halal dan tidak pula menghalalkan yang haram. Sesungguhnya Fathimah adalah darah dagingku, merisaukanku apa pun yang merisaukannya, dan menyakitkanku apa yg menyakitkannya”.

    Beliau berkata pula, “Tidak akan berkumpul putri Nabi Allah dengan putri musuh Allah di bawah seorang pria selama-lamanya”.

    So,jelas kan kenapa Nabi marah ketika Ali hendak memadu putri Nabi…

    Reply
  • December 19, 2006 at 2:17 pm
    Permalink

    Nah gitu dong :)

    Berarti dengan alasan yang dibenarkan, poligami itu boleh ditolak oleh pihak orang tua istri pertama ya?

    Reply
  • December 20, 2006 at 1:03 pm
    Permalink

    cuma mo nambahin…

    “… Ketahuilah, aku tidak akan mengizinkan, sekali lagi tidak akan mengizinkan. Sungguh tidak aku izinkan, kecuali Ali bin Abi Thalib menceraikan putriku, kupersilakan mengawini putri mereka.” (Jami’ al-Ushul, juz XII, 162, nomor hadis:9026)

    Marah besar. Begitulah reaksi Nabi Muhammad ketika mendengar putrinya, Fatimah, akan dimadu oleh Ali bin Abi Thalib. Nabi dikisahkan bergegas masuk masjid, lalu naik mimbar seraya berseru sebagaimana dinukil dalam matan atau redaksi hadis diatas. kisah ini juga termaktub dalam kitab kumpulan hadis Shahih Bukhori…..

    ngutip dari Tempo 11-17 Des 2006

    Reply
  • January 2, 2007 at 5:15 pm
    Permalink

    kalau mau disurvei secara sungguh-sungguh, aku yakin poligami banyak merugikan kaum perempuan. karena agama (Islam dan agama apapun) tidak ada yang mengajarkan menyakiti perempuan, ya lebih baik tidak usah berpoligami.

    jangan sampai, punya banyak istri dan belasan anak namun pendapatan tak memadai. apa mau mencetak kere baru? padahal, menelantarkan (apapun) sudah berdosa, apalagi istri dan anak-anak…..

    Reply
  • January 17, 2007 at 2:19 am
    Permalink

    Masalah hukum keluarga merupakan hukum yang strategis bagi ketahanan bangsa, karena ketahanan nasional akan ditentukan oleh ketahanan keluarga. Karena itu, pada tempatnya kalau pemerintah menaruh perhatian serius pada praktek-praktek perkawinan yang bisa mengancam keluarga. Wewenang pemerintah itu harus dilihat sebagai upaya melindungi warga negaranya dari tindakan-tindakan yang potensial mengancam keamanan dan masa depannya.

    Karena itu, tidak sepenuhnya benar kalau perkawinan, apalagi poligami, dianggap sebagai masalah privat, yang tidak boleh diintervensi oleh negara.

    Dengan demikian, penolakan sejumlah kalangan atas keinginan pemerintah memperketat aturan poligami tidak bisa berlindung di balik privasi. Memang pilihan untuk menikah atau tidak, dengan siapa dia mau menikah merupakan urusan privasi. Namun, efek yang ditimbulkan sebagai akibat perbuatan hukum pernikahan adalah masalah publik-sosial. Persis di sinilah regulasi pemerintah harus masuk untuk melindungi warganya dari ekses negatif yang mungkin ditimbulkan.

    Ketentuan yang sejauh ini telah dibuat, memiliki asumsi dasar untuk memperketat dan mengontrol poligami, meskipun cara berpikirnya masih laki-laki sentris. Alasan boleh poligami karena istri tidak melahirkan keturunan merupakan contoh yang sangat jelas. Seorang istri tidak punya anak belum tentu masalahnya ada pada istri, sangat mungkin juga ada pada suami. Masalahnya, mengapa hanya istri yang “dipersalahkan”? Bagaimana kalau yang tidak bisa menjalankan kewajiban atau yang mendapat cacat atau penyakit itu suami? Mengapa kalau PNS pria berpoligami liar diancam dengan sanksi yang tidak jelas, tapi kalau PNS perempuan diancam dengan jelas, yaitu dipecat. Hal-hal seperti inilah yang perlu direformasi dalam hukum keluarga kita.

    Harus memahami bahwa para perumus undang-undang ini punya maksud menghilangkan praktek poligami liar yang tidak bertanggung jawab. Namun, dalam prakteknya orang yang berpoligami nyaris tidak pernah menempuh prosedur seperti yang disebutkan. Poligami sering dilakukan dengan kucing-kucingan, konspiratif, dan cenderung tidak bertanggung jawab.

    Salah satu sebab model pernikahan seperti ini masih banyak dipraktekkan adalah masih adanya cara pandang dikotomik antara perkawinan yang sah menurut agama dan sah menurut negara. Perkawinan pertama-tama dianggap sebagai ritus keagamaan, sehingga negara hanya sebagai suplemen administratif. Cara pandang yang membedakan antara sah menurut agama dan negara sebenarnya merupakan cerminan dari berpikir sekuler, tapi justru hal seperti ini dilakukan oleh orang-orang yang menolak cara berpikir sekuler, bahkan mengharamkannya. Inilah paradoksnya!

    Perdebatan tentang poligami ini menjadi momentum yang baik untuk melihat secara keseluruhan berbagai problem hukum keluarga, termasuk kemungkinan-kemungkinan pemberian sanksi atas “perkawinan liar” !!!!!!

    Reply
  • June 11, 2007 at 4:54 pm
    Permalink

    Islam tidak cocok untuk wanita karena Islam menurunkan derajat wanita.

    Reply
  • June 11, 2007 at 4:55 pm
    Permalink

    Poligami atas nama agama, membunuh juga atas nama agama. Terorisme atas nama agama. Kenapa menjadi begini?

    Waktu jaman Majapahit, orang Jawa (Gajah Mada, dll) membuat nusantara
    makmur dan jaya. Orang jawa berkebudayaan tinggi, kreatif dan toleran.
    Setelah Islam masuk di Jawa, negara kita hancur korban dari penajahan
    Belanda, Jepang, dsb. Korban dari korupsi, kekerasan/teror, malapetaka. Dan korban dari imperialisme Arab (Indonesia menjadi pemasok turis calon haji yang terbesar di dunia). Orang-orang Arab ini memang hebat telah berhasil menemukan cara untuk memasukkan devisa.

    Bagaimana caranya supaya orang Jawa kembali bisa memakmurkan negara kita yang tercinta ini?

    Reply
  • August 24, 2007 at 9:12 pm
    Permalink

    Pertanyaan: Apakah Islam agama teroris?
    Jawaban: Tidak ada agama yang mengajarkan umatnya untuk menjadi teroris.

    Tetapi, di dalam Al-Qur’an, ada banyak sekali ayat-ayat yang menggiring umat untuk melakukan hal-hal yang tidak manusiawi, seperti: kekerasan, anarki, poligami dengan 4 istri, anggapan selain muslim adalah orang kafir, dsb. Sikap-sikap tersebut tidak sesuai lagi dengan norma-norma kehidupan masyarakat modern.

    Al-Qur’an dulu diracik waktu jaman tribal, sehingga banyak ayat-ayat yang tidak bisa dimengerti lagi seperti seorang suami diperbolehkan mempunyai istri 4. Dimana mendapatkan angka 4? Kenapa tidak 10, 25 atau bahkan 1000? Dalam hal ini, wanita tidak lagi dianggap sebagai manusia, tapi sebagai benda terhitung dalam satuan, bijian, 2, 3, 4 atau berapa saja. Terus bagaimana sakit hatinya istri yang dimadu (yang selalu lebih tua dan kurang cantik)? Banyak lagi hal-hal yang nonsense seperti ini di Al-Qur’an. Karena semua yang di Al-Qur’an dianggap sebagai kebenaran mutlak (wahyu Tuhan), maka umat muslim hanya menurutinya saja tanpa menggunakan nalar.

    Banyak pengemuka muslim yang berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an supaya menjadi lebih manusiawi. Tapi usaha ini sia-sia saja karena ayat-ayat Al-Qur’an itu semuanya sudah explisit sekali. Sehingga tidak bisa ditawar lagi. Disamping itu, pemuka muslim atau siapa saja yang coba-coba memberi tafsiran yang lebih manusiawi tentang Al-Qur’an pasti mendapatkan ancaman terhadap keselamatan fisiknya.

    Jadi umat muslim terjebak.

    Reply
  • October 10, 2008 at 7:54 pm
    Permalink

    Poligami menjadi masalah karena dipermasalahkan. Menjadi pro dan kontra karena diperdebatkan. Poligamer sepertinya berada dititik tersudutkan. Pertanyaannya: Apakah poligamer selalu diposisi yang menyakiti, dan istri dan anak2 diposisi yang merasa tersakiti? Apakah tidak mungkin poligamer berada diposisi tersakiti dan istri dan anak diposisi yang menyakiti? Mengapa kesakitan menjadi alasan pembenaran satu pihak. Itu berarti: hampir2 semua pembunuh adalah salah dan tak akan pernah benar, sementara yang terbunuh selalu dianggap benar tak bersalah. Saya berfikir, seorang yang terbunuh tidak mesti diposisi benar. Ia dapat saja diposisi yang salah. Lalu bila ia salah, mengapa tak ada sanksi terhadapnya? Mengapa yang mati menjadi dibela dan yang hidup justru ingin dibunuh dan disakiti? hehehehe…. pusing juga mikirin. Sepertinya kematian adalah hukum positif tertinggi. Pantas di Jepang ada orang2 yang mengambil keputusan bunuh diri sebagai jalan terbaik. Ya… boleh juga. Intinya, bagi anda yang diklaim “menyakiti” dan yang “tersakiti”, bila masih ingin hidup bersama maka berbagi pikiranlah dan berbagi hatilah. Mungkin pada diri anda merasa disakiti oleh seseorang sementara pada diri seseorang itu sama sekali tidak merasa menyakiti anda. Pikirkanlah itu secara bolak-balik. Semakin salah benar dijadikan dasar pembicaraan maka siatuasi hanya akan berada pada yang salah dan yang benar. Apakah tak ada sesuatu yang lain di antara yang salah dan yang benar sebagai solusi dari berbagai permaslahan hidup, termasuk poligami yang dilihat dari salah dan benar?
    Saya sih tak perlu berdasar pada kitab2, tapi cokup menggodok pikiran atau akal sehat kita semua untuk menciptakan kehidupan dibumi ini damai.
    Cobalah buat suatu kesepakatan untuk hidup secara damai. Bila poligami dirasa telah mengganggu karena aturan2 sebelumnya, maka ciptalah kesepakatan damai untuk semua. Ho Ho ho ho… mabok deh… mikiran…

    Reply
  • October 8, 2009 at 11:59 pm
    Permalink

    Mas yang punya blog…jadi sebenarnya argumen pro poligami yang kata anda mau anda ajukan itu mana ya…? (bingung mode: ON)

    Lha itu di atas apa?

    Reply
  • October 9, 2009 at 12:09 am
    Permalink

    bai de wei, saya setuju sama BION…wong nyatanya toh ada poligamist yang rumah tangganya rukun karena dijalani sesuai dengan ajaran Islam yang bener (ma’af, PW ga termasuk di sini, riya-nya kebablasan), tapi (sengaja) ngga diekspos. Atau mereka yang poligaminya didasari niat yang baik dan dilakukan dengan cara2 yang baik. Nah…mereka yang minoritas ini mau dikemanakan dong…? Apa kita sudah jadi bangsa yang meniadakan minoritas hanya karena mereka berjumlah sedikit…?

    Reply
  • October 9, 2009 at 12:52 am
    Permalink

    Sik…sik…yang mana to Mas…? Tolong di-copas-ken buat saya…pliz…he he…sapa tau bisa saya tularken ke teman2 yang argumennya nggak secerdas sampeyan…

    Reply
  • February 19, 2010 at 9:05 pm
    Permalink

    “jamane..jamane..jaman edan”. yang benar dicari-cari kelemahannya.. yg salah dicai-cari pembenarannya.

    Reply
    • February 19, 2010 at 10:06 pm
      Permalink

      Iya. Pendukung poligami itu terlalu. Udah jelas melukai perasaan tetap aja dicari-cari pembenarannya.

      Reply
  • April 15, 2010 at 6:12 am
    Permalink

    Assalammualikum Wr. Wb.

    Mohon pemahaman poligami diselaraskan dan dimengerti betul, saya tidak berani mengulas mengenai poligami karena takut seperti kawan-kawan ada yang merendahkan bahkan menyimpangkan dari ajaran Rosulullah SAW sebenarnya. Mohon tidak menafsirkan poligami yang bukan-bukan, ikuti dan contoh poligami seperti halnya Rosulullah SAW dan tidak diembel-embeli yang lain.
    Demikian, meskipun aku tidak berniat berpoligami namun aku pro poligami karena sunnah hukumnya sesuai ajaran Rosulullah SAW. Tidak usah diperdebatkan terlalu jauh dan seperti perlu guru nich…..siapa yaaaa

    Reply
  • May 2, 2010 at 11:23 pm
    Permalink

    Poligami itu ibarat bersedekah/beramal : 1. mampu, kalau tidak ya jangan, 2. iklas, kalu tidak iklas yang jangan 3. ibadah karena ada tuntunannya. Mampu tidak iklas ya jangan iklas tidak mampu yaa apa modalnya ? segala sesuatu kalu ada tuntunannya siapa yang mau ikut ya silahkan. yang tidak ya a bukan wajib.
    “Tidak perlu ditutupi bahwa sebenarnya poligami hanya tindakan keadilan untuk ‘anunya’ saja (maaf jika saya kurang sopan).”
    Maaf ini namanya tidak adil kenapa bicara keadilan tolong posting juga argumen kontra poligami, misalnya pro pelacuran , pro pergaulan bebas, pro selingkuhan pro wanita simpanan, pro sebuah tren tidak memaslahkan perkawainan sdh tidak perawan,

    Reply
    • May 12, 2010 at 11:45 am
      Permalink

      Wah ya maaf mas, kita tidak membahas pergaulan bebas, selingkuh, atau perkawinan di posting ini.

      Reply
  • November 30, 2010 at 3:57 pm
    Permalink

    Umat Islam Indonesia ancur gara2 ngomongin bginian doank ni. Poligami itu urusan rumah tangga orang laen, sirik aje klo tetangga punya bini 2. Kalo anda mau, knapa ga ikutan poligami aja sekalian.
    Islam membolehkan menikah sampai 4, tetapi jika kita tidak dapat berlaku adil maka nikahi 1 aja (dari An Nisaa ayat 3). Ga ada agama di dunia ini yg nyuruh nikah cuma 1 kecuali Islam. Jadi, Alqur’an memperbolehkan untuk poligami, asalkan bisa berlaku adil. Adil dsini bukan berarti 50:50 (fifty-fifty), karna gada manusia yg bisa adil kecuali Tuhan.
    Sebenernya poligami itu solusi buat masalah manusia di muka bumi, sama halnya Islam memberikan solusi untuk minuman keras, judi, dan lain2 walau terkadang kita sulit menerima solusi tersebut.
    Jadi jangan terlalu dianggap masalah yang serius, tar malah timbul isu2 yg mencemooh Islam itu sendiri, kyk Islam menganggap kaum hawa “rendahan”. Itu sama sekali tidak benar, justru di sisi lain wanita dalam Islam dipandang mulia.
    Kita ne merasa lebih mulia dari nabi, seolah mencemooh poligami sebagai gudang nafsu syahwat doank. Entah apapun alasan nya, poligami itu urusan rumah tangga orang, misal tetangga kita beli mobil baru, trus kita cemooh tu mobil dapet dari duit korupsi ato bukan. Nah begitu tuh mental orang Indonesia, sirikan sifatnya. Poligami itu solusi, jadi jangan mencemooh solusi, toh diri kita sendiri blum melakukan apa2 untuk umat. Bahas poligami malah cemooh Aa Gym, caelah kyk gada kerjaan laen aja. Ghibah itu namanya!! Poligami di Indonesia dianggap “jelek” karena pikiran kita sudah “terprogram”. Coba liat di negara Arab sana, prasaan fine-fine aja. Makanya Indonesia ni harus “diprogram ulang” dari jiwa2 “Westernist”.
    Anda pengen poligami, silahkan. Anda tidak suka poligami, yaudah jgn urusin rumah tangga orang. Titik!

    Reply
  • July 29, 2018 at 10:16 pm
    Permalink

    Poligami sangat susah untuk dilakukan, dan harus dengan keikhlasan oleh pihak yang bersangkutan

    Reply

Leave a Reply to Sang Kelana Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.