Gempa bumi terjadi tadi pagi, sekitar pukul 6 pagi. Waktu itu saya masih tidur, tiba-tiba ada tremor yang cukup keras. Rasanya seperti rumah ditabrak truk. Saya langsung lari keluar, sampai jatuh segala karena lantai bergoyang kencang. Gempa mereda beberapa detik kemudian. Gempa susulan yang cukup keras terjadi beberapa saat kemudian.

Pukul 8, saya sekeluarga mencoba berkeliling melihat situasi Yogya. Di daerah UGM tiba tiba ada arus massa (kebanyakan orang lari dan motor) yang meneriakkan: ‘Air!!’, maksudnya ada tsunami. Waktu itu mobil kami langsung banting setir dan berusahna menuju daerah yang tinggi (ie.: Kaliurang). Tapi akhirnya kami pikir lebih masuk akal untuk pulang kembali ke rumah mengingat posisi Yogya cukup tinggi, dan jika benar-benar terjadi Tsunami, pegunungan Sewu yang di daerah selatan DIY seharusnya sudah bisa memblok air pasang. Jika air pasang bisa lebih tinggi daripada gunung sewu, kemungkinan besar 1/2 pulau Jawa juga terendam.

Tak lama kemudain dari radio didapatkan konfirmasi bahwa Tsunami tidak terjadi.

Gempa susulan terjadi lagi sekitar pukul 10.15 dan pukul 11.00. Beberapa gempa susulan juga terjadi tapi kekuatannya sudah sangat kecil. Listrik sempat mati berjam-jam walaupun hidup kembali sekitar pukul 12. Kerusakan bangunan di Yogya utara tidak begitu parah, tetapi di daerah selatan banyak tembok yang runtuh. Pakdhe saya yang tinggal di kotagede tidak dapat keluar ke jalan besar, karena jalan gang dipenuhi reruntuhan material. Alhamdulillah, keluarga saya tidak mengalami kecelakaan yang parah. Sungguh menyayat hati melihat mayat-mayat tertimbun bangunan, beberapa diantaranya adalah lansia yang tidak berdaya.

Saya sekeluarga menghaturkan duka cita sedalam-dalamnya keapda seluruh korban gempa Jogja 27 Mei. Semoga Tuhan senantiasa memberi ketabahan kepada saudara-saudara kita semua.

Amin.

Kepanikan di Ring Road Utara akibat isu tsunami:

Jalan kampung ikut ribut gara-gara isu Tsunami

Jalan Gejayan:

Kanopi mall Saphir Square yang Ambruk:

Plaza Ambarrukmo tidak luput dari kerusakan, walaupun cuma dinding yang retak (bukan struktur)

Beberapa rumah yang runtuh di Jogja Utara setelah gempa

Gempa di Jogja
Tagged on:     

19 thoughts on “Gempa di Jogja

  • May 27, 2006 at 11:46 pm
    Permalink

    Ngeri tenan tooow…mugi2 nda bnyk berjatuhan korban & keluarga korban diberi ketabahan, kekuatan sm Yg Kuasa. Mari kita sama2 makin mendekatkan diri, memohon maaf sama Yg Kuasa smga kejadian sprti ini nda terulang lagi…amiiiin

    Reply
  • May 28, 2006 at 12:06 am
    Permalink

    Kami di Bandung turut berduka atas musibah yg menimpa jogja dan sekitarnya, sepupu saya yg di kali urang belum ada khabarnya sampe skrg. Nggak bisa dihubungi melalui telpon dan HP, ada yg tau keadaan kali urang secara umum?

    Reply
  • May 28, 2006 at 1:14 am
    Permalink

    oh..untunglah dikau baik2x saja, man. td pagi ketika dibangunin masku, langsung kawatir. wah herman gak bisa ngeblog lg nih…eh gak ding hehe..

    turut berduka..jogja…semoga tabah dan kuat kepada keluarag yg mengalami musibah

    Reply
  • May 28, 2006 at 2:23 am
    Permalink

    turut berduka cita untuk temen2 di jogja..

    Reply
  • May 28, 2006 at 2:27 am
    Permalink

    Turut berduka cita atas musibah yang terjadi. Saya ingin memberikan info masalah tsunami. Kebetulan baru saja saya lihat di CNN, bahwa menurut Walter Hays, pakar seismologi, tsunami terjadi apabila gempa diatas 7.0 skala richter. Tidak ada detail lebih lengkap, karena beliau hanya memberikan komentar masalah isu tsunami yang terjadi.

    Untuk Walter Hays, anda dapat googling dengan keyword “Walter Hays Seismologist”. Tampaknya beliau cukup sering berhubungan dengan CNN.

    Semoga bermanfaat. :)

    Reply
  • May 28, 2006 at 10:12 am
    Permalink

    Saking kuatnya gempa… aku dan teman-teman yang baru tidur jam 04.40 (malamnya main truf sampai subuh).. langsung meloncat terbangun pada jam 06.00 dan bertabrakan di pintu rumah.

    Padahal biasanya… jam 10 dibangunin aja gak langsung bangun….meski udah diguncang2 badannya.

    Reply
  • May 28, 2006 at 11:58 am
    Permalink

    Hope u and ur family are okay…..
    yang tabah yah……

    Reply
  • May 28, 2006 at 1:09 pm
    Permalink

    AAAhhhh Malangnya Jogyaku…..Saya sedih bingung bercampur aduk abis baca berita gempa di Jogya di DETIK……banyak org yg tidak berdoa menjadi korban Ribuan org meninggal…..kenapa musibah demi musibah selalu datang ke negeri kita ini?????aahhh Mudah2an keluarga2 yg tertimpa musibah di beri kekuatan lahir bathin.Tuhan kenapa Engkau tidak berikan musibah ini kepada org2 serakah yg sudah jelas di depan mata merusak negeri kami????

    Reply
  • May 28, 2006 at 1:10 pm
    Permalink

    ralat di atas dikit maksud saya “Banyak org org yg tidak BERDOSA yg banyak jadi korban” di atas tertulis BERDOA….S nya kelewat haha

    Reply
  • May 30, 2006 at 11:29 am
    Permalink

    aku pagi itu masi, tertidur… pas jam 6 kurang 10 menit kira2nya… aku merasakan gempa, yg tiba2 sgt kencang, dan lama-kelamaan kian tambah membesar… ketakutanku mbuatku tetap tinggal dalam kamar, tapi untungnya rumahku tidak roboh, tapi hanya retak2….
    gempa itu mbuat waga Jogja mjadi trauma, sehingga malam itu aku tidur di teras rumah….

    mudah2an Tuhan mau mengampuni segala dosa kita umat manusia, agar kita diberi keselamatan

    Reply
  • May 30, 2006 at 4:22 pm
    Permalink

    Jogja Berduka
    (salurkan bantuan Anda)

    Dalam dua hari ini saya mengunjungi beberapa lokasi kejadian gempa di Jogjakarta. Lokasi yang sering diberitakan adalah Bantul Selatan (memang ada 3 desa yang hampir 80 % rata dengan tanah). Namun masih saja luput pemberitaan, bahwa ada lokasi-lokasi yang parah kondisinya, namun abai berita.

    Gempa terjadi hari Sabtu, 27 Mei 2006 pukul 05.55 WIB. Sekitar jam 9 muncul isu air dari arah selatan (pantai) naik ke kota Jogja. Orang-orang berlarian dan berteriak “ada air ada air, air naik sudah sampai Malioboro, air sudah mencapai Terban, air sudah ada di sungai Gondolayu, dsb”. Saya ikut terjebak dalam luapan emosi orang-orang yang ketakutan dan ikut melarikan diri ke arah utara. Dari selatan (Jalan Kaliurang), ring road barat, dan Timur, berbondong-bondong melaju ke arah Utara naik ke Kaliurang. Mereka baru berhenti di sekitar kilometer 8-10. Saya sendiri sampai di km 7 (karena kehabisan bensin), dan berhenti di sebuah halaman gereja. Wajah-wajah yang ketakutan, anak kecil dan ibu-ibu yang menggendong bayi bertangisan, ada yang lari, terbanyak mengendarai motor. Setelah kelelahan, mereka (yang masih pagi itu) baru merasa kelaparan dan mencari warung makan yang buka. Sedikit sekali yang buka, dan kebanyakan warung Burjo (yang menjual bubur kacang hijau dan mie instant). Mereka berjubel di warung2 semacam itu.

    Pada malam harinya, semua warga sekitar Sagan, Terban, dan Kolombo berjaga sepanjang malam di luar rumah. Gang-gang ditutup untuk kendaraan, digelar tikar dan alas tidur. Mereka sambil selalu memonitor melalui radio (batrey radio tiba-tiba sulit ditemukan di warung-warung), berharap tidak lagi terjadi gempa malam itu. Di Boulevard UGM juga banyak sekali anak-anak kos yang mengumpul. Tidak sedikit juga keluarga yang mengungsi di sini. Mereka berombongan menggunakan mobil. Hanya ada dua tenda kecil yang bisa digunakan( sebelumnya disediakan untuk respsi pernikahan di Kagama). Mereka tidur di lapangan terbuka, beralaskan koran, dan selimut ala kadarnya. Sekitar jam 12 malam turun hujan, mereka akhirnya pindah ke Masjid Kampus UGM. Sepanjang malam waktu berjalan terasa sangat lama, beberapa kali terjadi gempa susulan, dan pengungsi berhamburan keluar. Saya termasuk di dalamnya. Saya berpikir, kalau ini terjadi selama seminggu saja, bisa gila! Semua benar-benar dalam kondisi ketakutan. Jam 06.00 kami baru merasa tenang dan pulang ke rumah masing-masing.

    Sejauh yang aku tahu, dampak gempa dibatasi oleh jalan solo, jalan solo ke utara kehidupan wajar seperti biasanya, sedangkan jalan solo ke selatan benar-benar parah, terasa sekali dampak gempanya. Sapen hampir semua bangunan retak dengan sekitar 40 % rumah roboh total, geduang IAIN (baik yang baru maupun lama) rusak parah, atap jebol, genteng berhamburan, bahkan gedung baru meskipun menggunakan usuk-ususk metal, ambrol juga, kopma (lantai 2 toko bukunya) hancur total, demikian juga rumah-rumah sekitar IAIN. Aku melewati sekretariat HMI, PMII, semuanya sedang sibuk mengangkuti barang, dinaikkan ke mobil seadanya untuk diungsikan. Sedangkan di kos-kosan banyak mahasiswa yang mengangkuti barangnya, rak buku, dan semuanya untuk dibawa pulang kampung. Tenda-tenda didirikan di luar rumah, oleh penduduk asli situ. Beberapa orang meninggal terkena reruntuhan. Hampir dipastikan, mahasiswa yang kos disana pada pulang kampung. Sapen lengang.

    Kondisi ini sangat kontras dibanding lingkungan sekitar UNY dan UGM. Kehidupan berjalan seperti biasa, bahkan foto kopian mahasiswa (yang gak relevan dalam kondisi gempa semacam di Bantul) tetap buka, dan tidak sedikit yang memfoto kopi bahan ujian (UNY seharusnya ujian hari senin ini, namun sepertinya diundur, UGM senin depan, dan IAIN senin sekarang juga namun juga diundur). Gedung UNY dan UGM sama skali tidak terkena dampak guncangan.

    Daerah Piyungan (yang sampai saat ini belum juga diberitakan) hampir 60% rumah-rumah hancur total. Saya sempat membantu salah seorang keluarga yang rumahnya hancur, padahal pada hari minggu kemarin sedianya diadakan resepsi pernikahan. Beberapa tamu terlanjur datang, bukan untuk memberi selamat, namun ikut menyampaikan duka cita setelah melihat rumahnya (dan sederet rumah lainnya) hancur berantakan. Salah seorang anggota keluarga yang sedang hamil sempat mengalami kontraksi (selain karena kecapekan, juga kondisi psikologis yang tertekan). Para warga di daerah ini menginap di tenda-tenda darurat, sangat seadanya; dari mantel, zak (kantong plastik untuk beras), dll yang dirajut. Atap rumah berbentuk segitiga (rumah joglo) yang masih bisa digunakan, dipakai berteduh dengan sulaman plastik tsb. Mereka juga berada di emperan rumah (tidak berani dalam ruangan). Anehnya, belum ada perhatian dari pemerintah. Semua ini berasal dari inisiatif pribadi, dan beberapa sumbangan berasal dari toko makanan (roti) di kota Jogja. Tidak ada perhatian di daerah ini. Saya pulang dari Piyungan menuju ke arah Prambanan (sekitar belasan kilometer) dan saya lihat rumah-rumah hampir semua berantakan. Di jalan-jalan sudah banyak warga yang meminta bantuan. Wajah-wajah yang tampak emosional dan sorot mata yang pasrah dan kosong.

    Posko-posko yang didirikan kebanyakan tidak jauh dari pusat bencana, kebanyakan dididrikan di Jetis Bantul. Dan masih belum merata.

    Saya bersama teman-teman sejarah (dan beberapa teman lain) berencana mengorganisir untuk bantuan ke lokasi bencana. Mungkin bantuan akan disalurkan ke Bantul Timur (yang kondisinya juga sangat parah). Saya sudah menghubungi kawan Sejarah UGM dan ada juga nomor kontak Presdien Keluarga Mahasiswa UGM, untuk sewaktu-waktu dapat menyalurkan bantuan ke sana.

    Demikian, dari saya.

    Yogyakarta, 29 Mei 2006.

    O81328806705
    Pativera2003@yahoo.com

    Reply
  • June 1, 2006 at 10:20 am
    Permalink

    Kebetulan kakak dan ipar beserta keponakan saya tinggal dan menetap di jogja, jadi pas gempa khawatir juga akan keadaannya, syukur kepada Tuhan mereka semua selamat, cuma mobil yang rusak tertimpa genteng….

    PS: Ayo … berikan bantuan buat mereka yang membutuhkan, dan buat anda2 yg biasanya selalu mengedepankan moral bangsa (FPI, FBR, and etc) yg biasanya mengerahkan massa u/ menghancurkan sekarang saatnya mengerahkan massa u/ menolong sesama….. PEACE

    Reply
  • June 5, 2006 at 11:36 pm
    Permalink

    gempa sabtu lalu cukup mengiris batin kita kalau kita datang langsung ke daerah yang dilanda gempa,saya sempat membantu sebuah produk susu untuk didistribusikan ke desa pleret sewon Bantul dari-sampai masuk ke plosok rumah rata dengan tanah,saya sendiri yang tinggal di kodya jogja merasakan guncangan keras apalagi mereka disana hanya dalam tempo 1 detik rumah langsung rata,susah membayangkan kepanikan dan ketakutan mereka saat itu…..saya sempat menangis melihat kondisi di sana…..semoga Tuhan masih berbaik pada kita untuk tidak memberikan bencana-bencana lagi pada kita semua….amin

    Reply
  • June 7, 2006 at 9:11 am
    Permalink

    Ehm.. kamii di australia juga turut berduka cita buat kota jogja…
    Huge thanks buat videos nya… ^^
    Jadi lebih mengerti the real condition in Jogja…

    Reply
  • July 11, 2006 at 4:32 am
    Permalink

    Video report-nya kami link ke sini, yha mas.

    Reply
  • August 7, 2006 at 8:03 am
    Permalink

    Pegunungan di sisi selatan Jogja memang dapat menahan Tsunami, akan tetapi mulai dari pantai Parangtritis hingga Sungai Progo, nggak ada dataran tinggi…jadi Tsunami akan masuk ke daratan melalui pantai Parangtritis mas…jadi Jogja IMHO tetep nggak aman akan Tsunami jika gempa di atas 8,9 SR seperti di Aceh. Apalagi suber gempa di arah Barat Daya Jogja…so pasti Jogja akan kena.

    Reply
  • September 8, 2006 at 4:44 pm
    Permalink

    Saya Turut bela sungkawa atas musibah yantg menimpa saudara-saudara di Jogja. Saya berharap saudara-saudara semuanya disana bisa tetap tabah menghadapi ujian dari-Nya dan Semoga Tuhan senantiasa memberikan kekuatan kepada kita semua Bangsa Indonesia dalam menghadapi Musibah ini. Keep Spirit My Friend

    Reply
  • November 27, 2008 at 1:28 pm
    Permalink

    No comment-lah, msh trauma kalo ngomongin gempa jogja. Lha wong omahku yo ambruk je. Pokok’e ngeri tenan…….

    Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.